Beata Bibiana Mun Yeong-in

Beata Bibiana Mun Yeong-in (Sumber: koreanmartyrs.or.kr)

Beata Bibiana Mun Yeong-in (Sumber: koreanmartyrs.or.kr)

Profil Singkat

  • Tahun dan Tempat Lahir: 1776, Seoul
  • Gender: Wanita
  • Posisi/Status: Pewarta, Perawan dan Wanita Istana
  • Usia: 25 tahun
  • Tanggal Kemartiran: 2 Juli 1801
  • Tempat Kemartiran: Pintu Gerbang Kecil Barat, Seoul
  • Cara Kemartiran: Dipenggal

Bibiana Mun Yeong-in  adalah putri ketiga seorang keluarga kelas menengah di Seoul. Dia dipilih menjadi seorang wanita istana pada tahun 1783 pada usia tujuh tahun. Ayahnya seorang petugas pemerintahan dengan jabatan rendah, tinggal bersama Bibiana dan adik-adik perempuannya, ayahnya menyembunyikan putrinya yang lebih tua di tempat lain. Namun demikian, petugas istana mengetahui kepintaran dan kecantikan Bibiana, kemudian mereka memilih dia untuk menjadi seorang wanita istana. Begitulah bagaimana Bibiana Mun dibawa masuk ke istana.

Setelah dia belajar menulis, dia ditugaskan untuk menulis laporan. Pada tahun 1791, pada usianya yang ke 21, dia mengambil cuti sementara dari istana karena dia sangat sakit. Saat itulah, dia mendengar mengenai agama Katolik dari seorang wanita tua. Dia belajar Katekismus dari dia dan menjadi seorang Katolik.

Setelah itu Bibiana Mun berkenalan dengan Kolumba Kang Wan-suk, seorang katekis wanita pertama. Pada tahun 1798, dia pergi ke rumah Kolumba Kang dan menerima Sakramen Baptis dari Pastor Yakobus Zhou Wen-mo, dan dia diberi nama Bibiana. Dia mengunjungi rumah Kolumba Kang dari waktu ke waktu dan mempelajari buku-buku Katolik bersama umat beriman lainnya, dan juga menghadiri Misa.

Sementara itu, kesehatan Bibiana Mun sudah pulih dan kembali ke istana. Tentu saja, sangat sulit bagi dia untuk memperhatikan tugas keagamaanya di istana. Namun demikian di situasi sulit seperti itu, dia berusaha untuk setia dalam kehidupan doanya. Akhirnya, Bibiana Mun diketahui sebagai seorang Katolik dan dia dikeluarkan dari istana.

Setelah itu, Bibiana Mun dapat membaktikan dirinya secara penuh untuk agamanya. Dia membaca biografi Para Kudus, dia mencoba untuk mengikuti mereka dan berdoa khusyuk. Terkadang, dia mengemukakan keinginannya untuk mati sebagai martir demi kemuliaan Tuhan. Dia juga diusir dari keluarganya karena agamanya. Dia menyewa sebuah rumah di Cheongseok-dong, Seoul dan membaktikan hidupnya bagi Tuhan dan Gereja. Ketika Agustinus Jeong Yak-jong pindah ke Seoul, dia memperkenankan rumahnya digunakan olehnya.

Setelah Penganiayaan Shinyu terjadi pada tahun 1801, Bibiana Mun pulang ke rumahnya dan menunggu hari yang mana dia akan mati sebagai martir. Akhirnya, dia ditangkap oleh polisi. Dia dibawa ke Pusat Kepolisian dan dihukum berat. Oleh karena siksaan, dia menjadi kebingungan dan dia berkata bahwa dia akan menyerah dari agamanya, tetapi tidak lama kemudian dia menyadari apa yang telah ia lakukan, dan dia mengakui imannya kepada Tuhan, dengan berkata, “Walaupun saya akan mati, saya tidak dapat mengubah pikiran saya mengenai iman saya kepada Tuhan.”

Kemudian Bibiana Mun dipindahkan ke Departemen Hukum dimana dia dihukum kembali. Walaupun demikian, saat ini dia tetap kokoh dalam imannya. Dia mencoba membuktikan bahwa dia adalah seorang Katolik, dengan menjelaskan doktrin Katolik dengan semangat. Berikut ini adalah pengakuan dia di Departemen Hukum:

“Pada pernyataan pertama saya di Pusat Kepolisian, saya berkata bahwa saya akan mengkhianati agama Katolik, tetapi itu semua hanya kata-kata belaka. Dalam hati saya, saya tidak pernah sedikitpun niat untuk menyangkal iman saya. Itu sebabnya saya membalikkan pernyataan saya. Saya telah percaya kepada Tuhan dengan tulus hati selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, saya tidak dapat mengubah pikiran saya dalam satu hari.”

Departemen Hukum menyadari bahwa mereka tidak dapat mengubah pikiran Bibiana Mun, kemudian menjatuhkan hukuman mati pada dia. Berikut ini adalah kutipan surat hukuman mati dia:

“Dia sangat menjiwai agama Katolik yang mana dia tidak akan menyangkalnya. Oleh karena itu, dia pantas mati sepuluh ribu kali.”

Bibiana Mun dibawa ke sebelah luar Pintu Gerbang Kecil Barat di Seoul, bersama dengan delapan temannya pada tanggal 2 Juli 1801 (22 Mei pada penanggalan Lunar), dimana mereka dipenggal dan meninggal sebagai martir. Bibiana mun saat itu berusia 25 tahun dan seorang perawan.

Dikatakan bahwa darah yang mengalir dari kaki Bibiana Mun ketika dia disiksa berubah menjadi bunga yang tertiup oleh angin. Ketika dia dipenggal, darah yang memancar seputih susu.

Sumber: koreanmartyrs.or.kr

Advertisement

Posted on 4 December 2014, in Orang Kudus and tagged , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: