[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beato Ambrosius Kim Se-bak
Profil Singkat
- Tahun lahir: 1761
- Tempat Lahir: Seoul
- Gender: Pria
- Posisi/Status: Keluarga kelas menengah
- Usia: 67 tahun
- Tanggal Kemartiran: 3 Desember 1828
- Tempat Kemartiran: Daegu, Gyeongsang-do
- Cara Kemartiran: Meninggal dalam tahanan
Ambrosius Kim Se-bak juga dipanggil dengan nama ‘Gun-mi’, dia lahir pada tahun 1761 di Seoul. Ayahnya adalah seorang penerjemah. Tak lama setelah Gereja Katolik diperkenalkan ke Korea, dia percaya kepada Tuhan dan menjadi seorang Katolik. Nama dewasa dia adalah ‘Eon-u’. Thomas Kim Beom-u yang menjadi meninggal dalam pengasingan pada tahun 1786, adalah kerabat jauhnya. Setelah dia mulai percaya akan agama Katolik, Ambrosius Kim berusaha untuk mengajarkan doktrin Katolik kepada istri dan anak-anaknya dengan ketulusan hati, namun keluarganya tidak menerima agama baru itu.
Istrinya adalah seorang wania yang kasar dan dia mengganggu kehidupan Kristennya dengan luapan kemarahan dia, bahkan menghina agamanya. Sehingga dia memutuskan untuk meninggalkan keluarganya dan menghabiskan waktu dengan berkeliling untuk mengajar Katekismus kepada orang-orang, dan juga dia menulis ulang buku-buku Katolik. Kemudian dia memiliki kesempatan yang baik untuk bertemu dengan Pastor Yakobus Zhou Wen-mo yang telah datang ke Korea, dan menerima Sakramen darinya.
Suatu ketika, Ambrosius Kim pergi ke gunung untuk berdoa dan memperkuat kehidupan imannya. Dia menikmati dalam mengajar anak-anak dan dia berusaha untuk tidak berlebihan dalam kebiasaan makannya. Dia setia dalam kehidupan doanya. Dia tidak pernah lalai untuk bangun dari tidurnya saat tengah malam untuk berdoa dalam keheningan.
Ketika Penganiayaan Jeonghae terjadi pada tahun 1827, Ambrosius Kim menyadari bahwa tak ada jalan untuk melarikan diri, dia pergi ke kantor pemerintahan Andong untuk menyerahkan diri dan mengaku bahwa dia adalah seorang Katolik. Tak lama kemudian, dia dibawa kepada kepala pejabat yang menginterogasi dia untuk memaksanya melaporkan keberadaan sesama umat Katolik dan buku-buku agama. Namun dia tidak berkata apapun. Satu bulan kemudian, Ambrosius Kim dipindahkan ke Daegu, di mana dia bertemu Andreas Yi Jae-haeng, Andreas Kim Sa-geon, dan Andreas Pak Sa-ui. Mereka saling menguatkan dan menghibur agar iman mereka kepada Tuhan tetap teguh.
Mereka sering dibawa menghadap gubernur dan disiksa dengan berat, namun mereka menahan seluruh cobaan dengan kesabaran dan keberanian yang luar biasa. Gubernur melaporkan kejahatan mereka ke Departemen Hukum sebagai berikut:
“Kim Se-bak menyerahkan diri dan dipenjarakan, namun dia tidak pernah menyesal apa yang telah dia lakukan dalam hidupnya, walaupun berarti dia harus mati.”
Ambrosius Kim menandatangani dokumen pengadilan dan menunggu hari kemartirannya. Dia memutuskan untuk berpuasa sebagai bentuk persembahannya kepada Tuhan dan menjalankan hal ini dengan setia karena dia tahu bahwa makanan yang disediakan untuknya berasal dari pajak yang dibayar oleh wilayah tetangga. Ketika teman-temannya ingin mengikuti teladannya yaitu dengan berpuasa juga, dia menasihatinya dengan berkata, “Hal ini seperti melakukan bunuh diri.” Kemudian dia enggan menyerah dengan cara demikian dan mulai makan kembali.
Kelelahan karena siksaan yang berulang-ulang dan juga berpuasa, Ambrosius Kim menjadi sangat sakit dan kehidupan di penjara tak tertahankan lagi. Dikelilingi oleh teman-temannya, dia meninggal dalam penjara pada tanggal 3 Desember 1828 (27 Oktober pada penanggalan Lunar). Ambrosius Kim saat itu berusia 67 tahun.
Dikatakan bahwa umat Katolik yang menangisi kematian temannya itu dan menghormati kehidupannya yang suci dan akhirnya yang mulia dalam rahmat Tuhan.
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 12 April 2015, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0