[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Baptisan Menyelamatkan
Oleh Rm. Dwight Longenecker

(Sumber: catholic.com)
Meskipun saya dibesarkan dalam keluarga Evangelikal yang taat, saya belum dibaptis hingga saya berusia 21 tahun. Kami beribadah di sebuah gereja Kristen independen (yang bernama independent Bible church) yang pada dasarnya berteologi Baptis, dan ironisnya, teologi Baptis ini justru tidak menekankan baptisan. Yang penting adalah “dilahirkan kembali” atau “diselamatkan,” jika kita menanggapi panggilan altar1 dan “menerima Yesus ke dalam hati kita.” Pengalaman pribadi inilah yang diperlukan untuk memastikan keselamatan kekal kita. Baptisan dan perjamuan kudus (meskipun tidak ditiadakan sama sekali) tetap merupakan simbol-simbol yang tidak diperlukan dari iman batiniah kita.
Sebagai seorang mahasiswa, saya menjadi seorang Anglikan, dan sebelum saya dapat menerima penguatan, saya memberikan diri untuk dibaptis. Kemudian saya mengajar di sebuah sekolah Kristen yang berafiliasi dengan sebuah gereja Baptis, dan meskipun demikian pendetanya sepertinya lebih peduli dengan cara pembaptisan daripada baptisan itu sendiri. Dia bersikeras supaya saya dibaptis ulang dengan cara selam total karena menurutnya baptisan Anglikan saya (dengan cara air yang dituangkan di atas kepala) tidak sah.
Menempuh Jalan Roma
Saya tinggal di Inggris selama 25 tahun dan sedikit sekali berinteraksi dengan orang-orang Baptis. Sekarang keluarga kami sudah pindah ke South Carolina, dan baru-baru ini dua orang Baptis Fundamentalis datang untuk berdiskusi teologi dengan saya. Mereka kemudian mengajak saya menyusuri “Jalan Roma (Romans Road)” yang terkenal itu. “Jalan Roma” adalah suatu proses sederhana dalam ajaran Evangelikal yang menuntun seseorang kepada keselamatan melalui kebenaran-kebenaran Kristiani yang paling mendasar yang diambil dari surat St. Paulus kepada jemaat di Roma.
Ayat pertama adalah Roma 3:23, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Setelah menyatakan bahwa Anda adalah orang berdosa, dalam Roma 6:23, St. Paulus mengingatkan Anda bahwa “upah dosa ialah maut.” Bagian kedua dari ayat tersebut memberikan janji bahwa “karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Roma 5:8 mengatakan bahwa “Ketika kita masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita” (TB2). Roma 10:13 mengatakan bahwa “Sebab, ‘siapa saja yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan’” (TB2), dan Roma 10:9 mengatakan bahwa “Jika engkau mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dengan hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan” (TB2).
Tamu saya membawa saya melewati Jalan Roma dan sedikit tidak senang ketika saya setuju dengan mereka di setiap poin. Lalu saya bertanya kepada mereka mengapa mereka tidak melanjutkan jalannya. Mereka bertanya apa yang saya maksud. “St. Paulus melanjutkan dengan mengatakan bagaimana keselamatan ini terjadi”, jawab saya. “Ia mengajarkan kepada kita suatu cara yang objektif dan tegas untuk mengetahui bahwa kita benar-benar telah menjadi satu dengan Kristus. Tetapi sebelumnya bukankah kita setuju bahwa keselamatan berarti kita mati bersama Kristus sehingga kita dapat memiliki hidup yang baru?”
Mereka sepakat.
“Bagaimana ini bisa terjadi?” Saya bertanya.
“Kamu harus menerima Yesus. Percayalah kepada-Nya di dalam hatimu dan mengakuinya dengan bibirmu.”
“Ya, kami umat Katolik percaya bahwa hal itu perlu, tetapi ada yang lebih dari itu. Selain percaya dan mengaku dengan bibir kita, kita perlu dibaptis. Di awal Roma 6, St. Paulus menjelaskan bagaimana kita mengambil bagian dalam kematian dan kehidupan baru Kristus: yaitu melalui baptisan.”
