[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Bagaimana Umat Biasa Bisa Membantu Memperbarui Gereja
Oleh Dr. John Bergsma

Ilustrasi Umat Biasa foto oleh Priscilla du Preez (Sumber: stpaulcenter.com)
Ada dua cara ikut ambil bagian dalam imamat Kristus: imamat umum (atau imamat rajani) dan imamat pelayanan. Pertama-tama, mari kita lihat imamat umum, imamat yang menjadi dasar semua orang Kristen.
Kita melihat konsep imamat umum yang tercermin dalam berbagai perikop penting dalam Perjanjian Baru, termasuk perikop terkenal dalam surat Roma: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1).
St. Paulus menggunakan bahasa imamat dalam perikop ini, “mempersembahkan (present),” “persembahan (sacrifice),” “kudus dan yang berkenan (holy and acceptable),” “ibadah (worship),” semuanya berasal di dalam lingkungan Bait Allah dan pelayanan imamat. Kita sebagai orang Kristen adalah imamat itu sendiri dan kita punya persembahan untuk dipersembahkan, yaitu tubuh kita. Mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup mungkin tidak mengacu pada kematian jasmani, tetapi kata “tubuh” kemungkinan besar merupakan bentuk kiasan yang melambangkan seluruh hidup kita.
Tubuh sebagai kurban persembahan merupakan kenyataan yang kembali ke imamat awal Adam. Ingatlah, bahwa pengorbanan potensial Adam adalah seluruh dirinya, yang pada akhirnya ia sendiri tidak bersedia mempersembahkannya untuk membela mempelai perempuannya. Sekarang kita sudah dibaptis menjadi Adam yang baru, kita dipanggil untuk mempersembahkan apa yang ditolak Adam, yaitu mempersembahkan diri kita sendiri. Pernyataan St. Paulus mencerminkan konsep imamat tentang seluruh umat Allah. Gagasan ini tidak terbatas pada St. Paulus sendiri. Melainkan juga, St. Petrus berkata kepada Gereja: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Petrus 2:9).
Ada bagian dalam Misa di mana “jiwa imamat” dari umat biasa (laici) diwakili secara simbolis. Itulah tindakan liturgis dalam mempersembahkan persembahan. “Diharapkan umat beriman menungkapkan partisipasinya dalam persembahan dengan membawa roti dan anggur untuk perayaan Ekaristi, atau juga persembahan lainnya, untuk keperluan Gereja dan orang miskin” (Missale Romanum 22)
Tindakan liturgis dengan membawa persembahan melambangkan bagaimana imamat umum dan imamat pelayanan, keduanya bersama-sama mempersembahkan ibadah kepada Allah. Roti dan anggur yang belum dikonsekrasi yang mungkin kita bawa dalam Misa dan diserahkan kepada imam pelayanan melambangkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup. Persembahan roti dan anggur melambangkan seluruh hidup kita dan apa yang kita kerjakan, dari mengganti popok sampai membayar tagihan hingga pergi bekerja. Pada dasarnya, semua peristiwa dalam kehidupan kita sehari-hari adalah seperti roti dan anggur yang belum dikonsekrasikan. Kita membawa bahan mentah hidup kita dan diserahkan ke imam pelayanan, dan ia mangambilnya dan memanggil Roh Kudus ke atasnya, dan bahan mentah itu menjadi Tubuh Kristus. Ini menunjukkan bagaimana kurban persembahan kita disatukan dengan kurban Kristus. Mengingat kembali St. Josemaría berkata bahwa kurban persembahan pribadi harus dipersembahkan “dalam persatuan yang intim dan tekun dengan Kristus Yesus dalam Kurban Kudus di Altar.” Melalui doa dan tindakan dari imam pelayanan, kurban persembahan dari kehidupan kita di dunia biasa sehari-hari, dipersatukan dengan kurban persembahan Ekaristi, dan bersama-sama, keduanya menjadi kurban Kristus.
Maka, imam pelayanan dan imam umum harus bekerja sama untuk mempersembahkan kurban Ekaristi. Dalam artian tertentu, apa yang dilakukan oleh imamat pelayanan tanpa adanya imamat umum yang membawa bahan mentah dunia? Di sisi lain, apa yang dilakukan imamat umum jika kita tidak mempunyai imamat pelayanan untuk memanggil Roh Kudus atas karunia-karunia untuk menguduskan kurban persembahan kita?
Maka ini menjadi suatu dinamika yang menjadi ciri seluruh kehidupan Kristen, bukan hanya dalam liturgi Ekaristis. Itulah dinamika antara imamat umum dan imamat pelayanan. Para imam pelayanan ada untuk menguduskan apa yang imam umum lakukan dan menjadikannya kurban persembahan yang sempurna.
Dalam Gereja, kita punya anggota yang memperdebatkan tahbisan bagi pria dan wanita sebagai ekspresi imamat umum. Inilah penerapan yang tidak tepat karena ranah imamat umum ada di dalam dunia, dalam politik, dalam pendidikan, dan sebagainya. Para profesor melakukan imamat umum mereka dengan membawa terang Kristus kepada rekan dan murid mereka. Mereka melakukannya dengan sangat baik, dan jika tepat guna, mereka bisa menunjukkan kepada orang banyak bagaimana disiplin ilmu mereka menunjuk kepada suatu realitas transenden dan pada akhirnya menuju kepada Kristus. Mereka yang bekerja dalam bidang politik, berada dalam posisi yang sangat baik untuk bekerja bagi kebaikan bersama, untuk menegakkan tatanan moral, dan sekali lagi, jika tepat guna, mereka bisa menunjukkan bagaimana dunia politik membutuhkan penyempurnaan dalam Allah. Kita harus menjalankan imamat kita bersama dengan membawa Kristus ke dalam masyarakat sekuler.
Dr. John Bergsma adalah Profesor Teologi di Franciscan University of Steubenville. Ia seorang mantan pendeta Protestan, Dr. Bergsma sudah menulis beberapa buku mengenai Kitab Suci dan Iman Katolik, termasuk buku yang berjudul “Jesus and the Old Testament Roots of the Priesthood.”
Posted on 25 January 2021, in Ekaristi and tagged Ekaristi, Imamat, Imamat Khusus, Imamat Umum, John Bergsma, Persembahan. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0