[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Mengapa Yesus Mengutuk Pohon Ara?
Oleh Jimmy Akin

Pohon Ara (Sumber: catholic.com)
Sepertinya Yesus terlihat kejam karena mengutuk pohon yang tak berdosa. Namun, Ia memiliki alasan yang kuat.
Salah satu kisah yang membingungkan tentang Yesus dalam Injil adalah kisah ketika Ia mengutuk pohon ara. Kisah ini ditemukan dalam Markus 11 dan Matius 21.
Insiden ini terjadi ketika Yesus menuju Yerusalem untuk merayakan Paskah terakhirnya. Namun, peristiwa ini diceritakan secara berbeda dalam kedua Injil tersebut.
Markus 11 menggambarkan Yesus pertama-tama mengutuk pohon ara (ayat 12-14), kemudian menyucikan Bait Allah (ayat 15-19), dan keesokan paginya, pohon ara itu menjadi kering (ayat 20-25).
Tetapi dalam Matius 21, Yesus pertama-tama menyucikan Bait Allah (ayat 12-13) dan kemudian mengutuk pohon ara (ayat 18-20), dan setelah itu pohon ara itu langsung kering (ayat 21:21-22).
Apa yang menjelaskan perbedaan urutan ini? Matius mungkin menyajikan materi tentang pohon ara secara bersamaan karena berkaitan dengan topik yang sama: pohon ara. Hal ini sesuai dengan cara Matius mengelompokkan materi berdasarkan topiknya.
Urutan peristiwa-peristiwa dalam kitab Markus mungkin bersifat kronologis. Namun, Markus juga memiliki cara khusus untuk mengurutkan materi, yang oleh para cendekiawan sebut sebagai “Sandwich Markus.” Sandwich terjadi ketika Markus menyela satu cerita dengan cerita lainnya sebelum kembali ke cerita yang pertama. Hal ini memungkinkan Markus untuk mempertentangkan dua cerita sehingga keduanya saling menjelaskan satu sama lain.
Para cendekiawan berpendapat bahwa inilah yang terjadi dalam catatan Markus tentang pengutukan dan layu pohon ara yang diselingi oleh pembukaan Bait Allah. Bahkan, kisah ini adalah salah satu sandwich Markus yang paling terkenal. Jadi, Markus mungkin juga mengurutkan peristiwa-peristiwa ini secara tidak kronologis.
Dalam kisah ini, Yesus melihat pohon ara dari kejauhan. Markus mencatat bahwa pohon itu “berdaun” dan bahwa saat itu “bukan musim buah ara.” Hal ini sesuai dengan waktu Paskah (akhir Maret atau April).
Lalu Yesus “mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu.” Mengapa Ia melakukan hal itu jika sekarang bukan musim buah ara? Hal ini tampak aneh.
“Namun, apabila seperti yang dicatat oleh Plinius Tua dalam bukunya Naturalis Historia (16.49), pohon ara dikenal sebagai pohon yang menghasilkan buah sebelum berdaun (bdk. Markus 13:28), keberadaan daun membuat pembaca Markus mengerti mengapa Yesus pergi ke pohon itu untuk mencari sesuatu untuk dimakan” (Craig Evans, Word Biblical Commentary on Markus 11:13).
Ada beberapa kemungkinan apa yang Yesus harapkan bisa ditemukan di pohon itu, termasuk buah ara yang masih mentah tetapi bisa dimakan. Akan tetapi, Ia tidak menemukan apa pun.
Yesus berkata kepada pohon itu, “Jangan lagi seorang pun makan buahmu selama-lamanya!” Sekilas, hal ini terlihat seperti sebuah aksi kebencian yang tidak masuk akal. Mengapa Yesus mengutuk sebuah pohon, terutama ketika belum waktunya pohon itu berbuah? Hukum Taurat Musa bahkan mengutuk penghancuran pohon yang tidak perlu (Ulangan 20:19-20).