Bagian awal dari Roma 6 mengatakan, “Atau tidak tahukah kamu bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus Yesus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian, kita telah dikuburkan bersama Dia melalui baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita dimungkinkan hidup dalam hidup yang baru” (6:3-4 TB2). Pemikiran bahwa kita disatukan dengan Kristus melalui baptisan ditegaskan kembali oleh Paulus dalam Kolose 2:12, dan dalam Galatia 3:27, ia mengibaratkan baptisan sebagai “mengenakan Kristus.”
Selanjutnya, konsep yang lebih lengkap tentang keselamatan sebagai persatuan dengan Kristus lebih sesuai dengan Perjanjian Baru, yang berkali-kali berbicara tentang persatuan yang mendalam dengan Tuhan yang hidup, daripada sekadar diselamatkan atau dibenarkan oleh percaya kepada Kristus secara pribadi.
Sakramen baptis membawa orang percaya dari pertobatan, kepercayaan, dan pengakuan iman yang sederhana ke dalam pengenalan yang lebih misterius dengan Kristus, di mana Dia adalah pokok anggur, dan kita adalah ranting-rantingnya, di mana kita mati bersama-Nya supaya kita dapat bangkit ke dalam kehidupan yang baru. Baptisan bukan hanya sekedar menambahkan simbol yang bermakna pada tindakan iman: Baptisan adalah sebuah tindakan yang membawa seluruh tubuh, jiwa dan roh orang percaya ke dalam sebuah hubungan yang baru dengan Allah.
Dilahirkan dari Air dan Roh
Ayat dalam Roma 6 (yang didukung oleh Kolose 2) bukanlah satu-satunya bukti dari Perjanjian Baru bahwa baptisan itu berdaya guna dan oleh karena itu diperlukan untuk keselamatan. Rasul Petrus dan Yohanes menegaskan ajaran St. Paulus. Dalam Kisah Para Rasul 2, ketika St. Petrus berkhotbah pada hari Pentakosta, para pendengarnya bertanya apa yang harus mereka lakukan untuk diselamatkan, dan ia menjawab, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing dibaptis” (Kisah Para Rasul 2:38 TB2). Dalam 1 Petrus 3, bahtera Nuh disebut sebagai salah satu jenis baptisan, dan Petrus menulis, “Di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan melalui air bah itu. Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan – maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah – melalui kebangkitan Yesus Kristus” (1 Petrus 3:20-21 TB2).
Bukti Perjanjian Baru yang paling terkenal tentang daya guna dan pentingnya baptisan terdapat dalam Injil Yohanes. Ketika Nikodemus datang mengunjungi Yesus pada malam hari, Yesus berkata bahwa seseorang tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah tanpa dilahirkan kembali. Nikodemus bertanya bagaimana seseorang dapat masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan Yesus mengoreksinya dengan berkata, “Jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yohanes 3:5 TB2). Sejak masa-masa awal Gereja, ayat ini sudah dimengerti sebagai baptisan, dan penafsiran ini hampir tidak pernah berubah sepanjang sejarah.
Namun, banyak orang Evangelikal memiliki penafsiran yang aneh untuk ayat ini. Mereka mengatakan bahwa “air” dalam ayat tersebut tidak mengacu pada baptisan, tetapi pada air ketuban dari rahim ibu. Inilah “air” yang pecah pada saat kelahiran secara fisik. Sehingga mereka percaya bahwa ketika Yesus merujuk kepada “air dan Roh”, Dia merujuk kepada kelahiran fisik dan kelahiran kembali secara rohani. Penafsiran ini memungkinkan karena ayat sebelumnya adalah pembahasan tentang manusia yang masuk kembali ke dalam rahim ibunya.
Namun, kita harus melihat seluruh perikop ini dalam konteksnya. Dalam pendekatannya secara universal disepakati bahwa Injil Yohanes adalah Injil yang paling “sakramental.” Bagian-bagian dari kehidupan dan ajaran Yesus disatukan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga terhubung dan mendukung kehidupan sakramental Gereja perdana. Dalam ayat-ayat setelah perkataan Yesus bahwa seseorang harus “dilahirkan dari air dan Roh,” Yesus berbicara tentang “manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat” (ayat 19) dan bahwa setiap orang yang “melakukan yang benar, ia datang kepada terang” (ayat 21). Referensi tentang terang menunjuk pada simbol utama lainnya dari upacara pembaptisan, yaitu lilin yang menyala. Jika ada keraguan, kisah selanjutnya dalam Yohanes bab 3 menunjukkan bahwa Yesus segera pergi untuk membaptis bersama dengan murid-murid-Nya.
