[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Yesus Berjalan di atas Air dan Keilahian-Nya
Oleh Dr. Brant Pitre

Le Christ marchant sur la mer karya Amédée Varint (Sumber: Wikipedia.org)
Kisah Tuhan Yesus berjalan di atas air dicatat dalam sebagian besar Injil, namun ada yang berbeda dengan Matius, yang memberikan kita sesuatu yang penting. Matius memberi tahu kita tentang adanya adegan tambahan. Dalam Injilnya, Matius yang menberi tahu kita bahwa Yesus tidak hanya berjalan di atas air, namun juga Ia mengajak Petrus untuk datang dan berjalan di atas air. Maka dalam konteks ini, Matius melanjutkan kisah ini dengan kisah Petrus yang berjalan di atas danau di mana Petrus berkata, “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Maka Yesus berkata kepadanya supaya Petrus “datang”, dan tentu saja Petrus menjadi contoh klasik sebagai seorang yang terburu nafsu. Petrus menjadi orang yang selalu membolak-balik perkataannya, mengatakan hal yang salah dan juga tindakan yang salah sebelum ia berpikir. Jadi ketika Petrus berkata, “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Petrus ingin merasakan berjalan di atas air. Sama ketika di kisah lain Petrus berkata, “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak. Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau (Bdk. Matius 26:33-35).” Maka Petrus sering kali terlalu berlebihan dalam memperkirakan kekuatannya sendiri dan juga imannya. Maka Petrus turun dari perahu dan cukup yakin bahwa ia mampu berjalan di atas air, dan ia berjalan cukup jauh untuk sampai pada Yesus. Namun kemudian dikatakan, “Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia [Petrus].” Dengan kata lain, ketika Petrus mengalihkan pandangannya dari Yesus dan mulai melihat badai dan angin yang berkecamuk di sekitarnya, saat itulah imannya mulai menyusut, dan imannya mulai gagal dan ia mulai tenggelam ke dalam air. Maka Petrus berteriak, “Tuhan, tolonglah aku!” Dan Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang Petrus sambil mengatakan suatu perkataan yang kuat kuasa, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”
Itulah perkataan yang kuat kuasa dari Yesus. Saya tidak tahu dengan apa yang Anda pikirkan, tapi saya pikir kalau iman Petrus itu sangat hebat ketika ia mau turun dari perahu dan menuju Yesus sebelum ia akhirnya tenggalam. Jadi Petrus percaya, meskipun setelah ia bisa berjalan di atas air, imannya masih kecil. Saking kecilnya untuk tetap berada di atas air sambil menghadapi badai dan angin yang mengamuk di sekelilingnya. Jadi apa masalah yang dihadapi Petrus? Petrus mulai ragu, ketika ia mulai ragu, ia mulai tenggelam dan Yesus menyelamatkannya dan membawanya ke atas perahu. Dan ketika Yesus membawa Petrus ke dalam perahu, perhatikan apa yang terjadi, angin mereda, badai berhenti, dan danau menjadi tenang. Dan begitu para Rasul melihat peristiwa itu, perhatikan tanggapan mereka karena ini sangat penting, “Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: ‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah.’”
Ada dua elemen yang penting untuk diperhatikan. Pertama, kita perhatikan tanggapan mereka ketika melihat Yesus yang bukan hanya berjalan di atas air, namun menenangkan badai, sehingga mereka berlutut. Kata Yunani di sini adalah proskyneō, yang secara harfiah bersujud, mereka bersujud di hadapan-Nya. Dan benar sekali kalau kata itu bisa digunakan untuk menggambarkan suatu bentuk pemujaan dan penghormatan yang diberikan kepada para raja, seperti di dunia pagan. Namun ada satu hal penting jika Anda melihat Injil Matius, kata proskyneō artinya menyembah atau bersujud, dan hanya digunakan untuk jenis penyembahan yang diberikan kepada Allah dan hanya kepada Allah. Dalam Matius 4, ada tulisan terkenal mengenai pencobaan Yesus oleh iblis di padang gurun. Anda bisa mengingat bahwa iblis berkata kepada Yesus “Semua kerajaan dunia akan kuberikan kepada-Mu hanya dengan bersujud dan menyembah aku,” menggunakan kata yang sama yaitu proskyneō. Dan jawaban Yesus yang juga merupakan kutipan Kitab Suci “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” Dengan kata lain, Allah saja yang harus disembah. Jadi ketika iblis meminta Yesus supaya menyembahnya, Yesus berkata, “Tidak, engkau hanya bisa menyembah Allah saja” dalam Matius 4. Pada saat Anda sampai di Matius 14, para Rasul sujud dan menyembah Yesus, dan apa tanggapan Yesus? Apakah Yesus berkata, “Tidak, tidak, tidak, kalian salah paham. Aku hanyalah Mesias. Aku hanyalah Raja Israel. Aku hanyalah nabi. Aku hanyalah rabi yang hebat, Aku hanyalah guru yang hebat.” Apakah Yesus menolak penyembahan yang diberikan kepada-Nya? Tidak. Yesus menerimanya dan juga menerima sebutan, pengakuan iman mereka, yang bersatu dalam penyembahan yang mereka lakukan. Semuanya bersatu dalam penrnyataan, “Sesungguhnya Engkau Anak Allah.”
Sekarang kita bahas dalam konteks Yahudi abad pertama, memang benar bahwa ungkapan Anak Allah adalah ungkapan yang bisa digunakan untuk Raja. Misalnya, Mazmur 2 atau 2 Samuel 7, Putra Daud, Raja Israel, akan disebut juga sebagai Anak Allah, putra yang diperanakkan Allah. Dengan penobatannya sebagai raja, maka raja menjadi Anak Allah dan penguasa rakyat. Maka, Anak Allah (Putra Allah karena ada kata bermakna gender yaitu ‘son’) adalah ungkapan yang digunakan sebagai Putra Allah rajawi, Raja Israel. Namun, dalam konteks para murid jatuh telungkup dan menyembah Yesus, jelas sekali bahwa ini lebih dari “Engkau adalah Mesias.” Mereka juga tampaknya menyembah Yesus seolah-olah sebagai Raja Ilahi, seolah-olah Anak Allah Ilahi. Dan itulah petunjuk terakhir yang kita bahas, dan menunjukkan peristiwa ini sebagai Teofani, pewahyuan atau pengungkapan Keilahian Yesus. Yesus bukan hanya manusia seutuhnya, namun juga Ilahi seutuhnya. Mungkin kita bisa menyebutnya Kristofani, satu pewahyuan identitas-Nya sebagai Kristus, Sang Mesias, Putra Allah yang Ilahi. Inilah kisah yang luar biasa dari Perjanjian Baru, kisah luar biasa tentang mukjizat dalam Injil Matius.
Untuk menguatkan atau menegaskan apa yang saya jelaskan mengenai mukjizat Teofani ini, maka kita perlu kembali ke Perjanjian Lama dan melihat kisah penampakan Allah kepada Elia di Gunung Sinai. Ini ada dalam 1 Raja-raja 19:9, 11-13. Dan ini satu kisah yang terkenal juga, leksionari memberi tahu kita kalau kisah itu terjadi lebih dari satu kali peristiwa, namun kita akan menggabungkannya dengan kisah Yesus berjalan di atas air. Ada beberapa elemen penting yang akan kita soroti dalam 1 Raja-raja 19:9:
Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka firman TUHAN datang kepadanya, demikian: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Jawabnya: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku.” Lalu firman-Nya: “Keluarlah dan berdiri di atas gunung itu di hadapan TUHAN!” Maka TUHAN lalu! Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada TUHAN dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu. Dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu.
