[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Apakah Allah Benar-benar Meninggalkan Yesus?
Oleh Dr. John Bergsma

Kristus masuk kota Yerusalem dengan menaiki keledai (Sumber: stpaulcenter.com)
Bacaan pada Minggu Palma mungkin kelihatan jomplang atau bertolak belakang, tapi bisa membantu kita memahami peristiwa yang akan segera terjadi pada Triduum dan Paskah. Kita mulai Misa dengan sorak-sorai meriah ketika kita menghidupkan kembali masuknya Yesus ke kota Yerusalem dengan gegap gempita. Kita mengakhiri bacaan Misa itu dengan khusyuk, tidak mampu memikirkan realitas tentang proses penyalahgunaan pengadilan dan kekuasaan yang paling mengerikan dalam sejarah umat manusia, di mana satu-satunya manusia yang tak bersalah yang pernah hidup di muka bumi ini dijatuhi hukuman mati. Apa maksud semua itu?
Terlepas dari beberapa naskah nubuatan yang misterius yang mungkin bisa menunjukkan kemungkinan ini, pemikiran bahwa Sang Mesias yang akan datang akan dibunuh ini bertentangan dengan intuisi sebagian besar orang Yahudi abad pertama. Namun, keyakinan umat Kristen perdana, yang berdasar pada ajaran Yesus dari Nazaret tentang diri-Nya sendiri, adalah kemustahilan yang secara radikal bertentangan dengan intuisi orang Yahudi itu justru sebenarnya yang sudah dinubuatkan jika seseorang melihat dan mendengarnya dalam Kitab Suci Israel.
Mazmur Tanggapan Minggu Palma mungkin yang paling dramatis dalam Mazmur dan selalu dimengerti sebagai nubuatan kisah Sengsara.
Dalam tafsiran Kristen, kita terbiasa berpikir bahwa Perjanjian Lama berbicara secara harfiah (contohnya, tentang “Tanah Perjanjian”), tapi pernyataan harfiah ini menerima penggenapan kiasan dalam Perjanjian Baru (“Tanah Perjanjian” berarti surga). Namun dalam kasus tertentu, pola ini terbalik, contohnya dalam Mazmur 22.
Dalam bagian tertentu, pemazmur (menurut tradisi adalah Daud) menggambarkan penderitaannya secara kiasan atau hiperbolik: “Seperti air aku tercurah,” “segala tulangku terlepas dari sendinya,” “mereka menusuk tangan dan kakiku,” “segala tulangku dapat kuhitung.”
Kita tidak tahu gambaran seperti ini secara harfiah tentang Daud atau tokoh-tokoh Perjanjian Lama lainnya. Semuanya itu adalah ungkapan emosional yang dilebih-lebihkan dari penderitaan si pemazmur. Namun, kata-kata itu juga menerima penggenapan harfiah di dalam Kristus. Penggenapan harfiah dalam Kisah Sengsara Kristus adalah sikap merendahkan diri Allah kepada kita. Allah menulis dengan huruf besar supaya kita mengerti maksudnya.
Contoh dari sikap merendahkan diri lainnya bisa ditemukan dalam Injil hari ini yaitu dalam Zakharia 9:9 yang berbicara tentang Sang Mesias yang datang ke Yerusalem dengan mengendarai “seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” Dengan sendirinya hal ini sekadar paralelisme puitis Ibrani. Hanya satu hewan yang dimaksud. Namun, seperti yang kita lihat dalam Injil Matius untuk Prosesi Minggu Palma, Yesus menyuruh murid-murid-Nya membeli seekor keledai dan anaknya untuk ditunggangi. Dalam artian tertentu, maksud Yesus adalah untuk menggenapi tulisan itu atau menggenapi nubuat dengan lebih lagi untuk mengarahkan intinya kepada orang banyak yang ada di sekitarnya. “Aneh! Mengapa Ia punya dua hewan? Ah, saya mengerti!”
Kembali ke Mazmur 22, mazmur ini adalah salah satu mazmur Todah yang paling lengkap di seluruh kitab Mazmur.
Todah artinya “mengucap syukur” atau “pujian,” dan Todah adalah “korban ucapan syukur” yang ditetapkan Musa dalam Imamat 7:11-15. Yaitu semacam korban binatang yang tidak dipersembahkan sebagai penebusan dosa, tetapi sebagai ucapan syukur atas perbuatan penyelamatan yang telah Tuhan lakukan bagi umat itu. Pekerjaan yang sangat baik tentang Todah dan pentingnya bagi mazmur sudah dilakukan oleh Harmut Gese yang diikuti oleh Joseph Ratzinger, dan diringkas dengan luar biasa oleh Michael Barber.
Todah adalah kurban pesta yang dipersembahkan sebagai bagian dari siklus pengalaman seseorang, yaitu ketika orang itu (1) mulai dalam situasi yang tertekan, (2) berseru kepada Allah, (3) berikrar untuk mempersembahkan Todah jika Allah berkenan menyelamatkannya, (4) diselamatkan oleh Allah, (5) membayar nazar dengan mempersembahkan korban Todah di Bait Suci, (6) mengadakan pesta meriah dan orang itu beserta keluarga dan teman-temannya makan daging kurban dan semua roti yang biasa diperlukan, dan (7) memberikan kesaksian secara publik kepada semua orang yang berkumpul di Bait Suci tentang bagaimana Allah sudah menyelamatkan orang itu.