Apakah Cukup Hanya dengan Percaya dan Mengaku?
Begitu Anda mulai berbicara tentang perlunya baptisan, seorang kaum Evangelikal akan mengeluarkan beberapa ayat favorit dan argumen favoritnya. Mereka akan kembali ke Roma 10:9-10, “Jika engkau mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dengan hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan. Sebab, dengan hati orang percaya sehingga dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku sehingga diselamatkan (TB2).” Mereka akan menunjukkan bahwa ayat ini tidak mengatakan bahwa seseorang harus dibaptis. Tanggapannya untuk pernyataan itu adalah bahwa kepercayaan dan pengakuan iman memang diperlukan, tetapi seluruh kesaksian Perjanjian Baru menunjukkan kepada kita bahwa baptisan juga diperlukan.
Orang-orang Evangelikal juga dapat merujuk kepada kisah kepala penjara di Filipi dalam Kisah Para Rasul 16. Kepala penjara berseru, “Apa yang harus aku perbuat, supaya aku diselamatkan (ayat 30 TB2)?” dan Paulus serta Silas menjawab, “Percayalah kepada Tuhan Yesus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu” (Kisah Para Rasul 16:31 Tb2). Sepertinya tidak ada tuntutan untuk dibaptis. Namun, tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata karena ayat 33 mengatakan bahwa “seketika itu juga ia dan keluarganya dibaptis (TB2).” Oleh karena itu, baptisan sepertinya merupakan cara seseorang membuat komitmen iman. Ini hanyalah salah satu contoh dari Kisah Para Rasul di mana iman disertai dengan baptisan, dan diasumsikan bahwa keduanya diperlukan. Dua catatan lain yang jelas adalah pertemuan Filipus dengan sida-sida Etiopia dalam Kisah Para Rasul 8, dan pembaptisan langsung oleh Petrus terhadap Kornelius dan keluarganya dalam Kisah Para Rasul 10. Pola dalam Kisah Para Rasul sangatlah konsisten: berkhotbah, orang-orang yang mendengarnya bertobat, percaya kepada Kristus, dan segera dibaptis. Mengapa hal ini bisa terjadi jika para rasul tidak percaya bahwa baptisan itu berdaya guna dan perlu untuk keselamatan?
Orang-orang Evangelikal yang tidak mau menerima daya guna dan perlunya baptisan memiliki beberapa keberatan lagi. Bagaimana dengan orang-orang yang tidak memiliki kesempatan untuk dibaptis? Mereka akan mengangkat kasus penjahat yang baik di atas kayu salib. Penjahat itu tidak dapat dibaptis, tetapi Yesus berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43 TB2). Ini adalah kesempatan yang tepat untuk menjelaskan dua aspek lain dari kepercayaan Katolik.
Baptisan Darah dan Baptisan Rindu
Pertama, Anda dapat menjelaskan bahwa Gereja Katolik tidak mempercayai baptisan sebagai sihir: Hanya dengan menyiramkan air ke atas kepala seseorang dengan formula Tritunggal tidak berarti seseorang langsung diselamatkan selamanya. Baptisan menggabungkan seseorang ke dalam Tubuh Kristus, dan di dalam seluruh kehidupan Gereja, baptisan seseorang harus disertai dengan iman. Iman yang berkembang dari seseorang diberdayakan oleh anugerah baptisan, dan dipelihara oleh seluruh Gereja, tetapi jika iman Kristen ditolak atau tidak pernah ditegaskan secara positif, baptisan tidak berlaku secara ajaib.
Untuk kasus-kasus yang sulit seperti penjahat yang baik hati, perlu dijelaskan bahwa Gereja Katolik selalu mengajarkan bahwa ada “baptisan darah” dan “baptisan rindu.” Baptisan darah merujuk kepada mereka yang tidak dibaptis tetapi menjadi martir bagi Kristus. Melalui kematian mereka sendiri, mereka dimasukkan ke dalam tubuh mistik Kristus melalui ikut ambil bagian secara mistik dalam kurban kematian Sang Kristus.
