[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Santa Lusia Kim (Kopch’u)

Lucia Kim (Kopch’u) (Sumber: cbck.or.kr)
Perasaan yang umum dari jiwa seorang martir adalah iman dan keberanian. Begitu mengejutkan untuk menemukan perasaan yang berlimpah itu pada diri seorang wanita bernama Lusia Kim (1769-1839). Rahmat Allah dan imannya yang dalam dan juga kerendahan hati digabungkan bersama untuk membentuk seorang wanita sederhana dan martir yang heroik. Lusia biasanya dipanggil dengan nama “Si Bungkuk Lusia.” Sepertinya dia telah menjadi seorang Katolik sejak dia masih muda. Dia menikah dengan seorang pria pagan, namun karena suaminya tidak menginginkannya berelasi dengan umat Katolik lainnya dan juga untuk memenuhi kewajiban agamanya, dia meninggalkan suaminya dan tinggal di beberapa rumah umat Katolik yang berbeda. Umat Katolik dengan senang hati menerima Lusia. Dia membantu mereka dalam pekerjaan rumah dan menjaga anak-anak juga orang sakit, hal ini dilakukannya untuk membalas kebaikan mereka.
Walaupun Lusia bukanlah seorang wanita terdidik, dia mengasihi Allah, memiliki semangat bagi jiwa-jiwa dan dia mempertobatkan banyak orang. Suatu kali, Lusia menjelaskan tentang neraka kepada seorang bangsawan. Bangsawan itu berkata kepadanya, “Kamu berkata bahwa neraka suatu tempat yang sangat sempit. Bagaimana mungkin, tempat itu bisa menampung banyak orang?” Lusia menjawab, “Anda tidak pernah berpikir bahwa sebuah hati yang kecil bisa berisi sepuluh ribu buku, apakah hati menjadi terlalu kecil atau terlalu sempit.” Bangsawan itu merasa kagum bahwa seorang wanita yang tidak terdidik dapat berbicara dengan begitu pandai.
Di penjara, Lusia adalah seorang wanita berusia 71 tahun yang lemah, namun dia membantu teman satu sel di penjara yang sakit dan juga memberi mereka sedikit uang yang dimilikinya.
Ketika kepala polisi meminta supaya dia menyangkal Allah dan memberitahukan keberadaan teman-teman Katoliknya, dia hanya berkata bahwa dia ingin mati bagi Allah. Lusia yang sudah renta dicambuki sebanyak 30 kali. Orang-orang berkata bahwa suara cabukannya terdengar seperti mereka sedang memukuli tulangnya. Ketika dia kembali ke penjara, dia sangat sakit dan lelah sehingga dia tidak akan pernah bisa bangun lagi. Sekitar tiga hari setelah pemukulannya, sekitar akhir bulan Agustus atau awal bulan September 1839, Lusia mengembuskan nafas terakhirnya sambil memanggil nama-nama suci Yesus dan Maria, peristiwa ini disaksikan pula oleh beberapa wanita Katolik di penjara. Dia meninggal bagi iman pada usia 71 tahun.
Sumber: cbck.or.kr
Posted on 4 July 2016, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0