[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Allah Tidak Menciptakan Maut
oleh John M. Grondelski

Kematian (Sumber: catholic.com)
Memahami maut dapat membantu kita memahami dosa, dan bagaimana cara mengatasinya.
“Allah tidak menciptakan kematian.”
Ayat ini diambil dari Kitab Kebijaksanaan Salomo, yang meyakinkan kita bahwa “Allah menciptakan manusia supaya tidak binasa,” dapat dibandingkan dengan kisah Injil tentang kebangkitan anak perempuan Yairus. Dalam perjalanan menuju rumah Yairus, Yesus juga menyembuhkan seorang wanita sakit yang menderita pendarahan kronis selama lebih dari belasan tahun.
Orang modern yang membaca kisah-kisah ini dengan kacamata modern mungkin akan merasa tertantang. Jika “Allah tidak menciptakan kematian,” kematian tampaknya telah menyusup ke dalam ciptaan secara universal. Begitu universalnya hingga kita pun menganggapnya sebagai hal yang “normal.” Dan bisakah manusia modern benar-benar mempercayai “kisah-kisah” penyembuhan ini?
Nah, seperti wanita yang sakit pendarahan dan Yairus, pertanyaannya adalah apakah iman Anda dapat menyelamatkan Anda.
Allah tidak menciptakan kematian. Manusia yang menyebabkannya. Manusia melakukannya dengan memilih untuk memutuskan hubungannya dengan Allah. Anda tidak dapat memutuskan hubungan dengan Allah dan mengandalkan diri sendiri, karena Anda tidak mampu berdiri sendiri. Modernitas mungkin mengumandangkan slogan “otonomi”, tetapi Anda tidak bertanggung jawab atas eksistensi Anda dan Anda juga tidak bertanggung jawab atas kapan Anda akan meninggalkan kehidupan ini. (Para pendukung eutanasia mengusung “otonomi” palsu dalam menyatakan “hak” Anda untuk bunuh diri: Anda mungkin mempercepat kedatangan kematian, tetapi pada pertanyaan mendasar, entah Anda akan mati atau tidak, kedatangan kematian tidak dapat dihindari).
Ketika Allah mengatakan bahwa dengan berbuat dosa, Adam dan Hawa akan mati, itu bukanlah “hukuman” yang Allah pilih (seolah-olah Dia dapat memilih hukuman yang lain, seperti halnya orang tua yang dapat memilih untuk memberikan waktu larangan bermain atau menyuruh seorang anak untuk masuk ke kamarnya tanpa makan malam). Seperti yang dikatakan oleh profesor teologi pertama saya, Romo Walery Jasiński, bahwa Allah tidak “menghukum” kita dengan kematian seperti halnya perusahaan listrik yang “menghukum” rumah dengan memutus sambungan listriknya: jika kita memutuskan hubungan dengan Allah, kematian tidak dapat dihindarkan karena kita tidak berdikari. Untuk sementara waktu kita mungkin berpura-pura berdikari, sama seperti bunga yang dipotong pada awalnya tampak secantik bunga mawar segar. Namun keesokan paginya, kelihatan layu, dan dalam beberapa hari, bunga-bunga itu akan mengering.
Secara statistik, kematian adalah sesuatu yang “normal,” dalam artian bahwa semua manusia memiliki kodrat sebagai manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. (Kita adalah saudara dan saudari, meskipun kita adalah saudara yang terasing karena dosa.) Tetapi Allah tidak menghendaki situasi ini bagi kita, dan Dia juga tidak membiarkan kita berada di dalamnya (kecuali jika dengan “hak untuk memilih” yang sesat, kita bersikeras menghendakinya).
Kebangkitan adalah saat Yesus menaklukkan dosa dan maut. Itulah sebabnya St. Paulus menegaskan bahwa jika Yesus tidak dibangkitkan “sia-sialah juga kepercayaanmu” (1 Korintus 15:14 TB2). Kebangkitan Yesus tidak dapat dipisahkan dari sengsara dan wafat-Nya, sama seperti kematian tidak dapat dipisahkan dari dosa. Jika kita memisahkan diri kita dari Allah, kita akan mati. Jika Yesus tidak bangkit, Ia tidak akan menaklukkan apa pun. Dia hanya akan menjadi orang mati biasa, yang disiksa sampai mati dan dimakamkan.
Tetapi jika Yesus benar-benar bangkit artinya “Allah tidak menciptakan maut” dan tidak meninggalkan ciptaan-Nya dalam cengkeraman maut. Itulah kabar baik dari Gereja. Sungguh membingungkan jika mengingat ketundukan manusia secara universal pada sesuatu yang sangat ditakutinya seperti penderitaan dan kematian, solusi untuk memperbaiki keadaan mereka membuat banyak orang acuh tak acuh atau bahkan mencari “jawaban” dalam “spiritualitas” yang mereka ciptakan sendiri.
Kita perlu membaca Injil melalui kacamata Kebangkitan Yesus. Yesus tidak membangkitkan anak perempuan Yairus karena Yesus adalah orang baik yang melakukan hal-hal baik bagi orang-orang yang memintanya. (Bukankah orang baik seharusnya melakukan sesuatu meskipun tidak diminta?) Yesus tidak menyembuhkan wanita yang sakit pendarahan karena Dia sedang melakukan kampanye kesehatan masyarakat Israel dengan fokus pada penyakit berbasis gender.
Ingatlah bahwa Injil ditulis “supaya kamu percaya” (Yohanes 20:31). Injil bukanlah transkrip yang mencatat segala sesuatu tentang Yesus. Kitab-kitab tersebut bukanlah “Catatan Harian” para penginjil (“Hari ini, Yesus melakukan X.”) Kitab-kitab tersebut adalah tulisan-tulisan yang diilhami, yang ditulis oleh para penulis manusia dengan bimbingan Roh Kudus, untuk menyoroti kejadian-kejadian tertentu yang dimaksudkan untuk memperkuat dan mempertahankan iman seseorang.
Penyembuhan yang dilakukan Yesus serta kebangkitan-Nya adalah tanda-tanda. Tanda-tanda itu adalah nubuat-nubuat tentang Kebangkitan. Tanda-tanda itu menunjukkan apa yang akan digenapi oleh Yesus. Tanda-tanda itu menyatakan bahwa “Allah tidak menciptakan kematian” atau penderitaan. Berlawanan dengan mereka yang berpikir bahwa Allah yang mahakuasa secara ajaib harus membebaskan dunia dari konsekuensi-konsekuensi dari pilihan manusia yang jahat, tanda-tanda itu menunjukkan bahwa “solusi” dari dosa dan maut bukanlah mengharapkan Allah, seperti orang tua yang memiliki hak istimewa untuk “memperbaiki semuanya” dan “membuat semuanya menjadi lebih baik,” tetapi menawarkan sebuah jalan melalui keputusan manusia yaitu dengan menerima anugerah iman dan segala sesuatu yang di dalamnya untuk mengikut Kristus melalui penderitaan dan kematian sampai pada Paskah, sampai pada kebangkitan, sampai pada “kebangkitan badan” di akhir zaman.
Sama seperti yang dikatakan Yesus kepada perempuan yang sakit pendarahan dan kedatangan-Nya ke rumah Yairus, Ia menegaskan iman orang-orang itu dengan berkata, “imanmu telah menyelamatkan engkau.” Keduanya sedang berada di ujung tanduk dan sadar bahwa mereka kehilangan keberdikarian insani, mereka mau mempercayakan iman mereka kepada Yesus, meskipun orang lain menganggap mereka bodoh. Modernitas memandang bahwa mereka yang menaruh kepercayaan pada ilah yang “mahakuasa,” mereka menyatakan bahwa “Tuhan tidak menciptakan kematian” dan mereka yang mengatakan kepada mereka yang percaya bahwa kubur bukanlah jalan satu arah, maka ia memiliki kepercayaan yang bodoh.
Itulah yang dipertaruhkan, dan kita bisa menjadi seperti pandangan modernitas itu atau kita bisa menjadi seperti Yairus.
Sumber: “God Did Not Make Death”
Posted on 30 November 2024, in Kenali Imanmu and tagged Dosa, Kebangkitan, Maut, Yesus Kristus. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0