[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Petrus dalam Surat Galatia
Oleh Jimmy Akin

St. Petrus dan St. Paulus (Sumber: ascensionpress.com)
Orang-orang anti-Katolik menyerang kepausan dengan mencoba melemahkan peran Petrus dalam Gereja perdana. Mereka sering melakukannya dengan membuka dua bab pertama dari surat Galatia, di perikop tersebut Paulus menyebut nama Petrus. Mereka beranggapan bahwa Paulus meremehkan dan merendahkan Petrus, sesuatu yang tidak mungkin terjadi jika Petrus adalah kepala dari semua rasul. Tetapi pembacaan yang cermat menunjukkan bahwa Paulus sama sekali tidak meremehkan Petrus. Justru sebaliknya! Ia menggunakan Petrus sebagai contoh justru karena Petrus adalah pemimpin para rasul.
Paulus memiliki relasi pribadi dengan jemaat di Galatia dan telah membuat banyak orang bertobat di sana (4:12-16). Ia merasakannya sebagai suatu pengkhianatan pribadi ketika ada beberapa orang yang bertobat meninggalkan Injil pembenaran melalui iman kepada Kristus dan mulai menganut injil palsu yang mengatakan bahwa orang Kristen harus menerima Hukum Taurat supaya diselamatkan. Akibatnya, ia menulis kepada mereka dengan rasa marah demi kebaikan.
Ia tidak menuliskan ucapan syukur seperti biasanya kepada para pembacanya dan memulai isi suratnya dengan mengatakan, “Aku heran bahwa kamu begitu lekas berbalik dari Dia yang dalam anugerah Kristus telah memanggil kamu” (1:6 TB2). Kemudian, ia menyebut jemaat di Galatia sebagai “orang-orang yang bodoh” (3:1). Sikap yang berbeda dibandingkan dengan sikapnya dalam surat Roma. Ajaran sesat yang sama muncul di ibukota Kekaisaran, tetapi karena Paulus tidak memiliki relasi yang sama dengan jemaat di Roma, yang belum pernah dikunjunginya (Roma 1:8-15), maka ia menggunakan nada yang lebih ramah.
Yang paling mengejutkan Paulus adalah tuduhan yang dilontarkan oleh beberapa orang di Galatia bahwa Injilnya tentang pembenaran oleh iman kepada Kristus adalah versi yang dipermudah dari “Injil yang benar,” yang konon juga menuntut ketaatan kepada Hukum Taurat. Tuduhannya adalah bahwa Paulus sudah mempermudah Injilnya, untuk menyenangkan manusia dengan tidak meminta tuntutan berat dari mereka. Injil yang Paulus sampaikan adalah Injil “manusia.” Paulus menanggapi tuduhan ini dengan menyatakan anathema (pengutukan) kepada siapa pun yang memberitakan injil yang berbeda dari injilnya, dan, setelah pengutukan yang berapi-api ini, ia dengan sarkastis menambahkan, “Apakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Ataukah kucoba menyenangkan manusia?” (1:10 TB2).
Selanjutnya, Paulus membela Injil yang diberitakannya, untuk menunjukkan bahwa Injil itu bukan berasal dari manusia (1:11), tetapi diwahyukan kepadanya oleh Allah (1:12). Dari semua orang Galatia, Paulus menunjukkan bahwa ia adalah orang yang sangat taat menjalankan Hukum Taurat sebelum ia bertobat menjadi orang Kristen (1:13-14) dan menyatakan bahwa ketika Kristus menampakkan diri kepadanya (Kisah Para Rasul 9), ia tidak berunding dengan orang-orang lain tentang pesan Injil (1:15-16). Bahkan ia belum pernah bertemu dengan para rasul lainnya (1:17).
