Maria: Karya Agung Allah

Oleh Tim Gray

Bunda Maria Sang Theotokos (Sumber: stpaulcenter.com)

Terang Sang Putera Allah begitu cemerlang sehingga terang-Nya itu melingkupi seluruh sejarah umat manusia, bahkan jauh sampai ke ujung Perjanjian Lama. Sama seperti cahaya matahari yang dipantulkan bulan, demikian juga Terang Sang Putera Allah, dan terang itu dipantulkan oleh Bunda Maria. Sesuai dengan tradisi Katolik, sebagaimana yang diajarkan oleh St. Pius X bahwa Kristus digambarkan dalam Perjanjian Lama, Maria pun biasanya digambarkankan juga: “Dalam sebuah kata, setelah Kristus, kita menemukan Maria pada akhir hukum dan penggenapan dari berbagai gambaran dan nubuat.” Salah satu contohnya adalah tabut perjanjian, yang membawa hadirat Allah dan dengan demikian menggambarkan Maria yang membawa Kristus sebagai Theotokos, atau Bunda Allah.

Dalam Perjanjian Lama, hadirat Allah atau kemuliaan-Nya tinggal dalam Tabernakel yang dibuat sesuai dengan perintah yang diberikan kepada Musa. Namun Tabernakel Allah itu dilarang untuk dimasuki, kecuali oleh imam agung yang dapat mendekatinya hanya pada Hari Penebusan (Yom Kippur –red.) setelah berbagai kurban penghapus dosa dipersembahkan. Oleh karena dosa Israel, Tabernakel itu hilang dan tempat tinggal Allah yang nyata di tengah umat-Nya itu dibawa pergi ke pengasingan, yang berlanjut hingga zaman Yesus. Namun dengan ucapan “Fiat (Terjadilah padaku –red.)  Maria ketika Pemberitaan Kabar Sukacita, Allah membangun kembali hadirat-Nya di antara umat Israel, dengan cara yang lebih besar dan lebih mendalam lagi. Alih-alih tinggal dalam sebuah tabernakel yang dibuat dari emas dan dilapisi dengan batu permata yang berharga, Allah membuat hadirat-Nya dalam daging dan darah dari seorang pribadi manusia yaitu Maria. Dialah tabernakel yang utama, ditempa bukan dengan emas tapi dengan rahmat Allah. Maria dihiasi bukan dengan batu permata namun oleh kebajikan, terutama kerendahan hati dan cinta. Katekismus menuliskan bahwa dalam Maria, Allah Bapa akhirnya menemukan tempat tinggal yang layak di antara manusia untuk kehadiran-Nya:

Untuk pertama kalinya dalam rencana keselamatan, dan karena Roh-Nya telah mempesiapkan Maria, Bapa menemukan tempat tinggal, di mana Putera-Nya dan Roh-Nya dapat tinggal di antara manusia. (Penekanan asli Katekismus Gereja Katolik 721)

Sejak di Taman Eden, Allah telah ingin tinggal di antara umat-Nya, dan kini “dalam  diri Maria, Roh Kudus menggenapi rencana kebaikan Bapa yang penuh kasih” (Penekanan asli Katekismus Gereja Katolk 723)

Dalam Perjanjian Lama, tabut perjanjian menyimpan tiga benda:

  1. Loh Batu di mana jari Allah telah menuliskan Sepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai,
  2. Sebuah tempayan yang berisikan manna yang telah disediakan Allah secara ajaib sebagai makanan bagi bangsa Israel selama empat puluh tahun mereka berada di padang gurun,
  3. Tongkat Harun, imam agung pertama dari hukum lama.

Tabut Perjanjian itu kudus karena apa yang ada di dalamnya, dan kehadirannya menjadi identik dengan kehadiran Allah di antara bangsa Israel. Di mana tabut perjanjian itu berada, maka di sana juga Yahwe hadir. Dengan demikian bejana kudus tempat kehadiran Allah dibuat dan diperlakukan dengan perhatian khusus. Pada bab-bab terakhir Kitab Keluaran memberitahu kita bahwa tabut itu dibuat dengan kayu akasia yang diukir dengan tangan dan dilapisi dengan emas murni baik sisi dalam maupun sisi luarnya. Hanyalah orang Lewi, suku yang telah ditunjuk untuk melayani tabernakel, mereka yang harus mengangkut tabut itu hanya dengan menggunakan kayu pengusung, kayu-kayu pengusung itu dilapisi dengan emas yang dimasukkan melalui gelang-gelang emas di sisi-sisi tabut itu.

