Cara Menjelaskan Salib kepada Buah Hati Anda

Oleh Christine Ponsard

Salib bagi anak-anak (Sumber: aleteia.org dan shutterstock)

Jangan membahas detailnya, tapi kasih yang ada di baliknya

Kadang-kadang ada rasa enggan untuk menjelaskan salib kepada anak kecil, karena takut membuat mereka tidak nyaman dengan sesuatu yang mengerikan dan juga takut salah menggambarkan tentang iman Kristen. Dengan sendirinya, salib bukan sesuatu yang menyenangkan, karena salib adalah alat penyiksaan yang sangat kejam, dan orang bisa memahami akan rasa jijik dengan melihatnya tanpa tahu artinya.

Jika salib menjadi gambaran seseorang yang sudah disiksa atau contoh orang yang dihukum mati secara tidak adil, maka menyimpan salib di rumah dan di gereja menjadi semacam masokisme1 yang tidak sehat.

Tetapi Yesus bukanlah manusia biasa, dan jika Dia disalibkan, itu bukan karena Dia tidak punya pilihan. Sebagai Putra Allah, dan Allah sendiri, Dia memberikan nyawa-Nya karena kasih-Nya kepada kita. Dia bisa saja membinasakan mereka yang membunuh-Nya, tetapi Dia dengan bebas memilih untuk tidak melakukannya, demi menyelamatkan mereka, demi menyelamatkan kita.

Inilah sebabnya mengapa sangatlah penting, terutama pada hari Jumat Agung, untuk membicarakan hal ini kepada anak-anak kita.

Jangan terpaku pada detail-detail yang mengerikan, tetapi bicarakanlah tentang kasih Tuhan.

Salib itu menyakitkan dan anak-anak yang sensitif bisa sangat terpengaruh oleh realisme beberapa salib atau gambar yang menunjukkan Yesus berlumuran darah, kelelahan, dan kesakitan. Untuk menjelaskan betapa Yesus mengasihi kita, janganlah kita menggunakan gambaran-gambaran seperti ini, karena anak-anak berisiko terpengaruh hanya oleh kengerian siksaan yang terjadi pada Yesus dan membuat mereka merasa takut.

Untuk menghindari hal ini, banyak orang tua dan katekis tergoda untuk berbicara sesedikit mungkin tentang Sengsara dan Penyaliban kepada anak-anak, yang melewatkan dengan cepat Jumat Agung dan langsung menuju ke sukacita Paskah.

Namun, salib bukanlah aspek kecil dari iman kita; salib adalah inti dari misteri ini. “Seperti yang diingatkan St. Paulus, kita memberitakan tentang Mesias yang disalibkan” (1 Korintus 1:23). Dengan kata lain, kita mewartakan Yesus yang telah datang untuk menyatakan kerahiman Allah yang tak terbatas kepada kita. Ketika berbicara tentang salib, kita tidak perlu memikirkan detail-detail yang mengerikan, tetapi berfokus pada kasih Tuhan bagi kita masing-masing: Dia, Putra Allah, Yang Mahakuasa, menjadi miskin dan tidak berdaya di tangan kita, untuk menyerahkan nyawa-Nya demi kasih. Dan salib adalah tanda nyata dari kasih ini.

Mengambil dari Injil

Untuk membantu anak-anak memahami hal ini, janganlah kita bergantung pada penjelasan rinci tentang siksaan Yesus, tetapi bergantunglah pada Firman Allah. Bukan kata-kata kita yang akan membuat mereka masuk ke dalam misteri salib, melainkan Roh Kudus sendiri, melalui apa yang kita katakan. Tuhan membutuhkan kita untuk memperkenalkan diri-Nya kepada anak-anak kita, tetapi kita dipanggil seperti St. Paulus untuk memberitakan Injil “bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia” (1 Korintus 1:17). Seperti yang ditulis Sang Rasul, “Aku tidak datang dengan kata-kata yang muluk atau hikmat yang tinggi untuk menyampaikan rahasia Allah kepada kamu. Sebab, aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1 Korintus 2:1-2 TB2).

Mari kita mulai dari teks Injil itu sendiri. Sebagai contoh, setiap malam di pekan ini, ketika kita berdoa sebagai satu keluarga, kita dapat membaca ulang bagian dari Kisah Sengsara. Mungkin anak yang paling kecil tidak akan mendengarkan semuanya, mungkin juga tidak akan mengerti semuanya (begitu juga kita), tetapi firman Allah akan masuk ke dalam diri mereka. Janganlah kita lupa bahwa apa yang tersembunyi bagi orang bijaksana dan terdidik akan diungkapkan kepada anak-anak kecil. Kita dapat menunjukkan kepada mereka sebuah salib, yang akan kita hormati pada hari Jumat Agung, di tempat doa misalnya. Yang penting adalah menghayati hal ini dalam suasana damai, cinta dan kontemplasi, bukan hanya pada saat doa, tetapi sepanjang Pekan Suci.

Salib tidak dapat dipisahkan dari kebangkitan

Meskipun kita lebih fokus pada salib pada hari Jumat Agung dan kebangkitan pada hari Minggu Paskah, masing-masing dari kedua peristiwa ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Inilah sebabnya mengapa Jumat Agung (Good Friday) disebut baik (good) [atau di Indonesia disebut agung], terutama bagi anak-anak kecil yang bagi mereka tiga hari ini mewakili keabadian, untuk menyelesaikan Jalan Salib (bila ada), atau doa keluarga pada Jumat Agung, dengan mengumumkan kebangkitan dan perayaan Paskah yang akan datang.

Sebaliknya, jika kita mengabaikan Sengsara Yesus, apa yang dapat kita katakan tentang kebangkitan? Kita berisiko mereduksinya menjadi sekadar pembaruan kehidupan, seperti musim semi setelah musim dingin. Dengan ingin membuat segala sesuatunya bisa diterima oleh anak-anak, justru kita mengkhianati mereka.

 

Catatan kaki:

[1] Masokisme adalah kelainan jiwa yang berkaitan rasa puas dari kekejaman atau kekerasan, dan juga merupakan bentuk kelainan seksual

 

Sumber: “How to talk to little ones about the cross”

Posted on 26 March 2024, in Keluarga and tagged , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.