[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Sejarah Madah Gloria
oleh John M. Grondelski

Bell at sunset, Metković, Croatia (Sumber: catholic.com)
Untuk Masa Adven dan Prapaskah, Madah “Kemuliaan” tidak dinyanyikan dalam Misa, tetapi akan segera kembali.
Gloria (“Kemuliaan kepada Allah di surga”) adalah salah satu doa yang paling dikenal oleh umat Katolik yang dinyanyikan pada awal Misa. Doa ini tidak dipanjatkan selama masa Prapaskah dan Adven, sehingga saat ini menjadi saat yang tepat untuk merenungkannya.
Gloria adalah lagu pujian kuno, kekunoannya terlihat dari istilah-istilah yang digunakan untuk berbicara tentang Allah dan Yesus Kristus. Di Gereja kuno, umat Kristen ingin menciptakan lagu pujian yang diambil dari Mazmur Perjanjian Lama atau pujian-pujian Perjanjian Baru. Hanya sedikit yang bertahan, yang tersisa misalnya Gloria dan Te Deum. Bukti tertulis berbahasa Latin lengkap sekaligus tertua yang kita miliki tentang Gloria sepertinya berasal dari sekitar tahun 700.
Gloria adalah doksologi—doa pujian. Ada empat jenis doa: pujian, permohonan, perantaraan, dan ucapan syukur. Doa pujian dan penyembahan mengakui bahwa kita berdiri di hadapan Allah Sang Pencipta, yang juga menyelamatkan kita dari dosa (Katekismus Gereja Katolik 2628). Gloria sering disebut sebagai “Doksologi Besar/Mayor” untuk membedakannya dari “Doksologi Kecil/Minor” (“Kemuliaan kepada Bapa, Putera dan Roh Kudus. Seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad. Amin.”) yang lebih sering didoakan setiap hari. Contoh lain dari doksologi termasuk Te Deum dan “Amin Agung” di akhir Doa Ekaristi/Doa Syukur Agung.
Pada awalnya, Gloria bukanlah bagian Misa. Namun, Gloria ditambahkan ke Misa Natal Tengah Malam di Roma dan kemudian meluas ke acara-acara perayaan lainnya serta hari Minggu, tetapi hanya ketika seorang uskup yang mempersembahkan misa.
Gloria terdiri dari tiga bagian yang berbeda: doa pembuka yaitu doa para malaikat, pujian kepada Allah, dan seruan kepada Kristus. Mari kita bahas masing-masing.
Doa Para Malaikat
“Kemuliaan kepada Allah di surga, dan damai di bumi kepada orang yang berkenan pada-Nya” berasal dari Lukas 2:14. Ini adalah nyanyian para malaikat setelah pengabaran pertama para malaikat tentang kelahiran Kristus kepada para gembala di Betlehem.
Karena pembukaannya, Gloria secara tradisional dikaitkan dengan Natal. Sejarawan liturgi Josef Jungmann berpendapat bahwa di Roma, paus menyanyikan baris pertama Gloria, yang kemudian diikuti oleh seluruh umat. Ia bertanya-tanya apakah praktik ini merujuk pada Lukas 2, di mana pengabaran oleh satu malaikat kemudian diikuti oleh paduan suara malaikat.
Jungmann melakukan dua pengamatan tentang doa malaikat. Pertama, mungkin ini adalah pernyataan, bukan harapan: Inkarnasi Allah sebagai manusia adalah kemuliaan Allah dan memungkinkan damai bagi manusia yang berkehendak baik—yaitu mereka yang terbuka terhadap kehendak Allah. Kedua, doa ini menekankan konsep “sudah/belum” tentang keselamatan: Allah telah membuat keselamatan menjadi mungkin, tetapi pekerjaan keselamatan tidak akan selesai hingga Hari Terakhir. Setiap kali Misa dirayakan, setiap kali Gloria didoakan dalam Misa, pemenuhan keselamatan semakin dekat.
Pujian kepada Allah
Dari “Kami memuji Dikau” hingga “Allah Bapa yang Mahakuasa,” Gloria memuji Allah secara langsung. Kita memulai dengan pujian berulang kepada Allah: “memuji,” “meluhurkan,” “menyembah,” dan “memuliakan.” Pada zaman kuno, pengulangan tema menekankan pujian dan penghormatan dari orang yang berdoa. Kita memuji Allah bukan karena apa yang telah Dia lakukan bagi kita, tetapi semata-mata karena siapa Allah itu: “Kami bersyukur kepada-Mu, karena kemuliaan-Mu yang besar.” Gelar-gelar ilahi semuanya adalah gelar kuno: “Tuhan Allah,” “Raja Surgawi,” “Allah Bapa Yang Mahakuasa.” Yang terakhir ini pada dasarnya merupakan awal dari Pengakuan Iman Para Rasul (Syahadat Singkat).
Seruan kepada Kristus
Gloria kemudian beralih ke doa khusus kepada Yesus Kristus, dimulai dengan “Ya Tuhan Yesus Kristus, Putra yang tunggal.” Dalam kaitannya dengan Bapa, Yesus adalah “Putra Tunggal Allah.” Dalam kaitannya dengan kita, Dia adalah Penyelamat dan Penebus kita, dan gelar-gelar tersebut mencerminkan hal itu: “Tuhan Allah, Anak Domba Allah, Putra Bapa.” Kemudian kita memiliki litani yang terdiri dari tiga bagian, berfokus pada penebusan kita: “Engkau yang menghapus dosa dunia” (dua kali) dan “Engkau yang duduk di sisi Bapa” (yang mencerminkan posisi Yesus sebagai Sang Penyelamat dan Sang Hakim), setiap seruan disertai dengan jawaban tradisional, “kasihanilah kami.”
Gloria kemudian beralih dari seruan kepada Kristus ke dalam doksologi penuh tentang Tritunggal: Dia yang adalah “Yang Kudus,” “Tuhan,” “Yang Mahatinggi” dipuji “bersama dengan Roh Kudus dalam kemuliaan Allah Bapa.”
Di Gereja kuno, Allah dan Kristus adalah dua titik fokus utama dalam perdebatan tentang ajaran sesat: Gereja perdana diguncang oleh kontroversi seputar hubungan antara pribadi-pribadi dalam Tritunggal serta keilahian dan kemanusiaan Yesus. Hal ini menandakan usia doa ini: setelah salam malaikat, dua fokus utama dalam Gloria melibatkan Allah dan Kristus. Seperti yang ditekankan oleh Jungmann, doa ini menyatukan Allah dan Kristus sebagai “tiang penyangga tatanan Kristen semesta,” Allah sebagai awal dan akhir, Alfa dan Omega, kepada siapa segala sesuatu ditujukan di dalam Kristus.
Ada prinsip dalam liturgi Katolik: lex orandi, lex credendi. Secara sederhana, prinsip itu berarti bahwa cara kita berdoa mencerminkan apa yang kita imani. Ketika kita berhenti sejenak dan mendengarkan apa yang kita ucapkan dalam Gloria hampir setiap Minggu, kita menyadari betapa dalam doa pujian kepada Allah dan seruan permohonan belas kasihan kepada Kristus. Perhatikanlah dengan saksama. Anda akan lebih menghargai kembalinya Gloria dalam Misa Natal Malam (in Nocte).
Sumber: “You’re Singing It Wrong!”
Posted on 24 December 2025, in Ekaristi and tagged Gloria, Gloria in excelsis Deo, Gloria Patri, Kemuliaan Kepada Bapa, Liturgi. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0