Santo Thomas Son Cha-son

Santo Thomas Son Cha-son (Sumber: cbck.or.kr)

Thomas Son Cha-soun (1836-1866) lahir pada tahun 1836 di Hongsoung di Provinsi Ch’ung-ch’ŏng. Dia berasal dari keluarga martir Katolik yang saleh. Ketika dia berusia 23 tahun, penganiayaan tahun 1866 dimulai. Thomas seorang yang tekun dan taat dan dikenal sebagai orang dengan iman yang kuat. Dia dan istrinya tidak pernah meninggalkan doa malam dan doa malam. Kehidupan keluarganya mencerminkan tradisi iman keluarga yang mendalam dan itu juga menunjukkan pernyataan imannya.

Pada tanggal 11 Maret 1866, beberapa hari setelah Uskup Daveluy ditangkap, beberapa polisi menyerbu desa di mana Thomas tinggal. Mereka menjarah harta benda milik keluarga Katolik. Karena protes keras dari umat Katolik, gubernur di wilayah itu berjanji untuk mengganti rugi atas penjarahan itu. Thomas pergi ke kantor wilayah Touksan untuk mengajukan klaim atas harta benda yang dijarah. Gubernur menuntut supaya dia menyangkal Allah. Thomas menolak dengan berkata, “Saya takut mati, tapi saya lebih takut untuk menyangkal Allah.”

Thomas ditangkap di tempat dan disiksa dengan kejam. Dia digantung terbalik dan dipukuli dengan kejam. Sampah dimasukkan ke dalam mulutnya. Semua siksaan ini tidak bisa memaksanya untuk menyangkal Allah.

Luka-lukanya begitu parah sehingga dia hampir mati. Orang-orang di penjara berusaha membantu dia, namun usaha mereka sia-sia. Thomas berkata, “Yesus dan Maria akan datang dan menyembukan luka-lukaku.” Beberapa hari kemudian luka-lukanya sembuh dengan ajaib.

Gubernur Touksan mengirimkan Thomas ke penjara di Haemi. Di sana dia disiksa lagi. Kakinya dipelintir dan patah. Gubernur Haemi memaksa dia untuk menggigit daging dari tangannya sendiri, namun Thomas tidak menyangkal imannya. Akhirnya, gubernur mengirimkan dia ke Gubernur Kongju untuk dijatuhi hukuman mati.

Sementara itu, paman Thomas yang telah menyangkal imannya, berusaha untuk membujuk Thomas supaya dia menyangkal imannya, namun Thomas tetap teguh. Dia tidak pernah lupa berdoa, berpuasa, dan berpantang walaupun berada di dalam penjara. Gubernur Kongju memukul dia sampai dia tidak sadarkan diri, namun Thomas tidak menyangkal Allah. Akhirnya, gubernur mencekik dia sampai mati pada tanggal 18 Mei 1866. Pada saat itu, Thomas berusia 28 tahun. Jenazah Thomas dimakamkan setelah sepuluh hari kematiannya, namun dikatakan bahwa jenazahnya tidak rusak.

Sumber: cbck.or.kr

Advertisement

Posted on 18 August 2018, in Orang Kudus and tagged , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: