Beato Ayub Yi Il-eon

Beato Ayub Yi Il-­eon (Sumber: koreanmartyrs.or.kr)

Beato Ayub Yi Il-­eon (Sumber: koreanmartyrs.or.kr)

Profil Singkat

  • Tahun lahir: 1767
  • Tempat Lahir: Hongju, Chungcheong-do
  • Gender: Pria
  • Posisi/Status: Umat awam
  • Usia: 72 tahun
  • Tanggal Kemartiran: 29 Mei 1839
  • Tempat Kemartiran: Joenju, Jeolla-do
  • Cara Kemartiran: Dipenggal

Ayub Yi Il-eon lahir di Daebeol, Hongju, Chungcheong-do, sebelum tahun 1801 dia belajar Katekismus dari ayahnya, Yi Jeom-son, dan kemudian dia menjadi Katolik. Nama dewasa dia adalah Tae-mun.

Ayub Yi ditangkap ketika Penganiayaan Shinyu pada tahun 1801, dan dia diasingkan ke Anui, Gyeongsang-do. Dia dipenjarakan kembali karena dia dibenci oleh hakim. Bahkan dia tidak diperbolehkan untuk minum. Dia menghabiskan waktu selama sepuluh tahun di penjara dengan dihina dan dipelakukan buruk, namun dia menahan semuanya demi cintanya kepada Tuhan. Dia merupakan teladan yang luar biasa mengenai apa artinya menjadi seorang Katolik. Dia menjadi tahanan rumah untuk beberapa waktu di bawah pengawasan hakim.

Dari tahun 1815, Ayub Yi tinggal bersama istrinya di Anui. Pada bulan Mei 1826 dia dibebaskan dari tahanan rumah, kemudian dia pindah ke Imsil, Jeolla-do di mana dia menjalankan ajaran Katolik dan mengabdikan dirinya untuk mewartakan Injil kepada para tetangganya.

Pada tahun berikutnya, Penganiayaan Jeonghae terjadi dan istrinya meminta dia untuk melarikan diri. Namun dia tidak mendegarkan istrinya, namun dia mengeluh demikian, “Saya kecewa karena saya sebelumnya tidak dapat mati sebagai martir. Karena saya tinggal di tempat terpencil ini, saya tidak memiliki kesempatan untuk mempersembahkan hidup saya bagi Tuhan. Betapa menyedihkan diri saya.”

Tiga hari kemudian, polisi dari Jeonju menyerbu rumahnya dan menangkap dia. Kemudian, dia berpikir bahwa impiannya akhirnya datang dan dia dengan senang hati mengikuti mereka. Dalam interogasi yang berkali-kali dilakukan, Gubernur Jeonju menemukan tentang kegiatannya di masa lalu, dan dia memerintahkan agar dia dipukuli dengan kejam. Walaupun dia seorang yang pendek dan kurus, dia menahan seluruh rasa sakit dengan iman yang kuat kepada Tuhan, hal ini mempengaruhi orang-orang. Para penganiaya berkata satu sama lain, “Kita salah kira dengan penampilannya. Dia pasti seorang pemimpin umat Katolik.” Interogasi dan siksaan berlanjut baik malam dan siang hari, namun iman Ayub Yi tidak pernah tergoyahkan. Kemudian gubernur mengumumkan hukuman mati baginya dan memerintahkan agar dia ditempatkan di dalam penjara.

Ayub Yi harus tinggal di penjara di Jeonju selama dua belas tahun bersama dengan Petrus Kim Dae-gwon. Dia menandatangani surat hukuman mati dalam tiga kali kesempatan yang berbeda, dan dia menolak tindakan apapun untuk menyelamatkan hidupnya. Ketika Penganiayaan Gihae terjadi pada tahun 1839, Ayub Yi di bawa ke sebuah pasar di Jeonju dan di sana dia dipenggal berdasarkan perintah raja, dan dia meninggal sebagai martir. Pada saat itu tanggal 29 Mei 1839 (17 April pada penanggalan Lunar). Pada saat itu dia berusia 72 tahun.

Ketika Ayub Yi dibawa ke tempat eksekusi, anak-anaknya mengikuti dia sambil menangis. Dia berkata kepada mereka, “Saya menderita untuk waktu yang lama di penjara. Hari ini saya pergi ke Surga. Mengapa kalian menangis? Berbahagialah untuk keberuntungan saya. Berbahagialah bahwa ayah kalian mati bagi Yesus Kristus. Saya menasihati kalian untuk menjadi orang-orang Katolik yang baik.”

Sumber: koreanmartyrs.or.kr

Advertisement

Posted on 22 April 2015, in Orang Kudus and tagged , , . Bookmark the permalink. 2 Comments.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: