Pengalaman Satu Bulan Jadi Imam

Oleh Romo John Kladar

Fr. John Kladar (Sumber: catholic-link.org)

Sudah lebih dari enam minggu sejak saya ditahbiskan menjadi seorang imam Katolik untuk Keuskupan Rockford pada 1 Juni 2019. Sejak saat itu, saya sudah merayakan lebih dari 60 Misa, mengurapi beberapa orang sakit, memimpin beberapa pemakaman, dan membaptis seorang anak.

Saya juga menghadiri tahbisan dua orang teman saya di Madison, Wisconsin dan di Wishaw, Skotlandia.

Sementara itu seluruh kesempatan pastoral telah memengaruhi saya selama masa singkat saya menjadi seorang imam; aspek imamat yang paling mengubah hidup saya adalah waktu yang saya luangkan dalam ruang pengakuan dosa. Di sini saya dengan rendah hati mendengarkan umat Allah ketika mereka menerima kerahiman Yesus Kristus melalui sakramen rekonsiliasi.

Ketika saya tumbuh dewasa, dapat saya katakan bahwa saya memiliki hubungan cinta/benci dengan sakramen pengakuan dosa. Sebagai seorang anak kecil, saya merasakan ketakutan ketika menceritakan kelemahan-kelemahan saya kepada seorang pria yang saya lihat dalam diri imam di tempat saya tinggal. Seiring waktu berlalu, saya menjadi dewasa dan menyadari bahwa saya sedang berbicara kepada Yesus dalam peristiwa penyembuhan ini.

Saya menyadari bahwa Yesus benar-benar menyembuhkan saya, dan saya perlu untuk mengatakan tentang luka batin saya kepada-Nya melalui sang imam. Setelah memahami hal ini, bagi saya hidup itu lebih menyenangkan ketika saya melakukan sakramen ini dengan teratur. Ketika saya belajar di SMA di Boylan Central Catholic di Rockford, Illinois, saya mengaku dosa seminggu sekali.

Hal ini sangat penting dalam perkembangan spiritual saya, terutama oleh karena hal inilah saya percaya bahwa saya bisa menanggapi panggilan hidup saya dan memasuki seminari pada usia 20 tahun pada tahun 2011.

Sakramen Pengakuan Dosa ini agak aneh.

Sebagian besar, sakramen-sakramen lainnya memiliki dimensi komunal. Kemungkinan besar kita pernah melihat ribuan orang menerima Tuhan kita dalam Ekaristi, kita cukup sering menghadiri perkawinan dan juga baptisan.

Namun, pengakuan dosa adalah pengalaman intim dan pribadi. Kita masing-masing mempunyai pemahaman pribadi tentang bagaimana kita merenungkan kehidupan moral kita dan membawa kekurangan diri kita kepada Yesus dalam pengakuan dosa. Namun, kita tahu masih sedikit saudara-saudari kita yang mengalami pengalaman kasih yang maharahim dengan cara ini.

Untuk seorang imam muda, hal ini akan berubah dengan cepat. Antara bekerja di sebuah paroki yang besar dan mendengarkan pengakuan dosa di kamp-kamp musim panas, saya meluangkan waktu berjam-jam untuk mendengarkan pengakuan dosa. Pada saat inilah saya merasakan adanya kebapaan rohani.

Saya masih ingat pada malam pertama saya mendengarkan pengakuan dosa selama lebih dari 90 menit tanpa henti. Ketika tidak ada orang lagi yang mengantri, saya tidak ingin pergi dari tempat itu. Saya hanya ingin duduk di dalam ruang pengakuan dan menunggu seseorang masuk dan berkata, “Berkatilah saya, Pastor, sebab saya telah berdosa.”

Sebagai seorang imam, kita tidak pernah merasakan menjadi seorang ayah secara fisik, namun dalam sakramen pengakuan dosa, ada perasaan kebapaan spiritual.

Seorang pria memiliki keinginan alami untuk membantu, melayani, dan menyelesaikan masalah. Namun demikian, sebagian besar waktunya dalam situasi pastoral, ketika seseorang datang untuk untuk berbicara dengan seorang imam, itulah pekerjaan kita untuk menemani mereka, mendengarkan mereka, dan berdoa bersama mereka.

Hal ini tidak akan menjadi perbaikan yang cepat dan mudah.

Maka, kita mempercayakan mereka kepada Tuhan, berdoa bagi mereka, sedikit membimbing mereka, dan semoga Roh Kudus dapat bekerja melalui kita (para imam –red.) untuk menanam benih untuk jalan keluar dalam perjalanan hidup mereka.

Indahnya duduk di ruang pengakuan adalah bahwa saya berdada di jajaran depan supaya Tuhan kita menyembuhkan luka batin orang-orang yang dikasihinya. Orang yang bertobat datang kepada saya sebagai seorang imam. Yang jelas, itu bukan saya, melainkan Yesus, namun imam adalah perantara yang Yesus gunakan untuk mengangkat beban-beban itu.

Sungguh indah untuk menjadi bagian dalam peristiwa intim ini, di mana saya dapat memberitahu mereka bahwa sudah dalam damai, saya membebaskan Anda, jangan terbebani lagi. Suatu kehormatan untuk dekat dalam proses penyembuhan ini, dan itulah sukacita terbesar dalam imamat saya.

Banyak orang dengan berbagai alasan telah menjauh dari sakramen yang agung ini. Saya berpikir tentang “Anak yang Hilang,” bagaimana ribuan imam di luar sana sedang duduk dalam ruang pengakuan, menunggu anak-anak mereka untuk kembali sehingga mereka bisa dirangkul, disembuhkan, dan dikasihi.

Jika Anda sudah lama tidak mengaku dosa, saya mengundang Anda untuk kembali ke sakramen ini, sampai saat itulah saya akan mendoakan dan menunggu Anda di ruang pengakuan dosa.

Sumber: “My First Month As A Priest”

Advertisement

Posted on 2 August 2019, in Kisah Iman, Panggilan and tagged , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: