Apakah “Hari Raya” itu Alkitabiah?

Oleh Tim Staples

Misa Hari Raya Pentakosta 2018 di Pantheon, Roma (Sumber: wantedinrome.com)

Ketika Gereja menetapkan satu hari raya baru, maka Gereja menjalankan kuasa ilahi Allah

Belum lama ini, saya ditanya dengan pertanyaan ini oleh seorang penelepon di Catholic Answers Live:

St. Paulus memberi tahu dalam Roma 14:5-6 bahwa:

“Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah.”

Bukankah ayat itu mengecualikan adanya kemungkinan Hari Raya dalam Gereja?

Sebuah pertanyaan bagus, dan seperti biasanya dalam kasus dengan Kitab Suci, konteks adalah segalanya. St. Paulus, secara khusus dalam suratnya kepada orang Galatia dan orang Roma, sedang berurusan dengan kaum “Yudaiser”[1] yang terkenal karena melakukan pertentangan seperti digambarkan dalam Kisah Para Rasul 15:1-2:

“Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: “Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.” Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.”

Akibatnya, kaum Yudaiser ini sedang mengajar, “Senang sekali jika kalian percaya kepada Yesus. Kami juga demikian! Tapi jika kalian ingin diselamatkan, kalian juga harus pergi kembali ke Bait Allah, melakukan kurban Perjanjian Lama, Hukum Taurat, terutama sunat.” Oleh karena itu, Paulus dan Barnabas mengadakan konsili Gereja yang pertama di Yerusalem, di mana kebenaran masalah ini dinyatakan secara jelas oleh St. Petrus.

Ya, seperti yang akan terjadi pada hampir setiap konsili Gereja selama 2.000 tahun, masalah ini tetap ada dalam Gereja dalam berbagai cara. Beberapa orang meninggalkan Gereja karena masalah ini. Demikian halnya dengan “orang-orang Nikolaus” yang jahat. Berdasarkan St. Irenaeus , Nikolaus adalah  salah seorang dari tujuh diakon yang ditahbiskan oleh para rasul di Kisah Para Rasul 6, yang memimpin pemberontakan melawan konsili  yang diadakan di Yerusalem yang kemudian pengikutnya dinamai menurut namanya (Against Heresies, buku 1, bab 26). Namun juga terjadi banyak pertikaian dalam Gereja, bahkan pertikaian yang sah di antara umat beriman Katolik yang setia, yang mencoba untuk menuntaskan hubungan antara umat non-Yahudi dan Yahudi, Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Secara khusus, umat beriman berusaha untuk menentukan apakah orang Yahudi yang menjadi Kristen masih bisa menjalankan beberapa ritual agama Yahudi mereka tanpa memutuskan persekutuan dengan Yesus dalam Gereja-Nya. Pada umumnya jawabannya ada dalam kesepakatan, selama apa yang dipraktikan tidak diajarkan untuk diperlukan demi keselamatan dan mengikat umat Kristen lainnya.

Itulah apa yang dihadapi St. Paulus dalam Roma 14:5. Bagi mereka yang masih ingin menghormati hari-hari raya tertentu, hukum Kosher, dan sebagainya, Paulus pada dasarnya berkata, “Ya, namun jangan menjadi dogmatis dengan hal-hal itu!”

Hal ini sama sekali bukan berarti bahwa Gereja tidak dapat menetapkan hari-hari rayanya sendiri. Bahkan tidak ada dalam pandangan yang diperhatikan oleh St. Paulus dalam suratnya kepada orang-orang di Roma. Kenyataannya, kita tahu bahwa Gereja sudah diperjelas oleh hukum ilahi melalui dua hal. Yang pertama, ketika St. Paulus dalam Kolose 2:16, bahwa Gereja dengan jelas menyatakan bahwa semua hari raya Perjanjian Lama dihapuskan:

Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan (Yunani: skia) dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.

Kata “bayangan” (skia) itu sangat penting. Kata yang sama yang digunakan dalam surat kepada orang Ibrani 10:1, ketika ia berkata “hukum Taurat” dan kurban-kurbannya. Semua itu hanyalah skia (bayangan) akan penggenapan dalam Yesus Kristus dan Perjanjian Baru.

Yang kedua, kita tahu bahwa Gereja dengan kuasa apostoliknya menetapkan “Hari Tuhan” menjadi hari Minggu, berdasarkan Kisah Para Rasul 20:7, 1 Korintus 16:1-2 dan Wahyu 1:10 (lihat KGK 2175-2179). Inilah yang disebut sebagai penggenapan rohani dari Sabat dan mengikat umat Kristen. Namun apakah hal ini bertentangan dengan Roma 14:5? Tidak sama sekali! Sekali lagi, bukan itu yang sedang dibicarakan St. Paulus.

Kenyataannya, alasan kita tidak lagi merayakan Paskah Yahudi (Passover), Hari Penebusan, dan hari raya agama Yahudi lainnya dan hari suci dan hukum Kosher, karena semuanya itu sudah digenapi oleh Kristus dan dengan demikian semuanya itu dihapuskan. Namun hanya Allah yang memiliki kuasa untuk melakukan hal ini, dan kuasa ini diberikan kepada Gereja-Nya. Gereja ikut serta dalam hak prerogatif yang sesungguhnya dimiliki Allah saja. Pertimbangkan juga dalam Daniel 2:20-21: “”Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan! Dia mengubah saat dan waktu …”

Hanya Allah saja yang memiliki kuasa untuk “mengubah saat dan waktu.” Kenyataannya, dalam Daniel 7:25, kita lihat Antiokhus IV sebagai gambaran antikristus yang akan membuat kurban harian terus menerus yang akan berakhir selama tiga setengah tahun:

Ia akan mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi, dan akan menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi; ia berusaha untuk mengubah waktu dan hukum, dan mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa dan dua masa dan setengah masa (tiga setengah tahun).

Sekali lagi, sesuatu yang analogis akan dilakukan oleh antikristus pada akhir zaman, namun perhatikan bahwa ia “ia berusaha untuk mengubah waktu dan hukum,” namun sebenarnya ia tidak punya kuasa untuk melakukannya. Hanya Allah yang punya kuasa!

Allah memang mengubah saat dan waktu dalam hidup, wafat, penguburan, dan kebangkitan Yesus Kristus dan dengan mendirikan Gereja. Dalam Yesus Kristus kita memiliki imamat yang baru, hukum yang baru (Ibrani 7:11-12), perhitungan waktu yang baru (Kolose 2:16) dan memang kita memiliki ciptaan yang baru, “surga dan bumi yang baru” sebagaimana dalam kitab Wahyu 21:1. Oleh karena itu, “siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru” (2 Korintus 5:17) dalam Yesus Kristus, awal mula dari ciptaan yang baru!

Dan yang paling penting, karena Gerejalah sebagimana yang digambarkan oleh St. Paulus sebagai tubuh Kristus, “kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu,” sehingga setiap kali Gereja menetapkan satu hari raya baru, maka Gereja itu melaksanakan kuasa ilahi Allah. Pernyataan itu benar-benar mengikat karena Gereja ikut ambil bagian dalam kuasa ilahi yang dalam artian yang ketat dimiliki oleh Allah saja.

Catatan kaki:

[1] Yudaiser adalah sebuah istilah untuk umat Kristen yang memutuskan untuk mengadopsi adat dan praktik Yahudi terutama seperti Hukum Musa (Wikipedia.org)

Sumber: “Are “Feast Days” Unbiblical?”

Advertisement

Posted on 17 June 2020, in Ekaristi, Kitab Suci and tagged , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: