[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Hawa dan Kejatuhan Manusia
Oleh Stacy Mitch
Kisah Adam dan Hawa yang memakan buah terlarang adalah kisah yang akrab kita dengar, saking akrabnya dengan kisah itu sehingga kita menganggap bahwa makna kisah itu sama dengan dongeng anak-anak. Kita semua tahu tentang kisah itu sebagaimana kita mengenal dongeng “Bawang Merah & Bawang Putih” dan “Cinderella”. Namun demikian, ada kebenaran yang perlu disampaikan dalam kisah ini yang bukan sekadar pelajaran moral tentang kebodohan manusia.
Kisah Penciptaan dan Kejatuhan Adam dan Hawa memberitahu kita tentang kebenaran yang mendasar tentang Siapa Allah itu dan tentang apakah Ciptaan-Nya itu. Dalam kisah ini, yang diilhami oleh Roh Kudus untuk menyatakan kepada anak-anak Allah tentang Sang Pencipta dan diri mereka sendiri, kita belajar tentang martabat manusia, alasan penderitaan manusia, dan kasih Bapa Surgawi bagi kita yang tidak habis-habisnya. Lebih jauh lagi dan lebih spesifik lagi, kita akan belajar tentang kesetaraan martabat dan saling ketergantungan antara pria dan wanita, tujuan manusia, dan pemberontakan manusia terhadap Allah. Dengan penjelasan singkat namun padat tentang awal mula dari segalanya, kita akan mulai belajar tentang Sejarah Keselamatan, tahun-tahun yang tak terhitung jumlahnya di mana Allah mencari anak-anak-Nya, dan anak-anak-Nya justru memberontak dan bertobat.
Sungguh sulit untuk meremehkan pentingnya Hawa dalam sejarah keselamatan. Dari Hawa, kita bisa belajar tentang siapa kita sebagai wanita dan tentang kedudukan kita dalam Kisah Penciptaan. Oleh karena Hawa, kita menderita, karena tindakannya telah mempengaruhi seluruh umat manusia selama ribuan tahun. Sampai dengan hari ini, kita bergulat dengan konsekuensi dari tindakan Hawa sebagaimana kita bergulat dengan perilaku kita sendiri.
Pada akhir kisah Kejatuhan Manusia berisikan detail-detail yang menarik. Yang pertama (dan yang sangat ironis) setelah kejatuhan manusia dan kematian spiritual adalah Adam menamai istrinya Hawa, “karena dialah yang menjadi ibu semua yang hidup” (Kejadian 3:20).
Yang kedua, belas kasihan Allah ditunjukkan sepenuhnya ketika Allah mengusir Adam dan Hawa dari taman itu, “jangan sampai ia (Adam) mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya” (Kejadian 3:22). Selain itu, Allah menempatkan kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan. Ketentuan Allah untuk menjaga kita dari memakan buah dari pohon kehidupan adalah belas kasih, karena akibat dari memakan buah itu adalah hukuman kekal. Mengapa? Seandainya Adam dan Hawa memakan buah dari pohon kehidupan, mereka akan selamanya dalam keadaan terpisah dari Allah. Maka Allah memiliki rencana untuk menyelamatkan kita dari sejak awal mula, dan Allah tidak ingin kita diusir dari tempat kudus-Nya untuk selamanya.
Akhirnya, kita membaca bahwa kerub ditempatkan “di sebelah timur taman Eden” (Kejadian 3:24). Mungkin pada awalnya kita menganggap detail ini tidak penting, namun seringkali sekecil apapun detail dalam Kitab Suci akan memberikan wawasan yang indah mengenai detail itu dan kedalaman kasih Allah. Taman Eden dianggap sebagai tempat kudus Allah mula-mula, kemudian Adam dan Hawa diusir ke sebelah timur taman itu, dan keluar dari tempat kudus itu setelah kejatuhan mereka. Perjalanan mereka ke timur terus berlangsung dalam keluarga Adam dan Hawa. Setelah Kain membunuh saudaranya Habel, dia bergerak lebih jauh ke timur, menjauhi tempat kudus Allah ke tanah Nod (Kejadian 4:8-16). Ketika Umat Allah, di bawah arahan Allah Sendiri, membangun Bait Suci, ada tiga bagian bangunan yang menghadap barat, dimulai dengan tempat suci bagian dalam (ruangan belakang) atau disebut juga Tempat Mahakudus, di mana Tabut Perjanjian ditempatkan. Lebih jauh ke timur adalah tempat kudus, dan sebelah timurnya lagi adalah ruang depan atau pelataran terluar Bait Suci. Bait Suci dirancang dengan sedemikian rupa sehingga orang-orang memasuki Bait Allah dengan menghadap ke barat, dan ketika mereka keluar dari Bait Allah mereka akan menghadap ke timur.
Jarak secara fisik adalah tanda pemisahan secara spiritual, sehinga pengusiran Adam dan Hawa dari Taman Eden adalah simbol pengasingan mereka dari persahabatan dan keintiman dengan Allah. Di sini, kita mulai belajar tentang pedagogis Allah (cara Allah mendidik umat-Nya), yang masih Ia gunakan kepada kita melalui sakramen-sakramen Gereja. Bahkan sejak awal mula, Allah telah memilih untuk mengunakan sarana benda fisik untuk mengekspresikan realitas spiritual. Dan dalam contoh ini, Allah mengajarkan kita bahwa dosa menjauhkan kita dari hadirat-Nya.
Jalan sejarah keselamatan akan berubah untuk selamanya jika Adam dan Hawa gagal melalui ujian yang Allah izinkan bagi mereka supaya mereka mampu bertahan. Dengan tipu daya Hawa dan sikap pengecut Adam, Iblis berhasil merancang Kejatuhan bagi semua umat manusia. Oleh karena itu, generasi-generasi akan dilahirkan sebagai “orang-orang yang harus dimurkai” (Efesus 2:3), yang secara spiritual terpisah dari Bapa, yang mana manusia diciptakan untuk mengasihi Allah sebagai satu-satunya sumber kedamaian kekal kita. Maka bersyukurlah, Allah adalah Bapa yang berbelas kasih dan pengampun yang memiliki rencana untuk membawa pulang anak-anak-Nya, dan itulah inti dari kisah-kisah berikutnya.
Posted on 4 April 2019, in Kenali Imanmu, Kitab Suci and tagged Adam, Hawa, Sejarah Keselamatan. Bookmark the permalink. 1 Comment.
Pingback: Mengapa Setelah Kisah Adam dan Hawa, Iblis Tidak Disebut Lagi? | Terang Iman