[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Akar Perjanjian Lama mengenai Minggu Palma
Oleh Dr. Brant Pitre
Salah satu Misa dan bacaan-bacaan Kitab Suci yang saya sukai dalam lingkaran tahun liturgi adalah Minggu Palma Mengenang Sengsara Tuhan atau lebih umum dikenal dengan “Minggu Palma.”
Melalui bacaan-bacaan pada Minggu Palma, Gereja menghantar kita menuju puncak perayaan tahun liturgi pada perayaan Pekan Suci. Inilah hari Minggu terakhir sebelum memulai masa Triduum (Trihari Suci), yang akan mencapai puncaknya pada perayaan Paskah (Paskah Latin), yang dalam Katekismus disebut sebagai “pesta segala pesta” (KGK 1169).
Jika Anda memiliki anak kecil yang perlu dijaga selama Misa, Anda mungkin ingat bahwa pada hari Minggu ini merupakan salah satu Misa dengan rangkaian bacaan yang paling panjang dalam seluruh tahun liturgi. Pada Minggu ini, Gereja bukan hanya memperingati Yesus yang dielu-elukan ketika memasuki Yerusalem pada enam hari sebelum hari Paskah Yahudi, namun juga Gereja menampilkan kepada umat beriman tentang kisah Sengsara dan wafat Yesus secara lengkap berdasarkan pada salah satu Injil Sinoptik.
Mengingat banyaknya jumlah dan panjangnya bacaan pada Minggu ini, maka saya menulis artikel ini bukan untuk memberikan analisis secara penuh dari bacaan-bacaan itu. Sebaliknya, apa yang ingin saya lakukan dalam tulisan ini adalah memusatkan perhatian kita pada akar Perjanjian Lama dalam pembukaan Bacaan Injil Perarakan mengenai Yesus dielu-elukan di Yerusalem dan menunjukkan makna yang lebih dalam lagi di balik tindakan Yesus itu dan bagaimana hal itu menjadi pertanda di masa depan tentang misteri yang akan diungkapkan pada bacaan-bacaan selanjutnya dalam Minggu Palma, dan dalam kisah Sengsara dan juga pada Misa itu sendiri.
Yesus dielu-elukan di Yerusalem menurut Injil Lukas
Tidak seperti Misa-misa lainnya, pada Minggu Palma terdapat dua bacaan Injil. Yang pertama adalah kisah Yesus yang dielu-elukan di Yerusalem menurut Injil Lukas (atau pada tahun liturgi lainnya diambil dari Injil Matius 21:1-11, Markus 11:1-10, atau Yohanes 12:12-16):
Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Ketika Ia telah dekat Betfage dan Betania, yang terletak di gunung yang bernama Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu: Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan mendapati seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah ke mari. Dan jika ada orang bertanya kepadamu: Mengapa kamu melepaskannya? jawablah begini: Tuhan memerlukannya.” Lalu pergilah mereka yang disuruh itu, dan mereka mendapati segala sesuatu seperti yang telah dikatakan Yesus. Ketika mereka melepaskan keledai itu, berkatalah orang yang empunya keledai itu: “Mengapa kamu melepaskan keledai itu?” Kata mereka: “Tuhan memerlukannya.” Mereka membawa keledai itu kepada Yesus, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan menolong Yesus naik ke atasnya. Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan. Ketika Ia dekat Yerusalem, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring oleh karena segala mujizat yang telah mereka lihat. Kata mereka: “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!” Beberapa orang Farisi yang turut dengan orang banyak itu berkata kepada Yesus: “Guru, tegorlah murid-murid-Mu itu.” Jawab-Nya: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak.”
Maka sekarang ada banyak aspek yang dapat menarik perhatian kita. Namun menurut saya ada dua hal yang paling penting untuk memahami dengan tepat dari peristiwa ini, yang pertama adalah akar Yahudi mengenai tindakan Yesus mengendari seekor keledai memasuki kota, dan yang kedua adalah akar Yahudi dari tanggapan dari kerumunan orang banyak akan tindakan Yesus.
Mengapa Yesus Mengendari Keledai memasuki Yerusalem?
