[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beato Andreas Kim Sa-geon
Profil Singkat
- Tahun lahir: 1794
- Tempat Lahir: Seosan, Chungcheong-do
- Gender: Pria
- Posisi/Status: Keluarga kelas menengah
- Usia: 45 tahun
- Tanggal Kemartiran: 26 Mei 1836
- Tempat Kemartiran: Daegu, Gyeongsang-do
- Cara Kemartiran: Dipenggal
Andreas Kim Sa-geon lahir di Seosan, Chungcheong-do di keluarga kelas menengah. Dia mempelajari Katekismus dari orang tuanya ketika dia masih usia dini. Ayahnya adalah Tadeus Kim Chang-gwi yang diasingkan pada tahun 1815 karena imannya kepada Tuhan. Pamannya adalah Simon Kim Gang-i yang meninggal di penjara di Wonju, Gangwon-do pada tahun yang sama dengan ayahnya. Pada asalnya keluarga dia adalah keluarga yang kaya, namun orang tua Andreas Kim menjadi miskin karena mereka menyerahkan kekayaan mereka ketika mereka menjadi Katolik dan mereka pindah ke tempat lain.
Beberapa tempat yang menjadi tempat untuk melarikan diri mereka adalah Gosan di Jeolla-do, Jinbo di Gyeongsang-do, dan Uljin di Gangwon-do. Andreas Kim kemudian ditangkap bersama dengan ayahnya ketika Penganiayaan Eulhae pada tahun 1815. Pada saat itu imannya menjadi lemah dan kemudian dia dibebaskan. Namun kemudian, dia sangat menyesal dan bertobat dari kelemahannya dengan berkata, “Saya melewatkan kesempatan yang unik itu untuk menyatakan iman saya kepada Tuhan.”
Setelah ayahnya diasingkan, Andreas Kim pindah ke Gyeongsang-do dan dirinya berkomitmen lagi kepada iman Katolik dengan semangat yang besar. Dia menghabiskan waktu dengan berdoa, mewartakan Injil, dan membaca Alkitab. Dia mengunjungi umat beriman untuk menyediakan mereka dengan buku-buku Katolik dan materi katekese, dan juga membaptis mereka yang bukan umat beriman yang dalam ancaman kematian. Dia juga mempersiapkan diri untuk menjadi seorang martir pada kesempatan lain.
Ketika Penganiayaan Jeonghae terjadi pada tahun 1827, Andreas Kim mengetahui bahwa dirinya cepat atau lambat akan ditangkap, sehingga dia berdoa dengan sungguh-sungguh untuk memahami kehendak Tuhan dan mengikuti pemeliharaan-Nya. Tak lama kemudian, polisi memasuki desa dengan paksa dan menangkap dia. Dia dibawa ke Sangju dan kemudian dia diinterogasi. Dia dengan tegas menolak perintah kepala petugas untuk melaporkan nama-nama umat Katolik. Sebaliknya, doa menjelaskan doktrin utama Gereja dan Sepuluh Perintah Allah. Kemudian kepala petugas menjadi sangat marah kepadanya dan memerintahkan agar dia dihukum dengan berat. Dia disiksa dan dipukuli dengan kejam sehingga tulang kakinya patah seluruhnya. Namun dia menahan seluruh penderitaan itu dengan senang hati dan tetap kokoh dalam imannya kepada Tuhan.
Beberapa hari kemudian, Andreas Kim dipindahkan ke Daegu, di mana kursi pemerintahan provinsi Gyeongsang-do berada, di sana dia berulang-ulang disiksa dengan kejam. Namun dia tidak pernah menyerah. Tak lama kemudian, dia dibawa ke Jeonju dan ditanyai tentang benda-benda rohani yang polisi ambil dari umat Katolik. Kemudian dia dipindahkan kembali ke Daegu.
Di penjara di Daegu ada beberapa umat Katolik yang bisa bertahan dari hukuman berat. Mereka menunggu Andreas Kim bergabung dengan mereka. Andreas Kim dan teman-temannya menghabiskan waktu dua belas tahun di penjara, dengan iman dan nasib yang sama.
Ketika Penganiayaan Gihae terjadi pada tahun 1839, Andreas Kim diinterogasi kembali dan diminta untuk menyangkal iman Katolik. Berikut ini adalah kutipan dari surat yang dilaporkan kepada raja:
“Kim Sa-geon menyembah dan melayani Tuhan. Dia berkata, ‘Karena saya sangat mengerti dan memahami keindahan dan kebenaran akan agama Katolik, saya tidak sedikitpun menyesal dan akan mati untuk keyakinan ini.’ Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menghukum dia berdasarkan hukum nasional.”
Umat beriman yang saat itu berada di penjara yaitu Andreas Kim Sa-geon, Andreas Pak Sa-ui, dan Andreas Yi Jae-haeng. Ketika mereka mendengar bahwa raja memerintahkan untuk melakukan eksekusi mereka, mereka mengalami sukacita surgawi dan mereka membagi-bagikan barang dan pakaian mereka kepada tahanan lainnya.
Pada tanggal 26 Mei (14 April pada penanggalan Lunar), Andreas Kim Sa-geon dibawa ke tempat eksekusi bersama kedua temannya. Dia dipenggal dan meninggal sebagai martir. Pada saat itu Andreas Kim berusia 45 tahun.
Tahanan dan sipir penjara berduka karena kematian ketiga orang itu dan mereka tidak dapat menahan air mata mereka karena mereka mengingat teladan hidup mereka di penjara. Polisi mengurus jenazah mereka dan memakamkan mereka dengan hormat. Umat Katolik menghormati mereka untuk waktu yang lama.
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 21 April 2015, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. 4 Comments.
Pingback: Beato Andreas Pak Sa-ui | Terang Iman
Pingback: Beato Andreas Yi Jae-haeng | Terang Iman
Pingback: Beato Ambrosius Kim Se-bak | Terang Iman
Pingback: Beato Simon Kim Gang-i | Terang Iman