Baru setelah tiga tahun, Paulus berangkat ke Yerusalem dan tinggal selama dua minggu bersama Petrus (1:18-24). Ketika ia berada di sana, ia kebetulan bertemu dengan Yakobus tetapi tidak bertemu dengan rasul lainnya (1:19). Paulus bahkan meyakinkan para pembacanya bahwa ia tidak berbohong tentang hal ini (1:20), karena mereka mungkin berpikir, “Bagaimana mungkin seseorang pergi ke Yerusalem dan tidak berusaha untuk bertemu dengan semua rasul yang ada di sana?” Tetapi Paulus tidak berniat untuk bertemu dengan rasul-rasul yang lain, hanya Petrus yang ia kunjungi. Mengapa? Karena hanya Petrus yang harus ia temui. Ia adalah kepala rasul, sehingga Paulus ingin berdiskusi dengannya.
Empat belas tahun setelah pertobatannya, Paulus melakukan kunjungan lagi, di mana ia bertemu dengan para rasul yang lain (2:1-10). Ia menekankan bahwa ia tidak menjilat orang lain, dengan mengatakan bahwa reputasi para rasul yang terpandang tidak penting baginya, karena Allah menghakimi tanpa pandang bulu (2:6a). Tetapi Paulus sangat menghargai pengajaran para rasul di Yerusalem, yang juga telah diajar oleh Kristus. Injilnya harus sesuai dengan Injil mereka, sehingga ia menjelaskannya kepada mereka secara pribadi “supaya jangan dengan percuma aku berusaha atau telah berusaha” (2:2). Dengan demikian, ia melaporkan Injilnya kepada para rasul di Yerusalem.
Fakta bahwa Allah menghakimi tak pandang bulu ini tidak meniadakan jabatan-jabatan di dalam Gereja; ini berarti bahwa Allah akan menghakimi para pemegang jabatan secara tak pandang bulu. Paulus menunjukkan Petrus sebagai orang yang memiliki jabatan khusus, melebihi Yakobus dan Yohanes, sebagai orang yang dipercayakan Allah untuk memimpin misi kepada orang-orang Yahudi (2:7-8). Hal ini menjadikan Petrus sebagai contoh kasus yang sempurna untuk menunjukkan betapa pentingnya Injil. Injil lebih penting daripada siapa pun, sehingga Paulus menggunakan orang yang paling penting dalam Gereja perdana yaitu Petrus untuk menunjukkan hal ini.
Ia menceritakan suatu peristiwa ketika Petrus mengunjungi Gereja di Antiokhia (2:11-17). Petrus adalah orang yang pertama kali menerima orang bukan Yahudi ke dalam Gereja (Kisah Para Rasul 10), meskipun hal itu membuatnya dikritik (Kisah Para Rasul 11). Ketika Petrus mengunjungi Antiokhia, ia tetap melakukan kebiasaannya untuk mengadakan perjamuan makan bersama dengan orang-orang Kristen bukan Yahudi, tetapi ia menarik diri ketika beberapa orang Kristen Yahudi tiba (2:12). Paulus menegur Petrus karena tindakan ini dapat disalahpahami seakan-akan menyiratkan bahwa orang Yahudi tidak boleh duduk semeja dengan orang bukan Yahudi dan menganggap Hukum Taurat Musa masih berlaku (2:14-16). (Kita juga harus mencatat bahwa Paulus sendiri kemudian melakukan hal yang serupa yang berujung pada penangkapannya [Kisah Para Rasul 21:17-33]).
Petrus tahu bahwa menaati Hukum Taurat Musa tidaklah mutlak, dan Paulus mengingatkannya akan fakta ini (2:15-16). Pemahaman Petrus tentang injil adalah benar. Masalahnya ada pada perilakunya, bukan pada pengajarannya (sehingga hal ini sama sekali tidak relevan dengan isu infalibilitas paus, terutama karena Petrus tidak sedang mendefinisikan secara resmi suatu dogma iman). Teguran Paulus juga tidak merendahkan otoritas Petrus. Jika perilaku seorang paus menimbulkan skandal, ia harus ditegur oleh seseorang. Katharina dari Siena pernah menegur paus pada zamannya dan dia dipandang sebagai seorang doktor Gereja. Sebenarnya, justru karena Petrus begitu penting (karena ia adalah rasul utama) maka ia menjadi gambaran yang sangat berguna bagi penjelasan Paulus tentang pentingnya Injil.
Sumber: “Peter in Galatians”
Posted on 12 August 2024, in Apologetika. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0