Santa Lusia Kim

Lucia Kim (Sumber: cbck.or.kr)

Lusia Kim (1818-1839) adalah seorang yang wanita muda yang menarik hari karena bakat, keberanian, dan keanggunannya. Ketika kedua orang tuanya meninggal, dia harus menjual seluruh miliknya untuk membayar biaya pemakaman. Setelah itu, dia tinggal bersama dengan sebuah keluarga Katolik, dan kemudian dia berjanji untuk tetap perawan.

Ketika penganiayaan terjadi, Lusia bersama dengan tiga wanita saleh lainnya memutuskan untuk menyerahkan diri kepada aparat pemerintahan untuk menyatakan iman mereka. Lusia merupakan yang termuda, namun dia menjadi pemimpin dari kelompok wanita itu. Lusia tidak kehilangan ketenangannya selama diinterogasi dan disiksa.

“Bagaimana mungkin seorang wanita cantik seperti kamu, percaya akan agama Katolik?”
“Benar, saya sangat mempercayai agama Katolik.”
“Sangkal Allahmu, maka kamu akan menyelamatkan hidupmu sendiri.”
“Allah saya adalah Bapa dari seluruh ciptaan. Bagaimana mungkin saya menyangkal Raja dan Bapa saya? Saya tidak dapat melakukannya bahkan jika saya harus mati sepuluh ribu kali.”
“Mengapa kamu tidak menikah?”
“Saya masih berusia 20 tahun. Tidak aneh bagi perempuan seusia saya belum menikah. Tidak pantas bagi seorang wanita muda membicarakan pernikahannya sendiri.”
“Apakah kamu tidak takut mati?”
“Ya, saya takut mati. Tapi saya lebih baik mati daripada menyangkal Tuhan saya.”
“Di mana roh yang kamu katakan itu?”
“Dalam tubuh manusia. Roh itu rohani dan tidak dapat dilihat.”
“Apakah kamu melihat Allah?”
“Tidak. Bisakah seorang pria desa yang tidak pernah melihat raja, percaya bahwa raja itu ada? Ketika saya melihat seluruh ciptaan, saya tahu bahwa Sang Pencipta itu ada.”

Kepala polisi berusaha dengan berbagai macam cara baik dengan bujukan dan siksaan dalam jangka waktu yang lama, namun kepala polisi itu tidak dapat melemahkannya. Sebaliknya, kepala polisi itu merasa malu. Algojo, yang melihat ketenangannya, berpikir bahwa dia mungkin dirasuki oleh hantu.

Santa Lusia Kim (Sumber: cbck.or.kr)

Santa Lusia Kim (Sumber: cbck.or.kr)

Lusia dan wanita lainnya harus menderita kelaparan, kehausan, dan berbagai kesulitan lainnya di dalam penjara selama beberapa minggu bahkan setelah mereka dijatuhi hukuman mati. Lusia memiliki rambut yang indah. Dia memotong rambutnya itu dan menjualnya. Dengan uang itu, dia membeli makanan yang dia bagi-bagikan kepada teman-teman satu selnya. Lusia menulis sepucuk surat kepada salah satu temannya, dalam surat itu tertulis demikiant: “Saya bersyukur kepada Allah kerena sudah dijatuhi hukuman mati setelah menjalani kesakitan dan siksaan yang berat. Saya tidak tahu kapan Tuhan akan memanggil saya. Mohon doakan kami, dan ikuti kami ke Surga. Kami sedang menunggu untuk dipanggil oleh Tuhan.”

Lusia dipenggal di sebelah luar Pintu Gerbang Kecil Barat bersama dengan tujuh orang Katolik lainnya pada tanggal 20 Juli 1839. Dia berusia 22 tahun, ketika mempelai surgawinya membawanya ke Surga.

 

Sumber: cbck.or.kr

Posted on 30 January 2016, in Orang Kudus and tagged , , . Bookmark the permalink. 1 Comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: