[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Landasan Alkitabiah Kepausan
oleh Clement Harrold
Ketika seorang Paus mangkat dan Paus baru terpilih, semua mata tertuju ke Roma. Pada masa-masa yang tidak menentu ini, banyak umat Katolik dan non-Katolik yang memikirkan kembali hakikat kepausan. Apakah institusi kuno ini sudah ada sejak zaman para rasul? Dan jika ya, di manakah institusi kepausan ditemukan dalam Kitab Suci? Dalam artikel ini, kita akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengeksplorasi alasan-alasan yang mendasari pemikiran bahwa kepausan didirikan oleh Kristus sendiri.
“Di Atas Batu Karang Ini…”
Kata “paus” [dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Belanda “de Paus”] berakar dari kata Yunani kuno páppas, yang berarti bapa. Pemahaman Katolik tentang kepausan dimulai dengan pengakuan bahwa Yesus memberikan misi yang istimewa dan penting kepada St. Petrus, yaitu otoritas pengajaran dan kebapaan rohani:
Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan: Elia, dan yang lain lagi mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon anak Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa pun yang kauikat di bumi akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di bumi akan terlepas di surga.” (Matius 16:13-19 TB2)
Dalam percakapan ini, Simon Petrus dan Yesus menyatakan sesuatu tentang identitas masing-masing. Pertama-tama, Simon Petrus menyanjung Yesus sebagai “Mesias, Anak Allah yang hidup.” Nama Kristus adalah kata Yunani untuk Mesias, sebuah istilah Ibrani yang berarti “Yang Diurapi.” Dengan menyatakan Yesus sebagai Mesias, Simon Petrus mengakui Dia sebagai pewaris takhta Raja Daud yang telah lama dinanti-nantikan (lihat 2 Samuel 7:8-17; Mazmur 89:3-4; 132:11).
Sementara itu, Yesus menyatakan bahwa Simon Bar-Jona (anak Yunus) adalah Petrus, batu karang yang di atasnya Ia akan membangun Gereja-Nya. Meskipun “Petrus” adalah nama depan yang umum digunakan saat ini, sebelum munculnya Kekristenan, kata Yunani yang digunakan Yesus dalam ayat ini (petros) hanya berarti “batu karang”. Ahli Perjanjian Baru, Curtis Mitch dan Edward Sri menjelaskan:
Dengan demikian, istilah [Petrus] berfungsi sebagai gelar simbolis yang diberikan kepada Simon yang menyatakan perannya yang istimewa dalam rencana Allah. Hal ini tidak begitu jelas dalam terjemahan bahasa Inggris seperti dalam teks aslinya, yang menggunakan kata-kata yang bersinonim, dengan gramatikal gender yang berbeda, yaitu Petrus (petros, maskulin) dan batu karang (petra, feminin) yang di atasnya Yesus akan membangun Gereja-Nya. Jadi, kita tidak perlu membedakan antara Petrus dan batu karang, tetapi kita perlu mengidentifikasikan keduanya sebagai satu fondasi yang sama. Dalam beberapa hal, pertanyaan mengenai perbedaan di antara keduanya mungkin dapat diperdebatkan, karena Yesus hampir pasti mengucapkan kata-kata ini dalam bahasa Aram dan akan menggunakan kata yang sama yaitu kepha’ yang berarti batu karang yang sangat besar, dalam kedua kasus tersebut. Mungkin indikasi yang paling jelas dari latar belakang ini adalah bahwa Petrus disebut sebagai “Kefas” (bentuk Yunani dari kata Aram kepha’) sebanyak sembilan kali dalam Perjanjian Baru. [Lihat Yohanes 1:42; 1 Korintus 1:12; 3:22; 9:5; 15:5; Galatia 1:18; 2:9, 11, 14.] ( The Gospel of Matthew, hal. 207)
Setelah Yesus menyampaikan pernyataan-Nya, Ia berjanji untuk memberikan kunci kerajaan surga kepada Petrus. Ini adalah rujukan yang jelas kepada dinasti kerajaan Daud, di mana pemegang kunci adalah kepala pelayan, atau perdana menteri, dari raja yang berkuasa. Hal ini sangat signifikan: Petrus baru saja menyatakan bahwa Yesus adalah putra raja Daud; dan sebaliknya, Yesus menunjuk Petrus sebagai kepala pelayan-Nya.
Latar belakang Perjanjian Lama untuk percakapan ini terdapat dalam Yesaya 22, di mana sang nabi mengumumkan maksud Allah bagi seorang pelayan kerajaan yaitu Sebna untuk digantikan oleh seorang pelayan lainnya yang bernama Elyakim:
Pada waktu itu, Aku akan memanggil hamba-Ku, Elyakim bin Hilkia: Jubahmu akan Kukenakan kepadanya ikat pinggangmu akan Kuikatkan padanya, dan kekuasaanmu akan Kuserahkan ke dalam tangannya; ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda. Aku akan menaruh kunci rumah Daud di atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka. (Yesaya 22:20-22 TB2)
Seperti Elyakim sebelumnya, Petrus telah diberikan otoritas untuk “membuka dan menutup” atau “mengikat dan melepaskan” atas nama rajanya. (Mengikat dan melepaskan adalah sebuah ungkapan Yahudi yang merujuk pada otoritas pengajaran dan kekuasaan yudisial, serta kewenangan untuk mengampuni dosa; lihat Yohanes 20:23). Akan tetapi, kali ini, raja yang dimaksud bukanlah raja biasa, melainkan Mesias keturunan Daud, Putra Allah yang hidup! Yesus adalah Raja yang kekal dan ilahi; dan Dia memilih Petrus sebagai batu karang untuk membangun Gereja-Nya.
Selanjutnya, Petrus akan menjadi kepala pelayan Kristus, orang yang memiliki kuasa untuk mengikat dan melepaskan dalam nama-Nya. Akan menjadi aneh jika Yesus bersusah payah memberikan otoritas ini kepada Petrus, hanya untuk kemudian berakhir setelah kematian Petrus. Namun pada kenyataannya, ada alasan kuat untuk berpikir bahwa Yesus bermaksud supaya otoritas itu diteruskan kepada para penerusnya:
Karena jabatan kepala pelayan di Israel diduduki oleh garis penerus, maka masuk akal untuk menduga bahwa otoritas Petrus juga ditujukan untuk para penerusnya. Faktanya, Yesaya 22:22 adalah sebuah nas yang berfokus pada suksesi jabatan dari satu pelayan kerajaan ke pelayan kerajaan berikutnya. (Mitch dan Sri, hal. 209).
Keutamaan Petrus
Para kritikus dari kalangan Protestan terhadap Gereja terkadang akan mengajukan keberatan bahwa orang-orang Katolik membangun seluruh teologi kepausan mereka atas dasar satu ayat Injil, yaitu ayat yang baru saja kita bahas dari Matius 16. Akan tetapi, keberatan ini tidak tepat, karena Perjanjian Baru berulang kali menyoroti cara-cara di mana Petrus memang memiliki kedudukan kehormatan dan otoritas yang istimewa di antara kedua belas rasul. Kita dapat menemukan bukti-bukti tentang hal ini di seluruh Injil:
- Matius 10:2: Petrus digambarkan sebagai “yang pertama” (prōtos dalam bahasa Yunani) di antara kedua belas rasul.
- Matius 14:22-33: Petrus saja yang diberi kemampuan yang ajaib untuk berjalan di atas air, dan dia diangkat oleh Yesus ketika dia mulai tenggelam.
- Matius 17:24-27: Hanya Petrus yang didatangi oleh aparat ketika mereka ingin mengetahui apakah Yesus membayar pajak Bait Allah.
- Markus 16:7: Setelah Kebangkitan, seorang malaikat memilih Petrus ketika dia mengatakan kepada para perempuan demikian, “Sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea.”
- Lukas 5:1-10: Petruslah yang naik ke perahu Yesus untuk berkhotbah kepada orang banyak yang berdiri di tepi danau Genesaret. Demikian juga, Petruslah yang diperintahkan Yesus untuk menebarkan jala-Nya untuk menangkap ikan, dan Petruslah yang dikatakan-Nya: “Jangan takut! Mulai sekarang engkau akan menjala manusia (TB2).”
- Lukas 22:31-32: Yesus memperingatkan Petrus bahwa Iblis telah mengincarnya untuk melakukan serangan rohani. Namun demikian, Yesus meyakinkannya: “Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau telah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu (TB2).”
- Lukas 24:34: Yesus yang telah bangkit menampakkan diri kepada Petrus sebelum menampakkan diri kepada para rasul lainnya.
- Yohanes 20:4-6: Murid yang dikasihi menunjukkan rasa hormat kepada Petrus dengan mengizinkannya masuk ke dalam kubur Yesus terlebih dahulu, meskipun Yohanes tiba di sana lebih dulu.
Bukti keutamaan Petrus semakin dikuatkan dalam Kisah Para Rasul:
- Kisah Para Rasul 1:15-26: Petrus memimpin Gereja dan memberikan instruksi yang berotoritas tentang bagaimana memilih pengganti Yudas.
- Kisah Para Rasul 2:14: Petrus memimpin para rasul berkhotbah kepada orang banyak pada hari Pentakosta.
