[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Pantang Daging, Ajaran Setan?
Oleh Tim Staples

Pantang Daging (Sumber: catholic.com)
St. Paulus kelihatannya punya masalah serius dengan Gereja yang memberlakukan aturan pantang. Tapi …
Suatu ketika, kami kedatangan beberapa orang yang baru pindah keyakinan ke Katolik, mereka datang ke kantor kami di Catholic Answers untuk melihat-lihat fasilitas kami dan bertemu dengan para apologis yang berperan penting dalam pertobatan mereka. Salah seorang dari mereka memberikan sebuah surat kepada saya yang dia terima dari pendeta Pentakosta. Pendeta itu menulis surat kepadanya ketika dia tahu bahwa dia sedang dalam perjalanan menuju persekutuan penuh dengan Gereja Katolik. Dia meminta saran mengenai bagaimana cara menanggapinya atau apakah dia perlu membalas surat itu.
Ketika saya membaca beberapa poin yang disampaikan oleh mantan pendetanya, ada satu poin yang membawa kenangan tersendiri bagi saya, karena itu adalah salah satu poin yang saya gunakan untuk menginjili umat Katolik pada waktu saya masih seorang Protestan. Ia memperingatkan bahwa Gereja Katolik mengajarkan “ajaran setan,” sesuai dengan kata-kata yang jelas dalam 1 Timotius 4:1-3:
Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka. Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran.
Apakah yang dimaksud dengan hidup selibat jika bukan “melarang orang kawin”? Dan apa yang dimaksud dengan pantang daging selama hari Jumat dalam masa Prapaskah jika bukan “memerintahkan untuk berpantang dari makanan yang diciptakan Tuhan untuk diterima dengan ucapan syukur”? Begitulah kata pendeta Pentakosta itu. Bagaimana kita menanggapinya?
Terlepas dari apa yang terlihat, setidaknya ada dua alasan utama mengapa klaim-klaim ini gagal jika diteliti lebih dalam:
Pertama, St. Paulus jelas tidak mengutuk hidup selibat dalam 1 Timotius 4, karena pada bab berikutnya dari surat yang sama, ia mengajarkan kepada Timotius secara pastoral mengenai penerapan hidup selibat yang pantas bagi para janda yang “didaftarkan”:
Yang didaftarkan sebagai janda, hanyalah mereka yang tidak kurang dari enam puluh tahun, yang hanya satu kali bersuami dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik, seperti mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan–pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik. Tolaklah pendaftaran janda-janda yang lebih muda. Karena apabila mereka sekali digairahkan oleh keberahian yang menceraikan mereka dari Kristus, mereka itu ingin kawin dan dengan memungkiri kesetiaan mereka yang semula kepada-Nya, mereka mendatangkan hukuman atas dirinya (1 Timotius 5:9-12)
Tidak ada yang salah dengan seorang janda yang menikah lagi. Paulus sendiri menjelaskan hal ini dalam Roma 7:2-3:
Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.
Tetapi “janda” dalam 1 Timotius 5 dikutuk jika ia menikah lagi? Dalam kata-kata Ricky Ricardo, Paulus memiliki “sesuatu yang harus dilakukan.”
Jawabannya terletak pada kenyataan bahwa janda yang dimaksud telah “didaftarkan,” yang merupakan padanan kata abad pertama untuk “dikonsekrasikan/dikuduskan.” Jadi, menurut Paulus, para janda yang “didaftarkan” ini tidak hanya hidup selibat, tetapi juga dikuduskan.
Kedua, Paulus jelas tidak mengutuk Gereja yang mewajibkan berpantang makanan tertentu, karena Konsili Yerusalem, di mana Paulus menjadi salah satu peserta utamanya pada tahun 49 M, memberlakukan pantangan dalam memberikan keputusan tentang orang bukan Yahudi yang menjadi percaya,
Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan (Kisah Para Rasul 15:28-29)
Kedengarannya seperti “memerintahkan untuk berpantang dari makanan yang diciptakan Tuhan untuk diterima dengan ucapan syukur.” Jadi, jelas ada sesuatu yang lebih dari 1 Timotius 4 daripada apa yang kita lihat sekilas.
Apa yang sebenarnya Paulus sebut sebagai “ajaran setan”? Dalam A Catholic Commentary on Sacred Scripture, karya klasik tahun 1953 untuk studi Kitab Suci, Romo R.J. Foster memberi kita wawasan penting tentang apa yang Paulus tuliskan dalam 1 Timotius 4:
Di balik larangan-larangan ini mungkin terdapat prinsip-prinsip dualisme yang sudah terlihat di Asia Kecil ketika surat ini ditulis dan merupakan bagian dari ajaran sesat Gnostik.
Jelaslah bahwa Paulus menulis untuk menentang orang-orang yang bisa dikatakan sebagai para pendiri gerakan Gnostik, yang memisahkan diri dari Gereja pada abad pertama dan berlangsung selama lebih dari 1.000 tahun, membentuk berbagai sekte dan dalam berbagai bentuk.
Secara umum, kaum Gnostik mengajarkan bahwa roh itu baik dan materi itu jahat. Kita tahu bahwa beberapa ajaran Gnostik bahkan mengajarkan bahwa ada dua ilah, atau dua prinsip abadi, yang merupakan sumber dari segala sesuatu. Ada prinsip atau ilah yang baik, yang menciptakan semua roh, sementara prinsip yang jahat menciptakan dunia materi.
Selain itu, menurut kaum Gnostik, manusia memiliki eksistensi pra-manusia, dan berada dalam kebahagiaan yang sempurna sebagai roh-roh murni yang tinggal di dalam cahaya dan dalam kepenuhan gnosis atau “pengetahuan” – kebahagiaan yang sempurna, yaitu sampai orang tua kita melakukan hal yang jahat: mereka kawin. Melalui tindakan suami-istri, roh-roh murni yang sempurna direnggut dari kebahagiaan sempurna itu dan terperangkap dalam tubuh yang jahat, yang menyebabkan penurunan intelektual dan hilangnya kepenuhan gnosis. Dengan demikian, keselamatan hanya akan datang melalui pencapaian atau mendapatkan kembali gnosis yang hanya dimiliki oleh kaum Gnostik.
Makan daging juga dilarang karena dengan memakannya akan membawa lebih banyak materi jahat ke dalam tubuh, membuat seseorang terikat pada tubuhnya yang jahat dan semakin menggelapkan akal budi.
Oleh karena itu, kaum Gnostik awal ini melarang “perkawinan dan memerintahkan untuk berpantang dari makanan yang diciptakan Tuhan untuk diterima dengan ucapan syukur.”
Jika masih ada keraguan tentang siapa yang Paulus maksudkan dengan mengajarkan “ajaran setan,” ia memberikan petunjuk dalam nasihat terakhirnya dalam 1 Timotius 6:20-21:
Hai Timotius, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu. Hindarilah omongan yang kosong dan yang tidak suci dan pertentangan-pertentangan yang berasal dari apa yang disebut pengetahuan, karena ada beberapa orang yang mengajarkannya dan dengan demikian telah menyimpang dari iman. Kasih karunia menyertai kamu!
Kata Yunani yang diterjemahkan di atas sebagai “pengetahuan” adalah gnoseos. Terdengar tidak asing kan?
Intinya adalah ini: Paulus tidak sedang mengutuk Gereja Katolik dalam 1 Timotius 4; ia sedang memperingatkan ajaran Gnostik mula-mula, yang menyesatkan orang-orang Kristen melalui “gnosis” mereka, yang sama sekali bukan gnosis yang benar.
Posted on 30 March 2023, in Apologetika and tagged Alkitab, Kitab Suci, Pantang, Selibat. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0