Apa yang sedang terjadi dalam bacaan di atas? Ada beberapa poin singkat mengenai konteksnya. Pertama dan paling penting, konteks cerita lebih luasnya adalah pelarian Elia dari Ratu Izebel yang jahat. Izebel adalah seorang ratu Israel kuno yang jahat. Dia sangat menentang para nabi Allah terutama Elia, dan dia sudah banyak membantai nabi-nabi TUHAN (bdk. 1 Raja-Raja 18:4). Maka Elia melarikan diri dari tanah Israel dan pergi ke selatan yaitu ke Gunung Sinai yang merupakan tempat Allah menampakkan diri kepada Musa di padang gurun Sinai. Konteks kedua itu yang penting, di gunung mana Elia berada. Elia berada di sebuah gua di gunung Musa. Maka hal ini menjadi petunjuk penting ketika kitab Raja-raja berkata “Tuhan lewat/Tuhan Lalu (Inggris: the Lord passed by)” berarti menggambarkan suatu peristiwa Teofani. Ketika kitab Raja-raja menggunakan istilah itu maka berarti Allah menampakkan diri, yaitu mendatangi Elia, Allah turun dari surga untuk bersama Elia. Ada ungkapan orang Cajun yang berbicara “I’ll make a pass by your house (Saya nanti lewat ke rumahmu).” Apa artinya? Hal itu berarti saya akan datang dan mengunjungi Anda. Dan itu punya konotasi yang sama dalam bahasa Ibrani. Ketika Tuhan lalu, maka Tuhan mengunjungi Elia, Tuhan menampakkan diri pada Elia dalam satu peristiwa Teofani.
Nah, sekarang Teofani ini sedikit menarik karena Allah datang mengunjungi Elia bukan dengan cara yang Anda harapkan. Ada angin kencang, tapi Tuhan tidak ada dalam angin itu. Ada gempa, tapu Tuhan tidak ada dalam gempa itu. Ada api yang muncul, walaupun kita tidak yakin persis apa artinya, dan mungkin juga sambaran petir atau sesuatu semacam itu mungkin juga api supernatural dari awan gemawan kemuliaan dalam Perjanjian Lama, atau juga mungkin api yang membakar semak di Gunung Sinai dalam kitab Keluaran. Kita punya berbagai macam manifestasi yang kelihatan ini, namun menariknya dalam kitab Raja-raja, Allah tidak berada dalam manifestasi-manifestasi yang kelihatan itu. Sebaliknya, Allah menampakkan diri kepada Elia dengan suara yang lembut. Dalam Alkitab Terjemahan Baru dituliskan “bunyi angin sepoi-sepoi basa” atau dalam The New American Bible (Revised Edition) dituliskan “a light silent sound.” Terjemahan itu baik, walaupun dalam bahasa Ibrani kata aslinya adalah qōl, yang berarti bunyi (sound), namun seringkali bermakna suara (voice). Itulah suara Tuhan, namun suaranya seperti bisikan. Dalam keheninganlah Allah memanifestasikan diri-Nya, itulah Allah yang melewati Elia. Sekarang perhatikan ini, meskipun Allah sendiri mendatangi Elia dalam keintiman seperti itu, Elia tahu kalau ia tidak bisa memandang Allah. Elia tidak dapat memandang Allah dan hidup, itulah ajaran dasar Perjanjian Lama. Maka ketika Elia keluar dari gua untuk berjumpa dengan Allah, ia menyelubungi dirinya dengan jubah menutup kepalanya kemudian Elia keluar untuk berjumpa dengan Tuhan.
Jadi apa yang terjadi? Mengapa peristiwa Elia dihubungkan dengan Yesus berjalan di atas air dalam bacaan Minggu Biasa ke-19 Tahun Liturgi A? Karena ini semacam antisipasi apa yang akan terjadi di Perjanjian Baru. Sama seperti Allah menampakkan diri dalam berbagai peristiwa pada para nabi-Nya dan umat-Nya, umat pilihan-Nya dalam Perjanjian Lama dalam bentuk Teofani, demikian juga Kristus sekarang mengungkapkan Allah kepada umat-Nya, kepada para Rasul, dalam Kristofani di Perjanjian Baru. Yesus sedang menunjukkan kuasa-Nya atas angin, badai, dan danau ketika Ia berjalan di atas air dan mengambil nama Yang Ilahi menjadi milik-Nya.
Posted on 22 October 2020, in Apologetika and tagged Brant Pitre, Elia, St. Petrus, Yesus Kristus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0