[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beato Tadeus Ku Han-seon
Profil Singkat
- Tahun lahir: 1844
- Tempat Lahir: Haman, Gyeongsang-do
- Gender: Pria
- Posisi/Status: Akolit/Putra altar dari keluarga kelas menengah
- Usia: 22 tahun
- Tanggal Kemartiran: 1866
- Tempat Kemartiran: Haman, Gyeongsang-do
- Cara Kemartiran: Dipukuli
Tadeus Ku Han-seon lahir di Minarigol, Haman, Gyeongsang-do (sekarang, Pyeongrim-ri, Daesan-myeon, Haman-gun, Gyeongnam) pada keluarga kelas menengah. Tadeus Kim adalah seorang anak yang cerdas dan dia membaca banyak buku. Kadang-kadang dia tertipu oleh praktik sihir sebelum dia menjadi Katolik.
Suatu hari dia secara kebetulan bertemu dengan seorang Katolik dan dia mendengar tentang agama Katolik. Dia tanpa menunda-nunda menerima agama Katolik dan dia dibaptis oleh Uskup Santo Marie Nicolas Antoine Daveluy. Dia mengabdikan dirinya untuk menjalankan agamanya selama sepuluh tahun, dan dia dipilih sebagai seorang putra altar untuk Pastor Félix-Claire Ridel (yang kemudian menjadi Uskup). Kadang-kadang, dia ikut menemani Pastor Ridel ke Pulau Geoje untuk melakukan karya misioner.
Ketika Penganiayaan Byeongin yang terjadi pada tahun 1866, Tadeus Ku ditangkap oleh polisi dari Jinju ketika dia melakukan perjalanan pulang setelah dia mengucapkan salam perpisahan kepada Pastor F. Ridel. Dia dibawa ke kantor pemerintahan dan di sana dia menjalani interogasi dan siksaan berat. Namun, dia tidak pernah menyangkal imannya kepada Tuhan. Selama di penjara, dia menulis tentang inti dari doktrin Katolik, dan mengirimkannya kepada istri dari hakim di Jeonju.
Ketika istri dari hakim membaca tulisan Tadeus Ku, dia meminta kepada suaminya supaya dia dibebaskan. Namun hakim yang marah atas permintaan istrinya itu, memerintahkan agar tahanan itu dikeluarkan dari penjara dan dipukuli dengan kejam. Walaupun demikian, Tadeus Ku tidak mengeluarkan suara dan erangan apapun. Kemudian hakim menjadi lebih marah lagi dan memarahi sipir penjara dengan berkata, ‘Kamu tidak memukulinya dengan keras. Pukul dia dengan seluruh kekuatanmu.’ Sipir penjara menjawab demikian, ‘Kita telah memukuli dia dengan keras. Jika kita memukuli dia lebih kuat lagi, maka dia akan mati.’
Hakim bertanya kepada Tadeus Ku; “Mengapa kamu tidak mengerang atau mengeluarkan suara apapun?” Tadeus Ku menjawab; “Ibuku yang sudah tua sedang berdiri di luar gerbang. Jika saya mengerang, dia akan mendengar saya dan dia akan pingsan. Ini alasan saya mengapa saya tidak mengerang.” Hakim bertanya kembali, “Mengapa kamu percaya akan agama Katolik?” Tadeus Ku menjawab; “Gereja Katolik mengajarkan kita untuk menjalankan bakti seorang anak kepada orang tua. Itulah mengapa saya percaya kepada Tuhan.”
Setelah dihukum dengan kejam, Tadeus Ku dilepaskan dan dipulangkan ke rumanhnya. Namun dia meninggal setelah tujuh hari karena pukulan dan siksaan berat yang dia alami. Pada saat itu, Tadeus Ku berusia 22 tahun.
Dikatakan bahwa ketika dia meninggal sebagai martir, sebuah tulisan Mandarin (品) telah ditulis di keningnya dengan warna merah. Keluarganya datang untuk mengambil jenazahnya dan memakamkannya di kampung halamannya.
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 29 May 2015, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0