Baptisan rindu merujuk kepada orang-orang yang beriman kepada Kristus yang menginginkan dibaptiskan jika mereka memiliki kesempatan dan jika mereka benar-benar memahami arti baptisan. Hal ini berlaku bagi mereka yang berada dalam situasi yang luar biasa, tidak memiliki akses terhadap air untuk dibaptis. Tetapi Perjanjian Baru menunjukkan bahwa apa yang kita sebut sebagai “baptisan rindu” juga terjadi pada orang-orang kudus Perjanjian Lama. Nuh dan keluarganya “diselamatkan melalui air” dalam air bah (2 Petrus 2:5), dan keturunan Ibrani “untuk menjadi pengikut Musa dibaptis dalam awan dan Laut Merah” (1 Korintus 10:2). Hal ini menunjukkan bahwa baptisan rindu juga dapat meluas kepada mereka yang memiliki iman pra-Kristen atau kepada orang-orang non-Kristen yang memiliki iman tergantung dengan tingkat pengetahuan mereka, tetapi belum pernah mendengar Injil Kristen.
Hal ini juga dapat berlaku bagi mereka yang beriman kepada Kristus, tetapi belum dibaptiskan karena mereka dengan tulus dan ikhlas (karena pengaruh ajaran palsu yang diterima dengan niat baik) tidak percaya bahwa baptisan itu perlu. Meskipun demikian, dalam kasus-kasus seperti ini, hendaknya dipahami bahwa Gereja mengajarkan bahwa orang-orang seperti itu “mungkin” diselamatkan, bukan berarti mereka telah diselamatkan.
Memadukannya
Hal yang paling sulit diterima oleh seorang Evangelikal dalam sebuah percakapan tentang sakramen-sakramen adalah bahwa Allah sesungguhnya menggunakan sarana-sarana fisik dan upacara-upacara liturgis untuk menyalurkan kasih karunia-Nya dan mengerjakan keselamatan. Orang Evangelikal pada umumnya sangat terkondisikan untuk mengabaikan semua komponen fisik dari agama sebagai “tradisi buatan manusia” yang tidak berguna dan membingungkan.
Namun, teori tersebut tidak sesuai dengan praktiknya. Dalam praktiknya tidak bisa demikian karena kita memiliki tubuh yang berada dalam ruang dan waktu yang membutuhkan cara untuk menanggapi realitas spiritual secara fisik. Tidaklah terlalu sulit untuk menunjukkan bahwa mereka mempercayai tindakan fisik dan upacara keagamaan dapat berguna untuk keselamatan, jika tidak, untuk apa mereka mengadakan kebaktian penginjilan dengan musik yang emosional dan panggilan altar? Mengapa mendorong orang untuk “mengangkat tangan, bangkit dari tempat duduk, dan maju ke depan?” Itu karena mereka menyadari bahwa kita membutuhkan tindakan fisik, upacara keagamaan, dan ritual untuk menolong kita menerima anugerah keselamatan yang ditawarkan, dan mereka harus menerima bahwa melalui respons fisik inilah keselamatan diterima, dan karena itu respons fisik itu berdaya guna dan perlu.
Jika mereka dapat melihat bahwa Allah menggunakan khotbah dan tradisi serta ritual-ritual keagamaan mereka untuk membawa orang-orang menuju keselamatan, maka tidak terlalu sulit bagi mereka untuk melihat bahwa ritual-ritual Katolik adalah cara lain yang bersifat fisik dan aktif bagi setiap orang untuk menerima anugerah keselamatan. Tentu saja, sakramen lebih dari sekadar alat religius yang praktis dan dibuat oleh manusia. Sakramen tidak dilakukan oleh kita untuk Allah, tetapi dari Allah untuk kita. Namun, menggerakkan seorang non-Katolik ke tahap di mana ia menerima bahwa sakramen itu berguna adalah langkah pertama untuk menerima bahwa sakramen itu perlu, dan itu tinggal selangkah lagi untuk menerima bahwa sakramen itu bukan hanya alat keagamaan yang praktis dan buatan manusia, tetapi prakarsa yang dilembagakan secara ilahi yang menggabungkan jiwa ke dalam Tubuh Mistik Kristus.
Catatan kaki:
- Panggilan altar (altar call) merupakan tradisi dalam gereja-gereja Evangelikal yang biasanya dilakukan setelah khotbah, pendeta akan mengundang umat untuk maju ke depan mimbar untuk menerima Yesus ke dalam hati.
Sumber: “Baptism Saves You”
Posted on 6 September 2024, in Apologetika and tagged Baptis, Keselamatan, Sakramen. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0