Kurban yang Murni: Kenapa Misa Bukan Sekadar Simbolis?
Oleh Mike Aquilina

Konsekrasi (Sumber: stpaulcenter.com)
Sebab dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, dan di setiap tempat dibakar dan dipersembahkan korban bagi nama-Ku dan juga korban sajian yang tahir; sebab nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam (Maleakhi 1:11)
Setiap kali umat Kristen perdana membicarakan Misa, nubuat dari Maleakhi itu pasti akan muncul. Mereka percaya kalau penggenapan yang sangat jelas terjadi dalam Misa.
Maleakhi melihat ke masa yang akan datang dan melihat tidak ada lagi kurban di Bait Suci. Sebaliknya, di seluruh dunia mempersembahkan kurban yang murni kepada Allah Israel. Dan kata orang Kristen, itulah yang kami lakukan. Bagi kita, persembahan yang murni itu adalah Ekaristi, beginilah cara orang Kristen membaca kitab Maleakhi setidaknya menurut Didakhe.
Tapi jika apa yang kita petik itu dari semua itu adalah Kekeristenan sudah menghapuskan kurban menurut Hukum Taurat, kita melakukan kesalahan besar – dan berpotensi membuat satu kesalahan yang sangat buruk. Berkali-kali para Bapa Gereja sudah memberi tahu kita mengenai apa yang dikatakan Kristus kepada kita: Kristus datang bukan untuk meniadakan tata cara kurban Israel tetapi untuk menggenapinya.
Seperti yang dikatakan berulang kali dalam Perjanjian Baru, pengorbanan Kristus adalah satu kali untuk selama-lamanya. Kurban itu disempurnakan di kayu salib, tapi sebenarnya Yesus membuat persembahan pada Perjamuan Malam Terakhir. Di situlah Ia menetapkan apa yang disebut oleh St. Thomas Aquinas sebagai “ritus rahmat yang lebih baru” sebagai peringatan akan Dia.
Apa yang Ia persembahkan? Dalam tanda-tanda, “tubuh” yang terpisah dengan “darahnya.” Inilah tindakan seorang imam dan melakukan kurban yang mengingatkan kita akan liturgi Bait Suci. Perbendaharaan kata Perjanjian Baru yang terkait ritus ini – persembahan, peringatan, persekutuan – sebagian besar diambil dari tata bahasa kurban. Dan dimensi liturgi ini yang mendominasi pemikiran para Bapa Gereja yang paling awal, khususnya Klemens dari Roma, Ignatius dari Antiokhia, Iranaeus, dan Siprianus.
Scott Hahn, seorang ahli Kitab Suci dari Amerika Serikat sudah sering mengatakan bahwa Sengsara Kristus di bumi adalah gambaran persembahan kekal Sang Putra dalam kasih-Nya kepada Bapa. Para teolog mengatakan bahwa setiap gerakan kecil dari kehendak Yesus selama pelayanan-Nya di bumi akan menjadi anugerah yang cukup untuk menebus dunia. Tetapi, seluruh hidup-Nya diangkat (dan seperti yang dikatakan juga, diturunkan) dalam pemberian diri-Nya dalam Ekaristi perdana. Ia memberikan nyawa-Nya bagi sahabat-sahabat-Nya.
Dalam persekutuan dengan-Nya maka hidup kita diletakkan di atas altar dalam setiap Misa. Segala sesuatu yang kita lakukan di bumi ini – pekerjaan, keluarga, waktu luang – dibawa dalam kurban ini. Hal ini ditetapkan secara simbolis melalui ritus itu.
Tapi bukan hanya simbolis. Tanda itu melambangkan sesuatu yang nyata. “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia” (Yohanes 6:51). Yesus menolak untuk membiarkan pernyataan itu dalam tafsiran simbolis murni dan bebas dengan berkata: “Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yohanes 6:55-56).
Mengapa tadi dikatakan bahwa kesalahan yang sangat buruk untuk melewatkan yang dimaksud Yesus dalam menggenapi daripada menghapuskan kurban Hukum Taurat?