- Kisah Para Rasul 3:6-12: Petrus melakukan mukjizat pertama dalam Gereja perdana, yaitu menyembuhkan seorang yang lumpuh.
- Kisah Para Rasul 5:1-11: Petrus adalah orang yang menjatuhkan hukuman atas Ananias dan Safira.
- Kisah Para Rasul 5:15: Kepada Petruslah orang-orang membawa orang-orang sakit dengan harapan bahwa “setidak-tidaknya bayangannya mengenai salah seorang dari mereka.”
- Kisah Para Rasul 10: Petrus menerima wahyu yang istimewa dari Yesus, yang memerintahkannya untuk mengabarkan Injil kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi melalui perwira Kornelius. Dan ketika Petrus sedang berkhotbah, “turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu” (ay. 44).
- Kisah Para Rasul 15: Dalam Konsili Yerusalem, Petrus berdiri “setelah terjadi banyak perdebatan” untuk menjelaskan bahwa rencana penyelamatan Yesus mencakup semua orang bukan Yahudi. Ketika ia berbicara, “terdiamlah seluruh umat itu (TB2).”
Seorang apologis Katolik, Dave Armstrong, meringkas bukti Perjanjian Baru dengan cara ini: “Nama St. Petrus disebutkan lebih sering daripada semua murid lainnya: 191 kali (162 kali sebagai Petrus atau Simon Petrus, 23 kali sebagai Simon, dan 6 kali sebagai Kefas). Yohanes berada di urutan selanjutnya dengan hanya 48 kali penyebutan.”
Satu Gembala
Salah satu alasan yang masuk akal mengapa Yesus mendirikan kepausan adalah untuk memastikan kesatuan Gereja. Tanpa otoritas kepausan yang diamanatkan secara ilahi, kelompok-kelompok Kristen lainnya tidak memiliki jaminan bahwa doktrin mereka benar. Misalnya, saudara-saudari Protestan kita tidak dapat memastikan kitab-kitab mana saja yang termasuk dalam Alkitab, karena tidak ada otoritas final yang dapat menyelesaikan masalah ini.
Tentu saja situasi ini lebih baik bagi saudara-saudara Ortodoks kita, yang setidaknya mereka menerima suksesi apostolik dan otoritas para uskup dan para patriark. Namun Ortodoks masih menderita karena tidak mengakui keutamaan penerus Petrus. Sebagai contoh, perpecahan di antara berbagai aliran Ortodoks menyebabkan mereka tidak pernah mengadakan konsili ekumenis sejak Nikea II, yang berlangsung pada tahun 787 M.
Oleh karena itu, tampaknya ada sesuatu yang dapat kita katakan bahwa Yesus menetapkan seorang gembala duniawi untuk menjadi wakil-Nya dalam membimbing dan menjaga kawanan domba-Nya. Inilah yang kita lihat dalam Injil Yohanes, ketika Yesus menyatakan: “Aku juga mempunyai domba-domba lain yang bukan dari kandang ini. Domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku, dan akan ada satu kawanan dengan satu gembala [Yunani: poimēn]” (Yohanes 10:16 TB2).
Siapakah Gembala yang satu itu? Yang pertama dan terutama, jelas adalah Yesus sendiri, yang digambarkan oleh Injil keempat sebagai Gembala yang Baik (lihat Yohanes 10:11). Namun, ada alasan kuat untuk mempercayai dalam arti sekunder, gembala yang satu itu juga merujuk kepada Petrus. Kita dapat melihat ini di akhir Injil Yohanes, ketika Yesus memerintahkan Petrus untuk “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:16). Kata kerja Yunani yang Yesus gunakan untuk “menggembalakan” adalah poimaine, kata yang sama yang digunakan-Nya untuk “gembala” dalam bab 10. Dengan kata lain, Yesus memerintahkan Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya! (Perlu dipehatikan bahwa penggembalaan Petrus bukanlah menggantikan penggembalaan Kristus, melainkan perpanjangan dari penggembalaan-Nya. Petrus hanyalah seorang gembala sejauh ia melayani sebagai pelayan dan wakil Kristus).
