[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Yesus Benar-benar Disalibkan
Oleh Matt Nelson

Jesus on the Cross (Sumber: catholic.com)
“Dalam perjalanan kita dan pergerakan kita, pada saat kita masuk atau keluar, ketika melepaskan sepatu, ketika mandi, di meja makan … apapun pekerjaan yang kita lakukan, kita menandai dahi kita dengan tanda salib” – Tertullianus
Sejak awal mula, salib yang melambangkan wafat Kristus yang membawa keselamatan harus melalui peristiwa penyaliban, salib ini pula sudah menjadi tanda dan simbol suci bagi umat Kristen. Memang, penyaliban Yesus itu adalah peristiwa nyata dalam sejarah dan menjadi inti dari iman Kristen.
Tapi ada beberapa pihak yang menyangkal Kristus wafat di kayu salib. Meskipun keempat Injil memberikan kesaksian tentang penyaliban, beberapa orang mengaitkan narasi itu dengan mitologi pagan, bahkan ada yang meragukan eksitensi Yesus sendiri. Ada juga iman lain yang menolak peristiwa penyaliban ini.
Terlepas dari berbagai klaim yang berbeda ini, buktinya mendukung penyaliban Yesus sebagai peristiwa nyata dan historis. Berikut ini empat alasannya.
- Sumber-sumber tulisan awal menegaskan penyaliban Yesus
Injil sendiri ditulis 30 sampai 65 tahun setelah peristiwa itu. Sedangkan tulisan lain bisa berjarak ratusan tahun sesudahnya. Bahkan surat-surat Paulus ditulis lebih awal. Surat Pertama kepada Jemaat di Korintus ditulis sekitar tahun 55 M, yang berisi pengakuan iman umat Kristen perdana:
Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci (1 Korintus 15:3-4)
Para ahli memperkirakan pengakuan iman ini yang mewakili tradisi lisan mula-mula dalam Gereja Kristen, yaitu sekitar enam tahun sesudah wafat Kristus. Beberapa ahli lagi berpendapat bahwa kemungkinan pengakuan iman itu ditulis beberapa bulan setelah wafat dan kebangkitan Kristus. Meskipun pengakuan iman ini tidak secara eksplisit menyebutkan penyaliban, di awal surat yang sama pula Paulus beberapa kali menyebutkan tentang “Kristus yang disalibkan” (1 Korintus 1:23, 2:2), yang menegaskan cara wafat Sang Kristus.
Kita bisa yakin dengan reliabilitas kesaksian St. Paulus karena ia sendiri menegaskan isi khotbahnya dengan Petrus dan rasul-rasul lainnya (Galatia 1:18; 2:1-2). Selain itu, tulisan Klemens dari Roma (murid St. Petrus) dan Polikarpus (murid St. Yohanes) menjamin integritas St. Paulus ketika menyebutnya Paulus yang “terberkati” dan “mulia.” Bahkan beberapa orang berpendapat bahwa Polikarpus menganggap tulisan-tulisan Paulus sebagai bagian Kitab Suci (Surat Polikarpus kepada Jemaat di Filipi 12:1). Injil-injil, tulisan-tulisan yang diinformasikan oleh saksi mata St. Paulus, dan pengakuan iman mula-mula memberikan kesaksian sejarah yang kuat tentang penyaliban.
- Berbagai tulisan kuno baik dari sumber Kristen dan non-Kristen
Sumber-sumber Kristen awal yang kanonik maupun yang non-kanonik memberikan kesaksian tentang penyaliban Yesus, dan kami juga bisa memastikan bahwa sumber-sumber non-Kristen awal juga menegaskan hal ini. Pada abad pertama, sejarawan Romawi bernama Tacitus dan sejarawan Yahudi bernama Josephus, menegaskan bukan sekadar tentang penyaliban Kristus, keduanya mencatat peran Pilatus dengan penjatuhan hukuman itu. Tacitus menyebut bahwa penyaliban sebagai “hukuman mati ekstrim” yang ia tulis dalam Annales:
Nero mengaitkan kesalahan dan melakukan siksaan paling istimewa pada kelompok yang dibenci karena kekejian mereka, mereka disebut orang Kristen oleh rakyat. Christus menjadi asal sebutan itu, yang menderita hukuman mati ekstrim pada masa pemerintahan Tiberius di tangan salah satu prokurator kita, Pontius Pilatus (15.44)
Penulis yang pada zaman awal yang menyebutkan eksekusi Kristus dengan cara tidak simpatik adalah Lucianus dari Samosata dan Mara Bar Serapion. Penulis Yunani Lucianus menulis, “Kalian tahu, kalau orang-orang Kristen masih menyembah seorang pria hingga hari ini – tokoh terkemuka yang memperkenalkan ritus baru, dan oleh karena itu ia disalibkan” (Kematian Peregrinus). Sebagai pembuktian lanjutan dari kitab-kitab Injil, Ia juga menyebutkan bahwa Yesus disalibkan di Palestina.
Sambil memperhatikan bahwa ada banyak sumber Kristen dan non-Kristen yang menegaskan penyaliban Kristus, penting untuk mencatat keragaman jenis sastra yang menyebutkan peristiwa ini: biografi kuno, historiografi, pengakuan iman (kredo), surat, dan nyanyian pujian. Tidaklah masuk akal jika kita mengabaikan pengaruh yang luas dari kematian Yesus di dunia kuno..