Hal ini akan menjadi sesuatu yang buruk karena akan menghilangkan interpretasi Yesus sendiri akan karya penyelamatan-Nya: “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi” (Lukas 24:27). Bagi Yesus, “kitab-kitab” itu – apa yang kita sebut sebagai Perjanjian Lama – semuanya mengarah pada pengorbanan diri-Nya.
Lebih jauh lagi, dengan pemahaman menghapuskan kurban Hukum Taurat maka Perjanjian Lama menjadi tidak relevan lagi dan bahkan mungkin dianggap salah atau menyesatkan. Mungkin kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa Allah Perjanjian Lama yang menginginkan semua kurban berdarah adalah Allah yang sangat berbeda dan tidak ada hubungannya dengan apa yang diajarkan Yesus. Gagasan seperti itu muncul sejak awal sejarah Kekristenan, yang paling terkenal adalah ajaran seseorang yang bernama Markion. Orang ini mengajarkan para pengikutnya bahwa Allah di Perjanjian Lama adalah Allah yang jahat dan lebih rendah tingkatannya, dan Yesus datang ke bumi untuk membebaskan kita dari kelaliman-Nya dan memperkenalkan kita kepada Allah yang baik yang sebelumnya tidak dikenal. Itulah Allah Perjanjian Lama yang jahat yang sudah menciptakan alam semesta, yang artinya segala sesuatu di dalamnya itu jahat. Anda bisa melihat bagaimana hal seperti itu dapat menyesatkan kita.
Dan yang paling buruk adalah berpikir bahwa Yesus bermaksud untuk menghapuskan alih-alih menggenapi kurban Perjanjian Lama, pemikiran seperti itu bisa membawa kita pada salah satu godaan terburuk yang dihadapi oleh orang Kristen, yakni godaan untuk membayangkan bahwa Kekristenan adalah anti-Yahudi. Pesan Kekristenan adalah keselamatan telah datang ke seluruh dunia. Tapi keselamatan datang dari orang Yahudi. Kekristenan benar karena perjanjian dengan Israel itu benar. Perjanjian dengan Israel itulah yang mempersiapkan dunia untuk menerima keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus. Kekristenan menjadi tidak masuk akal tanpa sejarah panjang bangsa Israel.
Seringkali perseteruan keluarga itu pahit, dan orang Kristen dan orang Yahudi adalah satu keluarga. Memang kami punya ketidaksepakatan penting mengenai satu pertanyaan penting: apakah zaman mesianis itu sudah terjadi atau belum tiba. Tapi, seperti kebanyakan perselisihan keluarga, istilah-istilah dalam penjelasan itu tidak dipahami orang lain yang ada di luar keluarga. Faktanya bahwa kita tidak sepakat tentang hal yang tidak dimengerti orang luar ini menunjukkan bahwa kita ini satu saudara.
Ketika kita lupa akan identitas ini, berbagai hal buruk bisa terjadi.
Itulah sebabnya, meskipun tanpa alasan lainnya, penting untuk diingat bahwa Kristus tidak menghapuskan kurban-kurban Perjanjian Lama. Apa yang Maleakhi dan para nabi nubuatkan ratusan tahun sebelumnya: di zaman Sang Mesias, bangsa-bangsa akan mengakui Allah Israel, dan sebagai ganti kurban yang tidak sempurna yang dipersembahkan di Bait Suci, maka ada satu kurban murni akan dipersembahkan di seluruh bumi dari terbitnya matahari sampai terbenamnya. Kurban Bait Suci akan berlalu – bukan karena dihapuskan tetapi tujuan kurban itu akhirnya digenapi dengan cara yang sempurna.
Mike Aquilina adalah wakil presiden eksekutif St. Paul Center dan penyunting kontribusi untuk Angelus News. Ia juga penulis lebih dari lima puluh buku, termasuk “The Eucharist Foretold: The Lost Prophecy of Malachi.”
Sumber: “A Pure Sacrifice: Why the Mass Isn’t Just Symbolic”
Posted on 9 August 2021, in Ekaristi and tagged Ekaristi, Mike Aquilina, Misa Kudus, Scott Hahn, Transubstansiasi, Yesus Kristus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0