Ada satu hal lagi yang menarik untuk dibahas di sini. Ketika Yesus menyatakan bahwa hanya akan ada satu kawanan domba dan satu gembala, Dia mengawali pernyataan ini dengan menunjukkan bahwa ada domba-domba lain yaitu bangsa-bangsa lain bukan Yahudi, yang pada saat itu belum berada di dalam kandang dan perlu dibawa masuk. Sekarang kita kembali ke Yohanes 21, dan perhatikan bagian yang mengawali perkataan Yesus yang memerintahkan Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya:
Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti. Kata Yesus kepada mereka: “Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu.” Simon Petrus naik ke perahu lalu menarik jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sekalipun sebanyak itu, jala itu tidak koyak. (Yohanes 21:9-11 TB2)
Seperti yang telah kita ketahui, ikan melambangkan jiwa-jiwa yang harus ditangkap oleh Petrus. Menurut St. Jerome, para ahli biologi Yunani telah mengidentifikasi 153 jenis ikan yang berbeda di dunia pada masa itu. Menurut bacaan ini, 153 ikan adalah simbol dari semua bangsa.
Lalu apa yang dilakukan Petrus? Dia mengangkut jala ke darat! Secara harfiah, hal ini tampak luar biasa. Tidak ada orang yang cukup kuat untuk melakukan hal itu sendirian, dan Yohanes bahkan menekankan bahwa ikan-ikan itu “besar.” Namun, pada tingkat spiritual, naskah ini memiliki makna yang jauh lebih dalam.
Petrus pasti mendapat bantuan untuk mengangkut jala itu, tetapi Yohanes dengan sengaja memusatkan perhatiannya pada kepala para rasul untuk menyoroti peran istimewa yang harus ia jalankan di dalam kehidupan Gereja. Tim Staples menjelaskan:
Ikan adalah simbol yang melambangkan umat beriman (perhatikan Lukas 5:8-10). Dan simbol “jala” digunakan di bagian lain dalam Perjanjian Baru untuk Gereja (lihat Matius 13:47). Bukan hanya kemampuan Petrus untuk membawa ikan-ikan ini (semua orang beriman) merupakan mukjizat, tetapi fakta bahwa “jala” itu tidak koyak juga merupakan hal yang luar biasa. Pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa Gereja yang didirikan Yesus yang berisi semua umat beriman dengan Petrus sebagai pemimpinnya tidak akan pernah hancur! … Di sini Yesus sang Gembala menugaskan Petrus untuk menjadi gembala profetis dalam Yohanes 10:16 untuk menggembalakan seluruh umat Allah! Berapa banyak dari domba-domba milik Yesus? Semuanya. Berapa banyak domba milik Yesus yang diberikan kepada St. Petrus untuk digembalakannya? Semuanya.
Yesus menghendaki supaya kawanan domba-Nya bersatu dalam doktrin dan praktik, dan itulah sebabnya Dia menunjuk Petrus dan para penggantinya sebagai gembala-Nya di bumi yang akan memastikan bahwa Gereja senantiasa menjadi “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Timotius 3:15). Inilah kesaksian yang konsisten dari Kitab Suci, dan inilah yang diimani oleh orang-orang Kristen sejak zaman dahulu kala.
Sejak abad pertama dan seterusnya, para Bapa Gereja seperti St. Klemens dari Roma, St. Ignatius dari Antiokhia, St. Irenaeus dari Lyon, dan St. Siprianus dari Kartago memberikan kesaksian akan kebenaran suksesi apostolik dan otoritas kepausan. Sebagai umat Katolik zaman modern, kita harus bersyukur kepada Yesus atas harta yang sangat berharga yang Ia berikan kepada kita melalui karunia kepausan. Dan kita juga dapat yakin, bahwa batu karang yang di atasnya Kristus mendirikan Gereja-Nya yang tidak akan pernah dikalahkan oleh kuasa maut.
Bahan Bacaan untuk Didalami
Joe Heschmeyer, Pope Peter: Defending the Church’s Most Distinctive Doctrine in a Time of Crisis (Catholic Answers Press, 2020)
Erick Ybarra, The Papacy: Revisiting the Debate Between Catholics and Orthodox (Emmaus Road Publishing, 2022)
https://www.catholic.com/magazine/online-edition/the-papacy-in-scripture-no-rocks-required
https://www.catholic.com/tract/the-authority-of-the-pope-part-i
https://www.catholic.com/tract/the-authority-of-the-pope-part-ii
https://www.ncregister.com/blog/top-20-biblical-evidences-for-the-primacy-of-st-peter
Clement Harrold meraih gelar master dalam bidang teologi dari Universitas Notre Dame pada tahun 2024, dan gelar sarjana dari Universitas Fransiskan Steubenville pada tahun 2021. Tulisan-tulisannya telah dimuat di First Things, Church Life Journal, Crisis Magazine, dan Washington Examiner.
Sumber: “Revisiting the Scriptural Foundations of the Papacy”
Posted on 13 May 2025, in Apologetika and tagged Edward Sri, Gereja, Kepausan, St. Petrus, Tim Staples. Bookmark the permalink. Leave a comment.



Leave a comment
Comments 0