[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Epifani dan Perjalanan Para Majus
Oleh John M. Grondelski

Gentile da fabriano, adorazione dei magi (Sumber: wikipedia.org)
Epifani dulunya sempat menyaingi Natal sebagai perayaan Inkarnasi Tuhan.
Gereja Katolik di Amerika Serikat [juga di Indonesia] merayakan hari Minggu setelah tanggal 1 Januari sebagai Hari Raya Epifani. (Sebagian besar negara lain di dunia merayakannya pada tanggal tradisionalnya yaitu pada tanggal 6 Januari yang menjadikannya sebagai “Hari Natal ke Dua Belas.”) Kadang-kadang juga disebut “Pesta Tiga Raja.” Banyak umat Katolik Amerika Latin merayakannya sebagai Día de los Tres Reyes Magos.
Marginalisasi praktisnya di kalangan Katolik di Amerika Serikat sempat mengaburkan arti penting hari raya ini sebagai perayaan yang menyaingi Natal sebagai perayaan Inkarnasi Tuhan.
Epifani berasal dari bahasa Yunani epiphania, yang berarti “pengungkapan” atau “penampakan/manifestasi.” Itulah inti dari perayaan ini: penampakan Putra Allah dalam rupa manusia. Itulah mengapa perayaan ini begitu penting.
Kita membayangkan Epifani dalam kaitannya dengan kedatangan para majus yang membawa persembahan mereka ke Betlehem. Gereja tentu saja merayakannya, tetapi dalam kegembiraannya Gereja juga mengumpulkan berbagai tema yang berhubungan dengan “pewahyuan” Yesus dan misi-Nya. Saya tampilkan Antifon Magnificat untuk Doa Malam Epifani:
Tiga keajaiban menandai hari yang kita rayakan ini: hari ini bintang menuntun orang Majus menuju palungan; hari ini air diubah menjadi anggur pada pesta perkawinan; hari ini Kristus berkehendak untuk dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan untuk membawa keselamatan bagi kita, alleluya.
Ya, Yesus diungkapkan kepada Tiga Raja yang datang kepada-Nya pada masa kanak-kanak-Nya. Tetapi, Yesus dinyatakan sebagai “Anak-Ku” ketika Roh Kudus turun ke atas-Nya di Sungai Yordan setelah dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Dan, seperti yang ditulis oleh Yohanes Penginjil, “tanda” pertama (Yohanes tidak pernah menyebutnya “mukjizat” karena itu adalah “tanda” tentang siapa Yesus) terjadi di sebuah pesta perkawinan di Kana di Galilea, di mana Ia mengubah air menjadi anggur.
Jika kita melihat Injil (Matius 2:1-12) yang digunakan Gereja dalam Epifani mengenai kisah tentang Tiga Raja, kita juga melihat “pewahyuan” yang terjadi dalam berbagai tingkatan.
Orang-orang Majus adalah orang-orang bukan Yahudi. Mereka adalah orang-orang non-Yahudi pertama yang datang dan mengakui Kristus. Memang ada para gembala, tetapi kita dapat mengasumsikan bahwa mereka adalah orang Yahudi. Mereka tinggal di sekitar Betlehem. Mereka menerima pesan ajaib: para malaikat muncul untuk memberitakan kelahiran seorang juru selamat di Kota Daud. Ini adalah gaya bahasa Yahudi, yang menyampaikan pengharapan Mesianis Yahudi, yang berkaitan dengan sebuah tempat yang digambarkan dalam istilah Yahudi dan berkaitan dengan raja Yahudi ternama, Daud. Setelah mengunjungi Bayi Kristus, para gembala pergi sambil “memuji Allah,” hal ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang Yahudi.
Mereka mungkin bukan orang Yahudi yang sangat dihormati karena para gembala relatif rendah dalam tingkatan sosial bangsa Israel, mengingat mobilitas mereka yang nomaden namun mereka adalah orang Yahudi yang menerima wahyu adikodrati dalam kategori Yahudi.
Orang majus tidaklah demikian. Jelas bahwa mereka berasal dari “negeri yang jauh.” Dalam terminologi kita mereka adalah separuh astronom dan separuh lagi astrolog: mereka berusaha untuk memahami gerakan-gerakan di langit untuk mengetahui maksud-maksud dari langit tertinggi. Mereka mengakui bahwa jalan mereka untuk mencari “raja orang Yahudi yang baru lahir” dengan dituntun oleh sebuah bintang.
Kita tidak boleh meremehkan mereka sebagai “orang yang percaya takhayul.” Allah menjumpai orang-orang di mana mereka berada. Jika penerima tidak siap untuk gelombang FM, Allah akan mengirimkan pesan-Nya melalui gelombang AM [sebuah istilah teknologi radio, supaya lebih bisa dipahami, bisa juga diistilahkan dengan teknologi komunikasi menjadi “Jika penerima tidak siap untuk 5G, Allah akan mengirimkan pesan-Nya melalui 2G”].
