[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Santo Yohanes Yun Yu-il

Ioannes Yun Yu-il (Sumber: cbck.or.kr)
Yohanes Yun Yu-il (1812-1867) lahir pada tahun 1812 di Hongju di Ch’ungch’ong-do. Kemudian ia menetap di Mungyong di Provinsi Kyongsang. Ia mencari nafkah dengan bertani. Ia menikah dan dianugerahi beberapa orang anak. Ketika penganiayaan dimulai, ia berusia 45 tahun. Yohanes seorang yang perawakan tinggi dan berjanggut tebal. Ia dikenal karena imannya yang saleh dan kepribadiannya yang sederhana. Secara turun temurun keluarganya menganut agama Katolik dan menghasilkan beberapa orang katekis. Yohanes berusaha sebaik mungkin menjaga tradisi keluarganya.
Berdasarkan kesaksian putra dari Yohanes Yun Yu-il, sekitar tanggal 7 November sampai 6 Desember 1866, ketika polisi mendekati rumahnya, Yohanes sedang duduk di ruangannya. Ia tahu bahwa mereka datang. Ia bisa saja melarikan diri, namun ia memilih untuk tidak melakukannya. Kepada mereka yang memburu umat Katolik, Yohanes berkata bahwa ia seorang Katolik namun ia berkata tidak tahu tentang keberadaan umat Katolik lain di sekitar wilayahnya. Lebih dari 30 orang ditangkap bersama Yohanes pada hari itu, 8 orang dari rumah keluarga Yohanes sendiri. Mereka semua ditempatkan di penjara Mungyong. Karena gubernur tidak berada di tempat, maka interogasi tidak dilakukan, tetapi orang yang menangkapnya justru menyiksa Yohanes dan menyita harta benda miliknya. Tiga hari kemudian, orang-orang Katolik itu dikirimkan ke penjara Sangju. Di Sangju, Yohanes diinterogasi tiga kali. Setiap kali diinterogasi, Yohanes mengakui bahwa ia seorang Katolik namun tidak tahu tentang umat Katolik lain kecuali mereka yang ditangkap bersamanya. Pejabat pemerintah daerah itu memaksa Yohanes untuk menyangkal Allah, namun dengan tegas Yohanes bertahan dengan apa yang dia percayai.

Santo Yohanes Yun Yu-il (Sumber: cbck.or.kr)
Pejabat itu menyelesaikan penyidikan dan membagi 70 orang Katolik menjadi tiga kelompok: kelompok pertama terdiri dari mereka yang memiliki anak dan mereka yang sudah meninggalkan iman mereka, kelompok kedua berjumlah 20 orang adalah mereka yang menolak untuk menyangkal Allah, dan kelompok ketiga terdiri dari para pemimpin umat Katolik seperti Yohanes. Setelah berkonsultasi dengan Tuan Penguasa di Seoul, Pejabat Sangju menjatuhkan hukuman mati kepada mereka pada tanggal 4 Januari 1867.
Umat Katolik disiksa lagi dan dikirimkan ke Taegu (Provinsi Kyongsang). Sebelum menuju ke Taegu, Yohanes merasa sangat bahagia dan ia berkata kepada anak-anaknya demikian, “Sekarang saya pergi untuk menjadi martir. Kalian kembalilah ke rumah, sembahlah Allah dengan setia dan ikutilah aku jika kalian sudah besar nanti.”
Yohanes menunjukkan teladan baik kepada teman-teman satu selnya. Ia membaktikan dirinya dalam doa dan menyemangati teman-teman Katoliknya supaya mereka teguh dalam iman mereka.
Pada tanggal 21 Januari 1867, ia dibawa menuju pinggiran kota Taegu, ia memakan makanan terakhirnya dan memberikan semua uangnya kepada para algojo. Akhirnya ia dipenggal dan menerima mahkota surgawi. Pada saat itu ia berusia 45 tahun.
Sumber: cbck.or.kr
Posted on 4 September 2018, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0