Fakta bahwa Yesus dengan sempurna menaati Hukum Taurat (Matius 5:17-18; Ibrani 4:15) menunjukkan bahwa peristiwa ini bukanlah perusakan pohon yang tidak perlu. Peristiwa ini memiliki tujuan, dan apa yang terjadi selanjutnya memperjelas tujuan tersebut.
Rombongan Yesus memasuki Yerusalem dan menuju ke Bait Allah. Di sana, Yesus “mulai mengusir orang-orang yang berjualan dan pembeli di Bait Allah, dan Ia menjungkirbalikkan meja-meja para penukar uang dan bangku-bangku pedagang burung merpati.”
Perhatikan bahwa dalam perikop ini dan perikop sebelumnya, kita menyaksikan fenomena yang sama: kemarahan yang tampaknya tidak beralasan di pihak Yesus. Sama seperti Yesus yang mengutuk pohon ara, Ia juga mengutuk orang-orang yang berjual beli dan menukarkan uang di Bait Allah. Hal ini menghubungkan kedua peristiwa tersebut dan memberikan petunjuk mengapa Yesus mengutuk pohon ara.
Orang-orang yang diusir Yesus adalah mereka yang membeli dan menjual barang-barang yang berkaitan dengan fungsi Bait Allah itu sendiri-khususnya, binatang-binatang yang dipersembahkan di sana sebagai kurban. Markus menyinggung hal ini ketika ia berbicara tentang “mereka yang menjual merpati” (merpati adalah salah satu hewan kurban).
Para “penukar uang” melayani para pengunjung Bait Allah di Yerusalem kuno, mereka ini perlu menukarkan mata uang Romawi yang bergambar dewa-dewa kafir (termasuk para kaisar, yang sebagian dari mereka disembah sebagai dewa) untuk mendapatkan uang yang dapat digunakan di Bait Allah.
Yesus menjelaskan perbuatannya dengan berkata, “Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Namun, kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun! (Markus 11:17 TB2)”
Pernyataan Yesus ini mengutip dari Yesaya 56:7. Saat ini, kita menganggap Bait Suci Yerusalem sebagai institusi khusus orang Yahudi, dan pemikiran bahwa Bait Suci Yerusalem digunakan untuk berdoa oleh orang bukan Yahudi (“segala bangsa”) tampak aneh. Akan tetapi, orang-orang bukan Yahudi memang berdoa di sana. Bahkan, mereka mempersembahkan kurban bagi mereka oleh para imam Yahudi. Faktanya, penghentian kurban untuk orang asing, termasuk Kaisar, merupakan salah satu peristiwa yang memicu perang Yahudi pada tahun 60-an Masehi (Josephus, Perang Yahudi 2:17:2 [409-410]).
Pelataran luar yang disebut “pelataran bangsa-bangsa lain,” sangat luas, dan rupanya di sinilah tempat para pedagang dan penukar uang berjualan. Tempat ini seharusnya digunakan oleh bangsa-bangsa lain untuk beribadah kepada Allah, tetapi sebaliknya, para pedagang yang tidak bermoral justru menggunakannya untuk kepentingan lain. Oleh karena itu, Yesus mengutip Yeremia 7:11, yang menyatakan bahwa mereka sudah menjadikannya “sarang penyamun.” Dan “menjelang malam mereka keluar lagi dari kota” dan kembali ke Betania.
Keesokan paginya, ketika mereka kembali ke kota, mereka melihat pohon ara itu sudah kering. Petrus teringat dengan kutukan yang Yesus lontarkan kepada pohon itu dan berkata, “Rabi, lihatlah, pohon ara yang Kaukutuk itu sudah kering.” Hal ini jelas merupakan peristiwa yang mengejutkan dan mengesankan bagi Petrus.
Yesus menjawab mereka: “Percayalah kepada Allah! Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa pun yang berkata kepada gunung ini: Terangkat dan terbuanglah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya (Markus 11:22-23 TB2).”
