[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Mengapa Korban Persembahan Habel Lebih Berkenan?
Oleh Joe Heschmeyer

Cain and Abel Offering (Sumber: pinterest)
“Maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya” (Kejadian 4:4b-5a).
Mengapa Allah menerima persembahan Habel tapi menolak persembahan Kain?
Selama bertahun-tahun, para penafsir Kitab Suci menarik kesimpulan yang berbeda-beda. Contohnya, baik Luther dan Calvin mengira bahwa hal itu hanyalah kasus di mana Allah memilih Habel daripada Kain, sehingga Allah lebih senang dengan persembahan Habel.
Bahkan, pertanyaan itu menarik perhatian seorang psikolog bantuan diri (self-help) seperti Jordan Peterson, yang memandang kalau tulisan itu ambigu:
Korban persembahan Habel berkenan kepada Allah, tapi korban persembahan Kain tidak. Habel mendapatkan ganjaran yang berlipat-lipat, sedangkan Kain tidak. Tidak jelas mengapa (meskipun teks itu sangat mengisyaratkan bahwa hati Kain tidak berada dalam persembahan itu). Mungkin juga kualitas persembahan yang dibawa oleh Kain itu buruk. Mungkin jiwanya iri. Atau, mungkin juga Allah sedang kesal karena alasan rahasia-Nya sendiri.
Tapi, apakah sebenarnya tulisan Alkitab itu begitu ambigu? Kitab Suci mengatakan bahwa Kain membenci Habel, bukan karena Allah dengan sewenang-wenang menentukan seseorang dan menghukum yang lain, melainkan “Sebab segala perbuatannya [perbuatan Kain] jahat dan perbuatan adiknya [perbuatan Habel] benar” (1 Yohanes 3:12). Orang Ibrani juga memandang bahwa perbedaannya sebagai berikut: “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu” (Ibrani 11:4).
Jadi bukan karena “alasan rahasia” atau preferensi sewenang-wenang Allah akan Habel daripada Kain, karena Habel mempersembahkan “korban yang lebih berkenan” dalam iman. Apa yang menyebabkan korban persembahan Habel itu lebih berkenan? “Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya” (Kejadian 4:4a). Artinya, Habel mempersembahkan anak sulung, apa yang terbaik yang ia miliki. Namun, Kain tidak mempersembahkan buah sulung dari panennya kepada Allah. Sebaliknya, Kain hanya memberikan “sebagian dari hasil tanah” (Kejadian 4:3). Bahasa gampangnya, Habel mempersembahkan kepada Allah suatu persembahan yang setara dengan filet mignon (daging sapi has dalam atau tenderloin yang merupakan daging sapi terbaik), sedangkan Kain hanya mempersembahkan daging cincang. Inilah perbedaan antara iman dan perbuatan. Dengan iman, Habel mempersembahkan segalanya bagi Allah. Sedangkan Kain asal-asalan.
Umat Kristen mula-mula memahami hal ini. St. Yohanes Krisostomus mengamati bahwa kesalehan Habel ditunjukkan oleh “fakta bahwa ia [Habel] tidak dengan biasa-biasa saja mempersembahkan salah satu dombanya tetapi ‘salah satu dari yang sulung,’ dari yang berharga dan istimewa,” sedangkan dalam kasus Kain, “tidak seperti yang disyaratkan.” Dalam penjelasan Kejadian 4:3 mengenai Kain membawa “hasil tanah sebagai korban persembahan” yang menunjukkan kurangnya kegigihan atau usaha.
Penafsiran dari Didimus si Buta secara gambaran juga kurang lebih sama: ketulusan Habel ditunjukkan oleh pilihannya akan yang sulung, dan “Kain seharusnya melakukan hal serupa dengan mempersembahkan sebagian hasil panen pertama,” karena apa yang menjadi hak Allah harus “dipersembahkan terlebih dahulu sebelum yang lainnya.” Sebaliknya, Kain menunda-nunda membawa korban persembahannya “setelah beberapa waktu lamanya” (Kejadian 4:3), “seolah-olah mengingat Allah sebagai hal-hal yang sekunder.”
Kita bisa melihat peristiwa yang mirip dalam Perjanjian Baru yaitu dalam kisah Ananias dan Safira yang menjual sebidang tanah dan “menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul” berpura-pura kalau itulah semua hasil penjualan tanah itu (Kisah Para Rasul 5:1-2). Masalahnya bukan kerena mereka tidak mempersembahkan apa pun kepada Allah melainkan mereka mengurangi persembahan dari yang semestinya. Oleh karena penipuan mereka, dan mereka menyembunyikan sesuatu dari Allah sehingga mereka terjatuh dan mati (Kisah Para Rasul 5:5, 10).
Ananias dan Safira, sama seperti Kain, pesan yang sama dengan pesan Kristus kepada oran-orang di Laodikia: “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku” (Wahyu 3:15-16).
Perlu diingat bahwa hal itu semacam pencobaan orang Israel di padang gurun, “semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba” (1 Korintus 10:11). Maka dari itu masing-masing dari kita dihadapkan pada pilihan yang sama: apakah kita hendak memberikan segalanya bagi Allah atau berusaha mengaturnya lebih sedikit?
Di dunia yang mendorong kita untuk menetapkan diri untuk menjadi “orang yang pada dasarnya baik,” Kristus berulang kali memperingatkan kita supaya kita tidak cukup hanya menjadi orang yang demikian. Ia berkata bahwa siapa pun yang “tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Lukas 14:26-27). Tak lama setelah perkataan-nya itu, Ia membandingkan pemuridan dengan membangun menara atau berperang. Melakukan salah satu upaya itu dengan setengah hati adalah suatu kepastian bahwa orang itu akan kalah berperang atau tidak selesai membangun menara (Lukas 14:28-32). Dengan demikian “orang yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Lukas 14:33).
Kitab Suci memberi tahu kita supaya kita tidak mempersembahkan kepada Allah, buah apa pun yang tersisa atau yang tergeletak di sekitar kita. Melainkan, “yang terbaik dari buah bungaran hasil tanahmu haruslah kaubawa ke dalam rumah TUHAN, Allahmu” (Keluaran 23:19, 34:26). Dengan kata lain, janganlah menunggu sampai Anda merasa cukup untuk memberikan persembahan, jangan menunggu sampai Anda punya waktu dan mulai menyempatkan waktu untuk berdoa. Segeralah berikan kepada Allah, berikanlah dari apa yang Anda butuhkan, berikan kepada-Nya (baik waktu, uang, kepercayaan, dan sebagainya) ketika Anda tidak bisa memberi.
Inilah sebabnya Kristus memuji janda yang memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan karena janda itu sudah memberi lebih banyak dari yang lainnya, karena “mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya” (Markus 12:44). Janda itu tidak memberikan satu koin dari kemiskinannya, melainkan dua koin. Bersikaplah murah hati dengan Allah dalam kemiskinan Anda, dan Ia akan bermurah hati dengan Anda dalam kelimpahan-Nya yang tak terbatas. “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya” (Amsal 3:9-10).
Ketika dunia mendorong kita untuk menjadi Kain yaitu menjadi orang Kristen yang “cukup baik” secara moral yang memberikan basa-basi kepada Allah. Justru Kristus memanggil kita untuk menjadi Habel.
Posted on 10 December 2020, in Kenali Imanmu, Kitab Suci and tagged Habel, Kain, Kejadian, Kitab Suci, Persembahan. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0