[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beato Paulus Pak Gyeong-hwa
Profil Singkat
- Tahun lahir: 1757
- Tempat Lahir: Hongju, Chungcheong-do
- Gender: Pria
- Posisi/Status: Keluarga kelas bangsawan
- Usia: 70 tahun
- Tanggal Kemartiran: 15 November 1827
- Tempat Kemartiran: Daegu, Gyeongsang-do
- Cara Kemartiran: Meninggal dalam tahanan
Paulus Pak Gyeong-hwa dikenal juga dengan nama ‘Dohang’, dia lahir di Hongju, Chungcheong-do di keluarga bangsawan. Dia menjadi seorang Katolik ketika dia berusia 33 tahun. Dia seseorang yang kaya dan dihormati oleh warga desa. Andreas Pak Sa-ui yang menjadi martir di Daegu pada tahun 1839, adalah putranya.
Paulus Pak ditangkap ketika penganiayaan terjadi tak lama setelah dia menjadi seorang Katolik. Karena alasan ini, imannya belum cukup kuat untuk menahan cobaan berat untuk keyakinannya. Sehingga, dia dibebaskan. Namun demikian, pengkhianatannya menjadi kesempatan baginya untuk memperkuat imannya. Dia berkomitmen pada dirinya sendiri untuk melaksanakan tugas keagamaannya dengan setia. Bahkan dia meninggalkan kampung halamannya untuk tinggal di daerah pegunungan demi menjalankan kehidupan agamanya dengan lebih rajin.
Ketika Pastor Yakobus Zhou Wen-mo memasuki Korea, Paulus Pak mengunjungi dia dan menerima Sakramen Baptis. Dia membaca buku-buku Katolik dengan semangat dan dia mencoba untuk memperkenalkan orang-orang kepada Gereja. Dia mengajarkan Katekismus kepada umat beriman dan juga dia menunjukkan kepada anak-anaknya suatu teladan yang baik tentang bagaimana seseorang yang beriman pada Tuhan harus hidup.
Pada umur 60 tahun, Paulus Pak pindah ke Gamagi di Danyang, Chungcheong-do bersama dengan keluarganya. Disana dia mendengar kabar tentang Penganiayaan Jeonghae yang terjadi pada tahun 1827. Dia memberitahukan kepada umat Katolik agar tidak cemas dan menguatkan mereka agar tetap setia kepada Tuhan. Kemudian dia pindah ke Meongemok di Sangju, Gyeongsang-do. Dia ditangkap pada akhir April ketika dia merayakan Hari Raya Kenaikan Tuhan kita bersama dengan umat beriman dan kemudian mereka dibawa ke Sangju.
Dalam perjalanannya ke Sangju, dengan penuh sukacita, Paulus Pak berkata kepada umat beriman; “Mari kita bersyukur kepada Tuhan dengan memberikan kita kesempatan besar untuk menderita demi Dia.” Akibatnya, dia dikenal sebagai pemimpin umat Katolik dan dia disiksa lebih berat daripada umat Katolik lainnya. Walaupun demikian, imannya kepada Tuhan tak tergoyahkan. Bahkan ketika dia sedang disiksa, dia berkata, “Walaupun tubuh saya terpampang di depan kepala petugas, jiwa saya berada di tangan Tuhan saya.” Dia mendorong umat beriman lainnya dalam penjara dan lebih memperhatikan mereka daripada berpikir untuk dirinya sendiri dalam usianya yang sudah tua.
Menyadari bahwa tidak dapat membuat Paulus Pak menyerah dari agama Katolik, kepala petugas di Sangju memerintahkan agar dia dikirimkan ke Daegu. Anak-anaknya juga dibawa ke Daegu setelah mereka menyatakan imannya kepada Tuhan. Mereka semua kecuali putra tertuanya yaitu Andreas, dibebaskan.
Gubernur Daegu memerintahkan agar Paulus Pak disiksa terus menerus selama tiga hari. Dia tetap tidak mengubah pikirannya. Kemudian dia dijatuhi hukuman mati dan dipenjarakan. Suatu hari jaksa membuat dia berdiskusi tentang doktrin agama dengan seorang biksu dari agama Buddha. Mendengar penjelasan yang jelas dan meyakinkan, petugas memuji dia dan berkata, ‘Agama Katolik adalah agama yang benar.’
Ketika pergantian gubernur, Paulus Pak dibawa dari penjara dan diinterogasi dan disiksa kembali. Oleh karena usianya yang sudah tua dan rasa sakit yang sudah dia terima sebelumnya, dia tidak dapat lagi menahan siksaan. Dia merasakan bahwa hari terakhirnya semakin dekat. Oleh karena itu, dia memanggil putranya dan sesama umat Katolik, kemudian dia berkata:
“Mohon untuk berpikir bahwa penjara ini adalah Surga. Jangan teralihkan dengan memikirkan keluargamu yang berada di luar Kamu mengikuti saya. Ini benar-benar sebuah berkat untuk mati bagi Yesus Kristus.”
Kemudian dia menyerahkan jiwanya kepada Tuhan dengan damai. Pada saat itu tanggal 15 November 1827 (27 September pada penanggalan Lunar). Paulus Pak pada saat itu berusia 70 tahun. Dikatakan bahwa, lima bulan kemudian ketika umat beriman memindahkan tempat pemakamannya, dia masih terlihat damai seperti sebelumnya.
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 6 April 2015, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. 1 Comment.
Pingback: Beato Andreas Pak Sa-ui | Terang Iman