Fenomena New Age Masa Kini
Oleh Jim Graves

Catholics and the New Age by Fr. Mitch Pacwa, S.J. (Sumber: ncregister.com)
“Segala macam ramalan harus ditolak …. Di balik horoskop, astrologi, membaca tangan, penafsiran pratanda dan orakel (petunjuk gaib), paranormal dan menanyai medium … Ini bertentangan dengan penghormatan dalam rasa takwa yang penuh kasih, yang hanya kita berikan kepada Allah.” (KGK 2116)
Presbiter Yesuit Romo Mitch Pacwa adalah pembawa acara di stasiun televisi EWTN yang juga presiden dan pendiri Ignatius Productions dan rekanan senior di St. Paul Center for Biblical Theology. Salah satu dari banyak buku karangannya yang berjudul Catholics and the New Age, yang diterbitkan pada tahun 1992 menceritakan pengalamannya tentang gerakan New Age (Zaman Baru) dan memperingatkan supaya umat Katolik untuk menjauhinya.
Dalam suatu perbincangan dengan penulis buku itu ketika ia membahas topik itu, ia berkata demikian, “New Age adalah mega-tren dalam agama dan sudah menerima daya pendorong baru dari dalam Gereja Katolik.”
Romo Pacwa menggambarkan New Age sebagai kombinasi antara monisme dan panteisme yang mengarahkan seseorang untuk menjadikan dirinya sebagai Tuhan. Monisme adalah keyakinan bahwa “semuanya adalah satu” dan penteisme menyatakan bahwa “semuanya adalah Tuhan.”
Unsur monisme muncul ketika para peniliti New Age memulai pencarian mereka untuk “kondisi kesadaran berubah/altered state of consciousness,” berusaha untuk mendobrak penghalang antara diri mereka dengan dunia sekitar mereka. Menurut penjelasan Romo Pacwa, dalam New Age kondisi keadaan berubah ini bisa dicapai dengan penggunaan obat-obat terlarang, meditasi dan berbagai teknik pernapasan.
Kata Romo Pacwa, “(Para pengikut New Age) mencoba melihat diri mereka menyatu dengan semesta. Mereka adalah para pendukung besar bermacam-macam hal sebagai satu agama dunia dan satu pemerintahan dunia.”
New Age juga memiliki unsur panteisme yang gagasannya diperoleh dari Hinduisme dan filosofi timur lainnya. Jika semuanya adalah Tuhan, maka tentu saja “Anda adalah Tuhan.”
Lanjut Romo Pacwa, dengan menggabungkan aspek-aspek monisme dan penteisme ini, kemudian para penganut New Age ini menantikan datangnya millennium atau “Zaman Baru,” ketika “semua orang menyadari bahwa diri mereka adalah Tuhan dan akan ada era baru yang penuh kedamaian, cinta, dan ketenangan.” Permasalahan para penganut New Age adalah mereka sendiri tidak menyadari bahwa mereka adalah Tuhan dan mereka sendiri melakukan kejahatan, perang, dan kekerasan.
Romo Pacwa berpendapat bahwa New Age adalah industri miliaran dollar. Berbagai macam keuntungan yang diperoleh dari buku-buku dan retret New Age, juga dari alat bantu meditasi, benda-benda yang berkaitan dengan okultisme, berbagai ceramah dan semacamnya itu bertambah miliaran dollar per tahun.
“Lebih dari separuh perusahaan Fortune 500 di Amerika Serikat mempekerjakan orang-orang New Age untuk memberikan seminar bagi karyawan mereka,” kata Romo Pacwa. Ia juga membahas tentang pekerjaan yang menggiurkan dari sejumlah pendukung New Age, termasuk aktris Shirley MacLaine yang menjadi penjual buku New Age berpendapatan tinggi.
Orang New Age percaya pada konsep karma dan reinkarnasi, mirip kepercayaan yang dianut dalam Hinduisme. Romo Pacwa berpendapat, dengan dialihkan ke filosofi New age banyak penganut New Age percaya bahwa orang-orang akan terus menerus dilahirkan kembali ke dalam tubuh baru ketika mereka berusaha untuk mencapai tujuan akhir dari pencerahan mereka – realisasi bahwa mereka adalah Tuhan. Kekristenan dengan tegas menolak kepercayaan seperti itu, seperti tertulis demikian: “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibrani 9:27).
Romo Pacwa memberikan rekomendasi untuk menanggapi orang New Age. “Cara pertama menanggapinya adalah jangan menanggapinya. Biarkan kegilaannya [akan New Age] menjadi-jadi.”
Ia beralasan bahwa penganut New Age akan mengetahui irasionalitas apa yang mereka percayai dan akan memilih melepaskannya dengan sendirinya.
Tanggapan kedua adalah, “Kenali imanmu.” Ia juga menjelaskan, Alkitab dengan jelas menolak pekerjaan orang yang berkomunikasi dengan roh (spiritis). Kekristenan dan New Age jelas sekali bertentangan.
Selain itu, para pemimpin New Age merekomendasikan supaya pendengar ajarannya untuk “menyingkirkan Katekismus Baltimore” yang dengan jelas menolak pemanggilan arwah, penggunaan jimat, mantra, percaya pada mimpi, bertanya kepada peramal atau arwah. Dituliskan juga dalam Katekismus itu tidak boleh melakukan membaca garis tangan, astrologi, menggunakan papan Ouija (contoh konkret di Indonesia seperti jelangkung –red.).
Romo Pacwa menjelaskan bahwa banyak kegiatan ini bisa ada dalam gerakan New Age dan “dilarang oleh Tuhan” yaitu memberikan kuasa-Nya kepada ciptaan. Lanjut Romo Pacwa juga, “Jika Anda pernah terlibat dalam hal-hal seperti ini, maka Anda perlu melakukan pengakuan dosa dan memohon pengampunan Tuhan.”
Romo Pacwa menyimpulkan bahwa solusi bagi gerakan New Age adalah mendorong penganut New Age mempelajari Injil dan belajar tentang Kristus. Orang-orang yang terlibat dalam New Age merupakan orang-orang yang mencari makna hidup, dan makna hidup yang sejati hanya ditemukan dalam Kristus. Ia juga menegaskan, seringkali orang-orang tertarik New Age karena alasan yang egois karena mereka tidak mau percaya pada kebaikan dan kejahatan secara objektif dan “tidak mau patuh dengan hukum Tuhan” sehingga mereka memilih untuk menciptakan hukum mereka sendiri.
Sumber: “Three Decades Later, This Classic Book About the New Age Is More Relevant Than Ever”
Posted on 3 December 2021, in Apologetika and tagged Horoskop, New Age Movement, Okultisme. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0