Sebagaimana sudah diketahui, dengan memilih tunggangan terbuka dan mengendari seekor keledai memasuki Yerusalem di tengah-tengah prosesi dan juga banyaknya peziarah Paskah memasuki kota itu, Yesus melakukan apa yang menurut para ahli sebagai tanda nubuat – suatu tindakan simbolis yang bertujuan untuk melambangkan dan menetapkan tindakan dalam peristiwa besar dalam sejarah keselamatan. Dalam hal ini, tindakan Yesus mengendarai seekor keledai memasuki Yerusalem mengingatkan kembali akan nubuat Zakharia tentang kedatangan Mesias (raja Israel yang dinanti-nantikan) ke kota Yerusalem (lihat Zakharia 9:9). Namun demikian, ada lebih banyak lagi hal daripada sekadar tindakan publik mesianis ini. Karena ketika kita kembali ke nubuat Zakharia dan membacanya dengan konteks lengkapnya, kita akan menemukan beberapa ciri penting dari Raja Mesianis yang istimewa ini:
Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda. Ia akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem; busur perang akan dilenyapkan, dan ia akan memberitakan damai kepada bangsa-bangsa. Wilayah kekuasaannya akan terbentang dari laut sampai ke laut dan dari sungai Efrat sampai ke ujung-ujung bumi. Mengenai engkau, oleh karena darah perjanjian-Ku dengan engkau, Aku akan melepaskan orang-orang tahananmu dari lobang yang tidak berair. (Zakharia 9:9-11)
Ada tiga aspek yang perlu ditekankan dalam nubuat Zakharia ini, yang pertama bahwa dialah raja damai, bukan perang, yang kedua adalah bahwa dialah raja seluruh bumi, dan yang ketiga bahwa dia akan membebaskan orang-orang dari “lobang” (dunia orang mati) melalui darah perjanjian. Marilah kita lihat sejenak dari masing-masing ciri tersebut dan bagaimana hal itu digenapi dalam kisah Sengsara Yesus.
- Raja yang mengendarai keledai akan menjadi Raja Damai
Pertama, mari kita perhatikan tentang raja mesianis yang mengendari keledai memasuki Yerusalem menurut Zakharia, bahwa raja itu bukanlah sembarang raja, dialah Raja Damai. Dia bukan datang untuk melakukan perang duniawi, tapi membuat kereta perang dan kuda perang berakhir di Yerusalem.
Bacaan pada Minggu Palma akan membuat satu poin yang sama dengan tulisan Lukas tentang Kisah Sengsara Yesus di Getsemani. Ketika murid-murid Yesus menyadari bahwa Dia akan ditangkap, mereka mulai melawan dengan pedang, dan salah satu dari mereka (Simon Petrus, yang kita ketahui dari Injil Yohanes), memotong “telinga kanan” salah seorang hamba dari imam agung. Menanggapi hal ini, Yesus berkata:
“Sudahlah itu.” Lalu Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya. (Lukas 22:51)
Walaupun Dia adalah Mesias, baik Yesus (maupun para pengikut-Nya) tidak akan berkuasa dengan pedang, namun melalui kuasa dengan mengikuti Dia yaitu menjadi seorang pelayan dan memilkul salib (lihat Lukas 22:24-27).
- Raja yang mengendarai keledai akan menjadi Raja Dunia
Yang kedua, mari kita perhatikan juga nubuat Zakharia, bahwa raja yang akan mengendarai keledai akan menjadi raja semesta, kekuasaannya bukan hanya atas bangsa Israel, namun sampai ke ujung bumi (Zahkaria 9:10).
Sekali lagi, kita melihat unsur Yesus yang dielu-elukan memasuki Yerusalem digenapi dalam sengsara dan wafat-Nya. Walaupun tulisan diletakkan oleh algojo di atas kepala-Nya berbunyi, “Inilah raja orang Yahudi” (Lukas 23:38), pada saat kematian-Nya, seorang perwira bukan Yahudi yang mengakui bahwa Yesus tidak bersalah:
Ketika itu hari sudah kira-kira jam dua belas, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: “Sungguh, orang ini adalah orang benar!” Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri (Lukas 23:44-48).
Ketika saya mempersiapkan refleksi ini, saya tidak menemukan sesuatu tentang hal ini, namun mengingat ada satu hal yang mencolok dalam perayaan liturgis saat ini. Kekuasaan Yesus bukan hanya atas semua bangsa-bangsa bukan Yahudi yang dimulai saat prajurit bukan Yahudi itu mengakui Yesus yang tidak bersalah, namun pada saat kematian Yesus ada aturan dalam Leksionarium supaya umat beriman di seluruh dunia untuk berlutut. Dikatakan demikian:
Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. [Pada saat ini semua umat beriman berlutut dan hening sejenak]. Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah …
Dengan memasukkan sikap berlutut kita di antara kematian Yesus dan pengakuan kepala pasukan bukan Yahudi, dengan cara inilah Liturgi menyatakan tentang nubuat Zakharia 9. Pada saat inilah, pada Minggu Palma di seluruh dunia, umat bukan Yahudi di mana pun mereka berada akan berlutut kepada Raja Orang Yahudi. Memang, kita tidak bisa menemukan hal ini namun kita bisa melihatnya dalam sikap berlutut umat beriman dalam keheningan saat kematian Yesus sebagai penggenapan Bacaan Kedua dalam Minggu Palma.
Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi. (Filipi 2:5-10)
- Raja yang mengendarai keledai, Darah Perjanjian, dan pembebasan dari “lobang”
Yang ketiga dan yang terakhir, berdasarkan nubuat Zakharia, raja yang mengendarai keledai memasuki Yerusalem tidak akan membebaskan bangsanya melalui pertumpahan darah dalam peperangan, tetapi melalui misteri “darah perjanjian,” yang entah bagaimana akan membebaskan orang-orang tahanan dari dunia orang mati yang disebut dengan istilah “lubang” dalam Perjanjian Lama (Zakharia 9:10-11).
Sekali lagi, dalam latar belakang Perjanjian Lama tentang Yesus dielu-elukan memasuki Yerusalem pada Minggu Palma pada akhirnya menunjukkan kita menuju apa yang akan Ia genapi dalam Kisah Sengsara-Nya. Karena di Ruang Atas, pada Perjamuan Malam Terakhir, kita bisa menemukan suatu paralel yang mencolok dengan nubuat Zakharia:
Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasul-Nya. … Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu. (Lukas 22:14, 19-20)
Dalam kata lain, dengan peristiwa Yesus dielu-elukan memasuki Yerusalem, Yesus memberikan tanda lebih dari sekadar bahwa Dialah Mesias. Namun juga dia memberi tanda tentang Mesias seperti apa Yesus itu dan dengan cara apa Yesus akan membebaskan umat-Nya dari tawanan. Pembebasan itu dilakukan Yesus bukan dengan darah peperangan, tetapi oleh darah perjanjian, yang ditumpahkan dalam rupa anggur di Ruang Atas dan kayu Salib pada Jumat Agung. Melalui darah ini, yang ditumpahkan pada Salib di Kalvari, yang mana Dia berjanji pada penjahat yang bertobat bahwa dia tidak akan dilemparkan ke lubang yang gelap, namun diangkat menuju kemuliaan di Firdaus:
Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” Lalu ia berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Lukas 23:39-43)
Perhatikan baik-baik, perbedaan antara ‘penjahat yang baik’ dan ‘penjahat yang jahat’ sebenarnya menggambarkan bagaimana pemahaman mereka tentang kodrat raja Kristus. Penjahat yang pertama berpikir bahwa kemesiasan Yesus berarti bahwa Yesus akan menyelamatkan umat-Nya dari penderitaan dan kematian ragawi. Sedangkan penjahat yang baik mengakui bahwa kerajaan Yesus itu bukan berasal dari dunia ini, dan di tengah-tengah penderitaan-Nya, Yesus mengungkapkan kepadanya bahwa pemulihan yang Dia berikan itu bukan untuk tanah duniawi Israel tetapi ke tanah terjanji “Firdaus.”
Daun palem dan Raja yang naik ke altar untuk mempersembahkan persembahan
Akhirnya, dengan mengakhiri refleksi kita ini, saya akan menjelaskan satu poin terakhir tentang tanggapan yang dilakukan orang banyak kepada Yesus yang dielu-elukan memasuki Yerusalem, yaitu dengan seruan “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan!” (Lukas 19:38). Seperti diketahui juga, orang banyak itu mengambil kidung dari Mazmur 118, suatu nyanyian populer yang dinyanyikan selama hari raya Paskah dan Tabernakel (Sukkot –red.). Namun demikian, sekali lagi jika kita kembali melihat konteks Mazmur itu, kita menemukan lagi beberapa gambaran yang mencolok tentang sang raja yang kedatangannya itu sedang dirayakan:
Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada TUHAN. … Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. … Ya TUHAN, berilah kiranya keselamatan! Ya TUHAN, berilah kiranya kemujuran! Diberkatilah dia yang datang dalam nama TUHAN! Kami memberkati kamu dari dalam rumah TUHAN. Tuhanlah Allah, Dia menerangi kita. Ikatkanlah korban hari raya itu dengan tali, pada tanduk-tanduk mezbah. Allahku Engkau, aku hendak bersyukur kepada-Mu. … (Mazmur 118:19, 22, 25-28)
Meskipun banyak yang bisa dikatakan mengenai perikop tersebut, namun untuk tujuan kita, satu poin yang paling menonjol adalah ketika orang banyak menyambut Yesus dengan daun palem dan bersorak, mereka menghidupkan kembali ayat-ayat dalam Mazmur 118. Namun perhatikan lagi, dalam Mazmur itu dituliskan bahwa raja itu bukan sekadar datang ke kota (bukakanlah aku pintu gerbang), namun raja itu menuju Bait Allah untuk mempersembahkan kurban. Dan kurban itu bukan sembarang kurban, namun kurban “ucapan syukur”, yang dikenal dalam bahasa Ibrani sebagai persembahan Todah (lihat Imamat 7).
