[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beato Petrus Jo Suk
Profil Singkat
- Tahun lahir: 1786
- Tempat Lahir: Yanggeun, Gyeonggi-do
- Gender: Pria
- Posisi/Status: Pemimpin awam, pasangan perawan dari keluarga kelas bangsawan
- Usia: 33 tahun
- Tanggal Kemartiran: Setelah 10 Agustus 1819
- Tempat Kemartiran: Seoul
- Cara Kemartiran: Dipenggal
Petrus Jo Suk juga dipanggil dengan nama ‘Myeong-su’, dia lahir di Yanggeun, Gyeonggi-do pada keluarga bangsawan dan percaya kepada Tuhan sejak masih kecil. Nama dewasa dia adalah ‘Suk’. Ketika Penganiayaan Shinyu terjadi pada tahun 1801, dia berlindung bersama orang tuanya di rumah ibunya di Gangwon-do.
Petrus Jo adalah seorang yang cerdas dan dia memperlihatkan bakat yang luar biasa ketika dia tumbuh dewasa. Dia seorang yang bersifat baik dan ramah, dan juga dewasa untuk orang seusianya. Namun demikian, karena pengaruh lingkungannya, dia berangsur-angsur meninggalkan kehidupan agamanya. Pada saat dia menikah dengan Teresia Kwon pada usia 17 tahun, dia menemukan kembali semangat beragamanya.
Pada malam pertama pernikahan mereka, istrinya Teresia menyerahkan sepucuk surat yang meminta dia untuk hidup sebagai pasangan selibat demi Tuhan. Dia tersentuh dengan niat Teresia dan menerima permohonannya. Pada saat itu, imannya kepada Tuhan kembali lagi dan dia menjadi seseorang yang berbeda.
Petrus Jo dan Teresia Kwon hidup seperti kakak beradik. Seiring hari-hari berlalu, iman mereka tubuh semakin dalam dan kuat. Doa, mewartakan Kabar Gembira akan Yesus, dan berkorban menjadi cara hidup mereka sehari-hari. Walaupun mereka hidup dalam kemiskinan, mereka memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Mereka hidup seperti ini selama lima belas tahun. Dari waktu ke waktu, Petrus Jo tergoda untuk meninggalkan janjinya, namun karena nasihat dari Teresia, dia mampu mengatasi godaan dan memperbarui komitmennya untuk selibat.
Petrus Jo dan istrinya Teresia Kwon menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Santo Paulus Jeong Ha-sang untuk perjalanannya ke Beijing untuk mengundang imam. Santo Paulus Jeong tinggal di rumah Petrus Jo untuk mempersiapkan perjalannannya. Pada saat itu seorang janda yaitu Barbara Ko tinggal bersama mereka untuk membantu pekerjaan mereka.
Suatu hari ketika Paulus Jeong berada di Beijing, polisi secara kebetulan mengetahui bahwa Petrus Jo adalah seorang Katolik. Mereka menyerbu rumahnya dan menangkap dia. Istrinya Teresia, mengikuti dia dengan sukarela. Petrus Jo, Teresia Kwon, dan Barbara Ko dipenjarakan bersama. Pada saat itu sekitar akhir bulan Maret 1817.
Ketika interogasi dimulai, kepala petugas menggunakan segala cara yang mungkin dilakukan untuk menggoda Petrus Jo dan istrinya Teresia untuk mengkhianati agama Katolik dan melaporkan keberadaan sesama umat Katolik. Mereka tidak membuka mulutnya, dan menerima seluruh hukuman dengan gigih. Kepala petugas yang melakukan interogasi dan menyiksa mereka berkali-kali, menyadari bahwa mereka tidak akan mengubah pikirannya, memasukkan mereka kembali ke dalam penjara.
Mereka menerima semua rasa sakit dan bertahan dari penderitaan demi Tuhan. Mereka berdoa untuk kehendak Tuhan segera selesai. Teresia Kwon mendorong suaminya kepanpun dia menjadi lemah dan takut, dia meminta agar suaminya tetap setia dan mau mati bagi Tuhan bersama-sama.
Ketiga orang tersebut tinggal di penjara selama lebih dari dua tahun. Walaupun kondisi yang penjara yang menyedihkan, iman mereka tetap tak tergoyahkan. Akhirnya, Tuhan memanggil mereka untuk mati bagi Kristus. Setelah tanggal 10 Agustus 1819 (20 Juni pada penanggalan Lunar), Petrus Jo, Teresia Kwon, dan Barbara Ko dipenggal dan meninggal sebagai martir. Petrus Jo saat itu berusia 32 tahun. Satu bulan kemudian, umat beriman diperbolehkan untuk mengurus jenazah mereka.
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 3 April 2015, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. 2 Comments.
Pingback: Beato Paulus Yi Gyeong-eon | Terang Iman
Pingback: Beata Teresia Kwon Cheon-rye | Terang Iman