Dan apa yang dilakukan oleh para majus juga merupakan sesuatu yang didorong oleh Gereja kepada umatnya. Allah menyatakan diri-Nya di dalam kitab-kitab suci dalam Alkitab, sehingga kita harus mengenal Kitab Suci. Tetapi Allah juga menyatakan diri-Nya dalam kitab alam, dalam dunia yang teratur, indah, memiliki berbagai kemungkinan, dan memiliki tujuan yang melampaui dirinya sendiri. Semua itu menunjuk kepada Dia yang telah menatanya, memberinya keindahan dan tujuan, dan sekaligus menciptakan dan menopang keberadaannya. Gereja mengajarkan bahwa manusia dapat sampai pada suatu pengetahuan tertentu tentang Allah bahkan dari dunia ciptaan.
Pengetahuan itulah yang menuntun para majus untuk mencari Kanak-kanak Kristus.
Pengetahuan itu tidaklah lengkap: meskipun manusia dapat mengetahui bahwa Allah itu ada melalui ciptaan, namun siapakah Allah itu dan apa rencana-Nya bagi manusia adalah sesuatu yang harus diberitahukan kepada kita. Dan di situlah wahyu adikodrati melengkapi wahyu kodrati.
Bacaan Injil pada Epifani menunjukkan hal itu. Bintang itu menuntun mereka ke tempat yang jauh yaitu ke Yerusalem. Injil mengatakan bahwa mereka berhenti di istana Herodes untuk melengkapi informasi mereka. Seharusnya Israel merasa senang karena mereka memiliki raja yang baru lahir!
Wahyu menerangi pikiran kita tetapi tidak serta merta mengubah kehendak kita. Alih-alih mendapatkan istana yang berbahagia, para majus justru mendapati Herodes dan Yerusalem “terusik.” Bukan berarti mereka tidak memiliki wahyu adikodrati. Ketika Herodes berkonsultasi dengan pemerintah Yerusalem tentang di mana Mesias akan dilahirkan, mereka langsung mengeluarkan tanda yang sesuai: “Betlehem di Yudea: lihat Mikha 5: 2,4.” Mereka tahu dalam arti yang lebih baik daripada orang Majus tentang anak ini. Tetapi hanya pikiran mereka yang siap, berbeda dengan para majus yang siap dengan pikiran dan hati mereka.
Dilengkapi dengan bukti penguat berupa wahyu adikodrati, mereka melanjutkan perjalanan mereka dalam terang wahyu kodrati yaitu bintang yang menuntun mereka pada manifestasi dari Dia yang mereka cari: anak di Betlehem. Mereka melihat Dia apa adanya: Raja Israel yang sejati dan terbesar. Herodes dan para penjilatnya hanya melihat Dia sebagai saingan.
Persembahan mereka juga “mengungkapkan” siapa anak ini. Sekilas, persembahan itu tampak aneh bagi seorang anak. Saya akui kalau saya tidak pernah memberikan kemenyan kepada anak-anak saya di bawah pohon Natal.
Persembahan itu bersifat simbolis, bukan dalam arti tidak nyata atau tidak penting, tetapi karena melambangkan identitas penerimanya. Kita pasti berusaha memberikan hadiah yang sesuai dengan penerimanya. Orang-orang Majus benar-benar melakukannya. Emas adalah hadiah untuk seorang raja. Kemenyan adalah hadiah yang dipersembahkan sebagai penyembahan kepada Allah. Mungkin yang paling aneh adalah mur yaitu rempah-rempah kuno yang digunakan untuk penguburan. Mur diperlukan untuk orang yang akan mati.
Orang-orang zaman sekarang mungkin menganggap aneh untuk memberikan sebotol formalin kepada seorang anak yang jenazahnya akan diawetkan di masa depan. Tetapi pemberian mur itu memperjelas kehidupan dan takdir anak ini yang penuh dengan penderitaan dan bergumul dengan kematian, bahkan sejak masa kecilnya. Kalvari sudah membayangi Betlehem.
Seorang raja, Allah, dan seorang yang akan mati, bagaimana ketiga unsur yang tampaknya tidak sesuai itu dapat bersatu? Semua itu cocok dalam diri anak ini, dan dalam pengungkapan kehidupannya yang pertama kali dinyatakan dan diberitakan bukan oleh mereka yang memiliki hak istimewa untuk menerima Kitab Suci dan wahyu adikodrati, tetapi oleh pewahyuan kodrati dari sebuah bintang. Dan melalui penyataan itu kita mengenal “terang bagi bangsa-bangsa lain dan kemuliaan bagi Israel” yang di dalamnya tawaran keselamatan universal dari Allah itu dinyatakan.
Posted on 6 January 2024, in Kenali Imanmu, Kitab Suci and tagged Epifani, Natal, Orang Majus, Yesus Kristus. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0