Begitu latar belakang Perjanjian Lama terhadap tanggapan orang banyak terjadi, maka makna mendalam tentang Yesus yang dielu-elukan memasuki Yerusalam diungkapkan. Orang banyak dengan ranting-ranting di tangannya dan Mazmur mereka telah membenarkan bahwa Yesus adalah Raja Israel, Dia datang ke kota-Nya, dan Dia akan naik ke altar untuk mempersembahkan kurban ucapan syukur. Namun kurban yang hendak dipersembahkan bukanlah lembu atau kambing, namun diri-Nya sendiri. Dan persembahan Todah yang akan dimulai dengan Ekaristi dirayakan di Ruang Atas dan disempurnakan di altar Salib.
Yesus dielu-ulukan memasuki Yerusalem, Ekaristi, dan Pekan Suci menurut Katekismus
Dengan kata lain, dalam setiap Misa ketika kita berseru, “Diberkatilah Yang datang dalam nama Tuhan, Terpujilah Engkau di Surga!” kita bukan hanya memperingati Minggu Palma yang pertama. Terlebih lagi, kita merayakan kedatangan secara liturgis Sang Raja ke tengah-tengah kita ketika Dia ‘naik’ menuju altar Ekaristi. Seperti yang dikatakan pada Perjamuan Malam Terakhir, di sanalah Dia ‘menumpahkan’ darah perjanjian baru dalam persembahan yang satu kali dan selama-lamanya yang mana kita juga diberikan kedamaian dan persiapan untuk memasuki Kerajaan Surga. Dalam Katekismus Gereja Katolik disebutkan demikian:
Bagaimana Yerusalem akan menerima Mesiasnya? Yesus selalu mengelakkan usaha rakyat untuk menjadikan-Nya raja Bdk. Yoh 6:1.. Sekarang Ia memilih saatnya dan menyiapkan perjalanan mesianis-Nya memasuki kota “Bapa-Nya Daud” (Luk 1:32) Bdk. Mat 21:1-11.. Ia dielu-elukan sebagai Putera Daud, sebagai orang, yang membawa keselamatan (“Hosanna” berarti “berilah keselamatan”). Akan tetapi “raja kemuliaan” (Mzm 24:7-10) datang “sambil mengendarai seekor keledai” (Za 9:9), masuk ke dalam kota-Nya; Ia mendapati puteri Sion, lambang Gereja-Nya, bukan dengan tipu muslihat dan kekerasan, melainkan dengan rendah hati, yang memberi kesaksian mengenai kebenaran Bdk. Yoh 18:37.. Karena itu, pada hari ini anak-anak Bdk. Mat 21:15-16; Man 8:3. membentuk Kerajaan-Nya dan juga “orang-orang miskin Allah”, yang memanggil Dia dengan nama, yang disampaikan para malaikat kepada para gembala Bdk. Luk 19:38; Luk 2:14.. Seruannya “diberkatilah dia yang datang atas nama Tuhan” (Mzm 118:26), dimasukkan Gereja dalam Sanktus perayaan Ekaristi untuk membuka peringatan akan Paskah Tuhan.
Masuknya Yesus ke Yerusalem mengumumkan kedatangan Kerajaan, yang dibawa Mesias-Raja melalui Paskah kematian dan kebangkitan-Nya. Dengan perayaan masuknya ini pada hari Minggu Palma, Gereja membuka Pekan Suci. (KGK 559-560)
Posted on 8 April 2019, in Ekaristi, Kitab Suci and tagged Brant Pitre, Kitab Suci, Liturgi, Minggu Palma, Misa Kudus, Yesus Kristus, Zakharia (Nabi). Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0