Dengan menunjukkan kekuatan iman dalam Allah, Yesus menunjukkan cara yang membuat pohon ara itu kering dengan cepat: Yesus memiliki iman kepada Allah bahwa hal itu akan terjadi, maka terjadilah.
Banyak penafsir terdahulu gagal untuk memahami fakta bahwa penyucian Bait Allah terjadi di antara dua bagian narasi pohon ara dalam Injil Markus, yang menunjukkan bahwa mereka tidak melihat relevansinya. Namun, dengan adanya sandwich Markus, kita harus memperhatikan elemen-elemen yang menghubungkan keduanya. Ada beberapa yang bisa ditemukan.
Keterkaitan antara penyucian Bait Allah (ayat 15-19), dengan pengutukan [pohon ara] (ayat 12-14) dan menjadi kering [ayat 20-21], dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, semua materi di antara Markus 11:1 dan 13:37 berorientasi pada Bait Allah; hal ini dengan sendirinya menjadi petunjuk bahwa ada hubungan antara pohon ara dan Bait Allah. Ada juga paralel yang jelas antara “murid-murid-Nya pun mendengar” (ayat 14) dan “imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mendengar” (ayat 18). Di atas segalanya, pohon ara dalam Perjanjian Lama sering kali menjadi simbol bagi Israel, dan lebih dari sekali Israel dihakimi di bawah simbol ini, kata Yeremia (8:13), “Tidak ada buah ara pada pohon ara, dan daun-daunan sudah layu (TB2).” Sehubungan dengan hal ini, ada pernyataan menarik bahwa “bukan musim buah ara” (ayat 13). Pernyataan ini tentu saja tidak terlalu berkaitan dengan hortikultura, tetapi lebih berkaitan dengan teologi. Kata “musim” (kairos) digunakan pada pembukaan Injil, kata Yesus, “Saatnya (kairos) telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat (1:15 TB2).” Kairos berarti saat yang istimewa dan penting. Tidak ada buah pada pohon itu karena waktunya sudah berlalu. Pohon ara yang rindang, dengan segala janji-janji buahnya, sama menipunya dengan Bait Allah, yang dengan segala kesibukannya sebenarnya adalah tempat persembunyian para penyamun (ay. 17) (James R. Edwards, “Markan Sandwiches: The Significance of Interpolations in Markan Narratives,” Novum Testamentum XXXI, 3 (1989), 207).
Ada juga fakta bahwa dalam kedua narasi tersebut, Yesus mengecam, pertama-tama pada pohon ara dan kemudian pada mereka yang ada di kompleks Bait Allah. Ini mungkin merupakan paralel yang paling langsung di antara kedua narasi tersebut, dan ini menjadi kunci untuk memahaminya.
Dengan mengutuk pohon ara, Yesus sedang menggunakan perumpamaan fisik tentang apa yang akan terjadi pada Bait Allah. Saat pohon ara menghasilkan buah telah berlalu. Dengan cara yang sama, buah apa pun yang dihasilkan Bait Allah di masa lalu, pada zaman Yesus, Bait Allah sudah rusak dan sudah menjadi “sarang penyamun.”
Dengan demikian, sama seperti tidak ada seorang pun yang akan memakan buah dari pohon ara di masa yang akan datang, saat Bait Suci itu sendiri sudah berlalu. Yesus menegaskan hal ini kemudian dengan menubuatkan kehancuran fisik Bait Allah (Markus 13:1-2).
Fakta bahwa Yesus menggunakan pohon ara sebagai perumpamaan Bait Allah menjelaskan mengapa Ia mengutuk pohon tersebut meskipun saat itu bukan musim buah ara. Hanya pohon yang tidak berbuah yang cocok untuk perumpamaan fisik ini. Oleh karena itu, Yesus mencari tahu apakah pohon itu menghasilkan sesuatu yang dapat dimakan. Ternyata tidak, dan sebagai gantinya, Ia menggunakan kesempatan itu untuk menyampaikan perumpamaan tersebut.
Posted on 19 April 2023, in Kenali Imanmu, Kitab Suci. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0