Dan yang menarik bahwa Paskah Yahudi jika dikategorikan menurut jenis korban dalam Imamat 1-7, maka akan termasuk dalam kategori korban Todah.
Todah ini penting bagi Mazmur karena tampaknya sejumlah besar mazmur ditulis untuk sebagian atau seluruh siklus Todah yang dijelaskan di atas. Mazmur Todah yang utama termasuk Mazmur 116 (yang menjadi favorit saya), Mazmur 50, 56, 100 dan beberapa lainnya, dan termasuk yang paling lengkap adalah Mazmur 22.
Yesus mengutip Mazmur 22 di atas kayu salib. Dan disebut sebagai “teriakan keputusasaan” (“Allahku, ya Allahku …”) yang sebenarnya adalah baris pertama dari Mazmur 22. Saya pikir kalau seruan Yesus di atas kayu salib sering dibaca terlalui teologis, jika demikian menunjukkan bahwa Yesus benar-benar terpisah atau kehilangan persatuan dari Bapa. Saya tidak membantah kalau penderitaan Tuhan itu sangat ekstrem dan sulit untuk kita pahami, tapi seruan keputusasaan bukanlah bukti bahwa Yesus kehilangan persatuan dengan Bapa atau mengalami pemisahan radikal dari Bapa.
Mazmur pada zaman kuno hamper tidak diketahui dengan penomoran, karena system penomoran bervariasi sesuai dengan edisi yang berbeda dari kitab Mazmur (Misalnya, 1QPsalms Qumran). Cara untuk merujuk ke sebuah mazmur adalah dengan baris pertama – suatu tata cara yang mirip dengan penamaan tradisional Yahudi untuk kitab-kitab dalam Alkitab Perjanjian Lama dengan menggunakan kata pertamanya (begitu juga dalam tradisi Katolik dalam dokumen Kepausan).
Maka, ketika Yesus mengutip, “Allahku, ya Allahku …” dari atas salib yang dibacakan pada Injil hari ini, maka Yesus benar-benar sedang mengutip keseluruhan Mazmur 22, dan mengundang para orang yang ada di sekitar salib untuk menafsirkan apa yang terjadi pada diri-Nya dalam terang mazmur ini.
Dengan mengingat hal itu, kita akan membaca cepat ke akhir Mazmur 22. Bagaimana mazmur itu berakhir?
“Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah: kamu yang takut akan TUHAN, pujilah Dia, hai segenap anak cucu Yakub, muliakanlah Dia, dan gentarlah terhadap Dia, hai segenap anak cucu Israel!” (Mazmur 22:22-23).
Kata “jemaah” yang dibicarakan di sini dalam bahasa Ibrani adalah qahal atau dalam bahasa Yunani adalah ekklesia atau Gereja. Inilah nubuat mistik tentang pemuliaan Allah di dalam Gereja yang akan selalu memuji-Nya untuk keselamatan yang telah Ia perbuat untuk Hamba Mesianis-Nya.
Sayangnya sedikit bait tanggapan yang mengutip akhir mazmur ini karena ada banyak sekali yang disebutkan dalam Mazmur 22:22-31, termasuk mereka yang “miskin” akan makan dan kenyang (Mazmur 22:26) yang menjadi tipologi akan Ekaristi, kemudian angkatan yang akan datang akan memuji Tuhan (Mazmur 22:30-31) yang menjadi nubuat tentang penyampaian iman dari generasi ke generasi.
Kemudian, tanyakan pada diri Anda sendiri, “Apakah menurut Anda Yesus tahu bagaimana mazmur itu berakhir?”
Saya kira Yesus tahu. Meskipun Yesus menderita di kayu salib, Ia juga tahu bahwa inilah jalan menuju kemuliaan (lihat Markus 8:31; 9:31; 10:34; 14:58; 15:29).
John Bergsma adalah Profesor Teologi di Franciscan University of Steubenville. Ia seorang mantan pendeta Protestan, Dr. Bergsma juga menulis beberapa buku tentang Kitab Suci dan iman Katolik termasuk “Jesus and the Dead Sea Scrolls: Revealing the Jewish Roots of the Church” dan “A Catholic Introduction to the Bible: Old Testament” bersama dengan Brant Pitre. Dr. Bergsma rutin menjadi pembicara di paroki-paroki, konferensi keuskupan, pertemuan para klerus, dan juga acara lainnya dalam tingkat nasional maupun internasional. Ia dan Dawn, istrinya, tinggal dengan delapan anak mereka di Steubenville, Ohio.
Sumber: “From Triumphal Entry to the Cross: Did Jesus Really Think God Had Forsaken Him?”
Posted on 8 April 2022, in Apologetika and tagged John Bergsma, Jumat Agung, Minggu Palma, Paskah, Yesus Kristus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0