- Kesaksian dari saksi mata
Baru-baru ini bidang akademik secara persuasif menegaskan bahwa keempat Injil didasarkan pada kesaksian saksi mata. Richard Bauckham, seorang cendekiawan terkemuka di bidang ini, menyimpulkan bahwa Injil “dibentuk berdasarkan kesaksian para saksi mata, tentu saja bukan karena tanpa penyuntingan dan tafsiran, tapi dengan cara dari isinya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh para saksi mata (Jesus and the Eyewitnesses). Ia juga menunjukkan bahwa para penulis Injil “kurang lebih ada hubungan langsung dengan para saksi mata.” Perhatikan prolog Injil Lukas yang menyerupai gaya historiografi kuno:
Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman … (Lukas 1:1-3)
Lebih lanjut Bauckham berpendapat bahwa Injil St. Yohanes bukan hanya berdasarkan kesaksian langsung, tetapi ditulis langsung oleh saksi mata penyaliban. Hal ini tersirat dalam epilog Injil Yohanes, di mana penginjil menegaskan, “Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar” (Yohanes 21:24).
- Kesaksian yang memalukan
Beberapa orang skeptis berpendapat bahwa kitab-kitab Injil adalah rakyasa, begitu pula dengan penyaliban. Tapi pendapat ini tidak mungkin karena beberapa poin penting ini.
Pertama, tidak mungkin menyandangkan Injil kepada yang bukan para rasuk seperti Markus atau Lukas, kecuali kalau mereka itu benar-benar yang menulisnya. Jika ingin orang lain mempercayai Injil palsu yang ditulis Anda, kenapa tidak memilih rasul terkemuka misalnya Petrus atau Andreas? Atau seperti yang dikemukakan teolog Brant Pitre, “mengapa tidak langsung saja dan menyematkan Injil Anda kepada Yesus sendiri?” (The Case For Jesus).
Kedua, narasi kisah sengsara bersinar dengan keasliannya karena penggambaran penderitaan Yesus tanpa sensor. Meskipun kadang-kadang musuh-musuhnya memperhatikan sikap tenang di dalam tekanan ekstrim, maka pemandangan lain seperti penderitaan Yesus di Getsemani dan seruan sedih-Nya “Allahku, ya Allahku mengapa Engkau meninggalkan Daku?” menggambarkan Mesias yang lemah dan menderita. Michael Licona, seorang sejarawan Perjanjian Baru menegaskan bahwa pada zaman kuno “ada sejumlah tulisan tentang para martir Yahudi [misalnya tujuh bersaudara dalam 2 Makabe, Eleazar dalam 2 Makabe, dan Stefanus] yang dengan gagah berani di bawah siksaan dan hukuman yang sangat kejam. Mengingat hal ini, laporan tentang Yesus yang kelihatan lebih lemah pada peristiwa penangkapan dan penyaliban-Nya bisa membuat malu” (The Resurrection of Jesus). Para sejarawan menganggap kriteria rasa malu sebagai pertimbangan penting ketika menentukan reliabilitas sumber (apakah sumber itu bisa diandalkan atau tidak –red.). Dengan demikian, rincian yang berpotensi tidak menyenangkan dalam tulisan kisah sengsara tidak mungkin rekaan.
Tidak ada cendekiawan arus utama pada masa ini yang menentang keberadaan historis Yesus. Kenyataannya, hampir semua cendekiawan Perjanjian Baru sekarang, banyak di antara mereka bukan Kristen dan skeptis, tidak hanya menganggap eksistensi Yesus saja tetapi juga penyaliban-Nya sebagai “dasar sejarah.” Seorang kritikus bernama John Dominic Crossan menulis bahwa “wafat Yesus dengan disalibkan di bawah pemerintahan Pontius Pilatus sama pastinya dengan tulisan sejarah apa pun” (Jesus: A Revolutionary Biography). Dengan keyakinan yang sama, seorang cendekiawan ateis bernama Gerd Lüdemann menyimpulkan, “Kematian Yesus sebagai konsekuensi dari penyaliban tidak dapat dibantah” (The Resurrection of Christ).
Penolakan terhadap penyaliban Yesus Kristus secara historis tidak dapat diterima. Oleh karena itu, semua orang non-Kristen yang ingin menghadapi fakta tersebut akan menghadapi teka-teki yang mengejutkan. Mereka harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan: Bagaimana mungkin, dengan adanya eksekusi brutal terhadap Mesias mereka, sekelompok kecil orang Yahudi biasa yang dikenal sebagai “orang Kristen” bisa percaya bahwa Kristus adalah Tuhan? Bagaimana mungkin Kekristenan bisa berkembang? Hanya ada satu jawaban yang mendekati, dan itu adalah jawaban yang sama yang telah diberikan oleh orang-orang Kristen selama dua ribu tahun: Kristus telah wafat, Kristus telah bangkit.
Sumber: “Four Reasons to Believe Jesus Was Really Crucified”
Posted on 11 April 2023, in Apologetika and tagged Brant Pitre, Flavius Josephus, Lucian, Salib, Tacitus, Yesus Kristus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0