[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beato Yohanes Won Gyeong-do
Profil Singkat
- Tahun dan tempat Lahir: 1774, Yeoju, Gyeonggi-do
- Gender: Pria
- Posisi/Status: Keluarga kelas bangsawan
- Usia: 27 tahun
- Tanggal Kemartiran: 25 April 1801
- Tempat Kemartiran: Yeoju, Gyeonggi-do
- Cara Kemartiran: Dipenggal
Yohanes Won Gyeong-do, juga dipanggil dengan nama ‘Sasin’, lahir di Yeoju, Gyeonggi-do di keluarga bangsawan. Pada tahun 1797, ketika dia berusia 23 tahun, dia bersama sepupunya Martinus Yi Jung-bae belajar Katekismus dari Yosafat Kim Geon-sun, dan kemudian mereka menjadi Katolik. Setelah itu, dia memperkenalkan Gereja kepada keluarganya. Dia menikah dengan putri dari Marselinus Choe Chang-ju.
Pada Minggu Paskah tahun 1800, Yohanes Won mengunjungi seorang teman bersama Martinus Yi kemudian mereka menyembah Tuhan dan menyanyikan lagu pujian bersama-sama. Pada saat itu, kepala petugas di Yeoju memutuskan untuk membasmi agama Katolik sampai ke akarnya. Dia mengeluarkan perintah untuk mengawasi secara rahasia setiap pergerakan umat Katolik. Polisi mendapat informasi mengenai suatu pertemuan umat beriman.
Dalam perjalanannya ke pihak kepolisian, mereka melewati rumah Yohanes Won. Ibunya yang sudah tua memohon kepada polisi, dengan tangisan, agar dia diperbolehkan melihat anaknya untuk terakhir kalinya, namun mereka menolak permintaannya.
Begitu mereka tiba di Yeoju, kepala petugas menghukum mereka dengan berat untuk memaksa mereka mengkhianati agama mereka dan memberitahu keberadaan umat Katolik lainnya. Kemudian, atas nama teman-temannya, Yohanes Won membuat pernyataan ini:
“Menurut agama Katolik, kami dilarang untuk memberitahu tentang orang-orang lainnya dan membahayakan sesama kami. Dan apa yang lebih penting adalah kami tidak dapat mengkhianati Tuhan.”
Setelah itu mereka dimasukkan ke penjara lebih dari enam bulan, dan mereka menjalani hukuman yang kejam. Selama waktu itu, ayah mertua Yohanes Won, Marselinus Choe, ditangkap dan dipenjarakan.
Tubuh Yohanes Won dipenuhi luka-luka dan darah, yang ia terima dari hukuman dan siksaan yang kejam, namun dia disembuhkan melalui mukjizat. Suatu hari pembantunya yang sudah tua datang ke penjara, dengan harapan untuk mengubah pikirannya, dengan mengatakan bahwa ibunya yang sudah tua dan istrinya dalam duka yang besar. Namun, dengan bantuan sepupunya Martin, dia menolak godaan itu.
Pada bulan Oktober 1800, Yohanes dan teman-teman Katoliknya dipindahkan ke kantor gubernur Gyeonggi, disana mereka dihukum lagi dengan berat. Ketika Penganiayaan Shinyu terjadi pada tahun berikutnya, gubernur dari Gyeonggi menyiksa tahanan lebih berat lagi untuk memaksa mereka menyangkal agama mereka.
Namun, Yohanes won dan teman-teman Katoliknya tidak pernah menyerah. Mereka menolak seluruh godaan dan tetap berdiri teguh sampai akhir, dengan saling menguatkan satu sama lain, dan saling mendoakan.
Akhirnya, setelah mendengar pernyataan terakhir mereka, gubernur mengumumkan hukuman mati, dan melaporkannya ke istana. Berikut ini adalah laporannya:
“Won Gyeong-do sangat menjiwai agama Katolik, dan dia menyarankan kakak laki-lakinya untuk tidak mempersembahkan ritual leluhur. Sikap seperti ini adalah perbuatan yang jahat yang menghancurkan kewajiban sebagai manusia.”
Istana memerintahkan untuk membawa mereka ke kampung halamannya masing-masing untuk dieksekusi dalam rangka membuat warga desa berubah melawan agama Katolik. Yohanes Won dibawa ke Yeoju bersama umat beriman lainnya pada tanggal 25 April 1801 (13 Maret pada penanggalan Lunar). Dia dipenggal dan meninggal sebagai martir di depan banyak orang, dan saat itu dia berusia 27 tahun.
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 14 November 2014, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. 3 Comments.
Pingback: Beato Petrus Jo Yong-sam | Terang Iman
Pingback: Beato Marselinus Choe Chang-ju | Terang Iman
Pingback: Beato Martinus Yi Jung-bae | Terang Iman