Apakah Yudas Menerima Ekaristi pada Perjamuan Terakhir?

Oleh Clement Harrold

Detail of the Da Vinci’s The Last Supper by Giacomo Raffaelli, Vienna (Sumber: stpaulcenter.com)

Doktrin Katolik dengan jelas mengajarkan bahwa seseorang yang berada dalam keadaan berdosa berat tidak boleh menerima Komuni Kudus. Seperti yang dijelaskan dalam Katekismus Gereja Katolik, “Tetapi bukan Ekaristi, melainkan Sakramen pengampunan ditetapkan untuk mengampuni dosa berat. Ekaristi adalah Sakramen bagi mereka, yang hidup dalam persekutuan penuh dengan Gereja” (#1395).

Prinsip ini berakar dari Perjanjian Baru, yang diambil dari perintah Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus: “Karena itu, hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Sebab, siapa yang makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Korintus 11:28-29 TB2).

Namun, hal ini menjadi teka-teki bagi umat beriman Katolik ketika memperhatikan kasus Yudas Iskariot. Meskipun beberapa catatan Injil kurang begitu jelas (Matius 26:20-29; Markus 14:17-25; Yohanes 13:21-30), Injil Lukas tampaknya mengindikasikan bahwa Yudas menerima Komuni Kudus di Ruang Atas:

Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya, dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu. Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku.” Demikian juga dilakukan-Nya dengan cawan sesudah makan. Ia berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu. Tetapi, lihat, tangan orang yang menyerahkan Aku, ada bersama dengan Aku di meja ini. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang membuat Ia diserahkan!” (Lukas 22:19-22 TB2)

Yudas rupanya masih berada di meja perjamuan setelah penetapan Ekaristi, sehingga kita dapat berasumsi bahwa ia menerima Sakramen itu bersama dengan murid-murid yang lain. Tetapi jika (sepertinya) Yudas menerima Ekaristi dengan cara yang tidak layak, mengapa Yesus tidak melakukan apa pun untuk mencegahnya?

Selama berabad-abad, ada beberapa pendekatan yang berbeda terhadap pertanyaan ini. Yang pertama, yang disukai oleh para Bapa Gereja seperti St. Hilarius dari Poitiers dan St. Efraim dari Siria, adalah mencoba untuk membaca catatan-catatan Injil sedemikian rupa untuk berargumen bahwa Yudas sebenarnya tidak menerima Ekaristi. Seperti yang telah kita lihat, masalahnya adalah bahwa pendekatan ini tampaknya bertentangan dengan pembacaan Injil Lukas secara literal.

Solusi lain yang ada adalah mengakui bahwa Yudas menerima Ekaristi, tetapi mengusulkan bahwa ia melakukannya dengan sah karena ia telah bertobat dari pengkhianatannya di dalam hatinya. Para pendukung pandangan ini menunjuk pada Matius 27:3-5, di mana kita diberitahu bahwa Yudas menyesal dan mengembalikan tiga puluh keping perak kepada para imam dan tua-tua, sebelum ia pergi untuk menggantung diri. Namun, masalah yang muncul dari penafsiran ini adalah Injil Matius dengan jelas menggambarkan bahwa penyesalan Yudas terjadi setelah Perjamuan Terakhir. Faktanya, Yudas pergi langsung dari Ruang Atas untuk bertemu dengan para penangkap Yesus, sehingga sulit untuk mengatakan bahwa ia benar-benar menyesal pada saat Perjamuan Terakhir.

Hal ini menyisakan satu penjelasan terakhir yang dipertahankan oleh St. Agustinus dari Hippo, St. Yohanes Krisostomus, dan St. Thomas Aquinas. Bagi para pemikir ini, pemahaman yang benar adalah bahwa Yudas memang menerima Ekaristi pada Perjamuan Terakhir, dan hal ini merupakan sesuatu yang diizinkan oleh Yesus karena dosa si pengkhianat belum diketahui oleh umum. Seperti yang dijelaskan Aquinas dalam Summa Theologiae, “Tidaklah sesuai dengan otoritas pengajaran-Nya untuk menyingkirkan Yudas, seorang pendosa yang belum terungkap, dari Perjamuan Kudus bersama dengan yang lain tanpa adanya seorang penuduh dan bukti yang jelas” (ST III.81.2).

Bagi Aquinas, prinsip penting di sini adalah para imam tidak dapat membaca jiwa, dan akan menjadi sesuatu yang tidak adil bagi mereka untuk “mengungkapkan” terang-terangan di hadapan umum seorang pendosa yang melakukan dosa tersembunyi dengan tidak memberikan Komuni Kudus. Tentu saja imam dapat mencoba berdialog dengan orang tersebut secara tertutup, tetapi dalam kasus dosa-dosa yang bersifat pribadi atau disembunyikan, keputusan individu untuk menerima Sakramen tetap (sampai batas tertentu) berada di antara mereka dan Tuhan.

Jika seorang imam berkendara melewati sebuah klinik aborsi dan melihat salah satu umatnya berjalan menuju pintu, hal itu tidak dengan sendirinya menjadi alasan bagi imam itu untuk menolak memberikan Komuni Kudus di depan umum pada saat orang itu menghadiri Misa berikutnya. Tentu saja, jika umat tersebut telah berpartisipasi dalam aborsi, maka ia akan memiliki kewajiban berat untuk menahan diri dari Komuni sampai menerima pengampunan sakramental. Tetapi intinya adalah karena dosa itu dilakukan secara pribadi, tanggung jawab untuk menegakkan kewajiban itu akan jatuh pada umat, bukan pada imam.

Tentu saja Yesus dapat membaca jiwa seseorang, menurut Aquinas tujuan Yesus pada Perjamuan Terakhir adalah untuk memberikan sebuah teladan tentang bagaimana para imam pada umumnya seharusnya bertindak: “Oleh karena itu, Kristus tidak mengusir Yudas dari Komuni; sehingga hal itu memberikan contoh bahwa para pendosa rahasia seperti itu tidak boleh diusir oleh para imam lainnya.” Jadi, tampaknya Yudas memang menerima Ekaristi pada Perjamuan Terakhir, dan Yesus membiarkannya karena dosa Yudas belum terungkap ke publik.

Hal ini menekankan satu poin penting, yaitu bahwa dalam kasus-kasus di mana individu-individu hidup dalam keadaan dosa mortal (berat) di depan umum, misalnya seorang politisi Katolik berulang kali dan secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap aborsi,  maka Gereja berkewajiban untuk tidak memberikan Komuni Kudus kepada mereka hingga mereka telah bertobat dari tindakan mereka (lihat Kitab Hukum Kanonik #915). Dalam situasi seperti ini, imam yang memberikan Komuni Kudus tidak berusaha untuk membaca jiwa orang tersebut atau dengan cara apa pun mengekspos mereka sebagai orang yang tidak layak; sebaliknya, imam menolak mereka menerima Sakramen atas dasar perbuatan buruk mereka di depan umum, demi menjaga ajaran-ajaran Gereja dan menghindari skandal yang memalukan bagi umatnya.

Kasus tragis Yudas seharusnya menjadi sebuah kisah pengingat bagi kita semua dalam cara kita memperlakukan Ekaristi Kudus. Pengajaran tentang Roti Hidup di Kapernaumlah yang pertama kali membuat Yudas goyah dalam imannya (lihat Yohanes 6:66-71), dan setelah ia menerima Ekaristi secara tidak layak, Iblis masuk ke dalam dirinya (lihat Yohanes 13:27). Oleh karena itu, hendaklah kita berdoa dengan sungguh-sungguh untuk karunia iman yang memampukan kita untuk menerima misteri ini dengan lebih penuh, dan untuk memperlakukan Sakramen dengan penuh hormat dan kerendahan hati.

 

Clement Harrold adalah seorang mahasiswa pascasarjana dalam bidang teologi di Universitas Notre Dame. Tulisan-tulisannya telah dimuat di First Things, Church Life Journal, Crisis Magazine, dan Washington Examiner. Ia memperoleh gelar sarjana dari Universitas Fransiskan Steubenville pada tahun 2021.

 

Sumber: “Did Judas Receive the Eucharist at the Last Supper?”

Posted on 27 March 2024, in Kenali Imanmu, Kitab Suci and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. 1 Comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.