Jika dalam Perjanjian Lama, tabut itu hanya terbuat dari emas dan kayu yang berharga, yang menjadi suatu tempat kehormatan karena tabut itu menjadi media kehadiran Allah, maka tidak aneh jika Maria memegang posisi yang lebih terhormat dalam Perjanjian Baru. Tabut itu membawa hadirat Allah, dan setelah Kabar Sukacita, Maria mengandung Allah dalam rahimnya. Sebagaimana tabut perjanjian berisikan loh batu hukum lama, manna, dan tongkat Harun, Maria membawa Yesus Kristus Sang Mesias dalam rahimnya, Yesuslah hukum yang baru, roti hidup dari Surga, dan imam agung yang sejati yang mempersembahkan hidup-Nya sendiri bagi kita.

Umat Kristen perdana memahami Maria sebagai tabut perjanjian yang baru yang dibuktikan dalam karya St. Lukas dalam tulisannya pada kisah Bunda Maria mengunjungi Elisabet (Lukas 1:39-56). Lukas dengan cermatnya menuliskan kisah paralel Maria yang membawa Yesus (dalam rahimnya) untuk mengunjungi Elisabet dengan tabut perjanjian yang membawa hadirat Allah ke Yerusalem. Dalam 2 Samuel 6, kita bisa mendengarkan bagaimana kisah Daud menyadari dua perasaan dalam dirinya ketika Tabut Perjanjian dipindahkan ke Yerusalem yaitu ketidakpantasan dirinya jika tabut itu datang ke tempatnya (ayat 9) dan berkat yang tak terhingga yang dibawa oleh kehadiran tabut itu (ayat 12). Daud mempersembahkan kurban (ayat 13), dan melompat-lompat dan menari-nari (ayat 16) di hadapan tabut ketika proses perarakan berlangsung menuju Yerusalem di tengah sorak sorai dan bunyi sangkakala (ayat 15).

St. Lukas memparalelkan kisah Bunda Maria mengunjungi Elisabet dengan adegan ini dalam 2 Samuel 6 untuk menunjukkan bahwa Maria adalah tabut perjanjian yang baru. Maria seperti Daud, menuju pegunungan di wilayah Yehuda. Ketika Maria yang mengandung Kristus dalam rahimnya, menuju rumah Elisabet, dan St. Yohanes Pembaptis “melonjak” dalam rahim Elisabet dan diapun berseru dengan “suara nyaring” yang mengingatkan kita kembali tentang Daud yang melompat-lompat di hadapan tabut perjanjian dan sorak sorai orang-orang Israel. Elisabet menyapa Maria dengan kata-kata yang serupa dengan kata-kata Daud, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku [yang adalah tabut perjanjian yang baru] datang mengunjungi aku? (Lukas 1:43)”

Dengan dinaungi Roh Kudus, Maria menjadi tabut yang baru dan paling penting. Sama seperti tabut perjanjian yang dikuduskan karena isinya yang berharga, demikian pula Maria dikuduskan karena Putera Allah yang menjadi manusia dalam rahimnya dan menjadi tempat tinggalnya Roh Kudus. Jika tabut perjanjian dihormati dalam liturgi umat Israel, maka seharusnya tidak mengherankan bahwa tabut Perjanjian Baru yaitu Maria memiliki tempat yang terhormat dalam liturgi dan kehidupan umat Israel yang baru, yaitu Gereja. Lagipula, Allah telah menempatkan Maria di tengah-tengah Bait Surgawi-Nya dan telah memahkotainya dengan mahkota dari dua belas bintang. Dalam pengihatan Yohanes, sepertiga malaikat bersama dengan pemimpin mereka yaitu seekor naga yang besar yang dilemparkan dari langit (bdk. Yesaya 14:12-14, Lukas 10:18, Wahyu 12:1-3 –red.), sedangkan wanita itu diangkat di atas sayap elang (bdk. Wahyu 12:14  dengan mengacu pada Bahasa Yunani ἀετοῦ [aetou] atau ‘eagle’ dalam Bahasa Inggris). Dengan jelas Allah telah menurunkan “orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah (Lukas 1:52).” Oleh karena itu Katekismus menyatakan demikian: “Ketika tiba waktunya, Maria, Bunda Allah yang suci murni dan tetap perawan, adalah mahkota perutusan Putera dan Roh Kudus (KGK 721).” Sebagai “karya agung” Allah maka tidak mengherankan mengapa segala keturunan menyebutnya bahagia.

Dr. Tim Gray adalah Presiden dari Augustine Institute dan juga Profesor Kitab Suci di St. John Vianney Theological Seminary. Dia meraih gelar PhD dalam bidang Studi Alkitab dari Catholic University of America.

Sumber: “Mary: God’s Masterwork”

Advertisement

Posted on 13 May 2019, in Kenali Imanmu and tagged , , , . Bookmark the permalink. 1 Comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: