Menerima Maria sebagai Bunda Kita – Kisah Kimberly Hahn

Oleh Kimberly Hahn

Kimberly & Scott Hahn (Sumber: revistaecclesia.com)

Dari semua rintangan yang menghalangi jalanku menuju Gereja Katolik, tidak ada yang lebih besar daripada Maria. Maria melambangkan suatu penyelewengan dari sikap bakti yang sejati kepada Tuhan kepada suatu benda pengganti yang terbuat dari plastik (atau keramik atau marmer). Maria hanyalah sebuah kotak yang menyimpan Sang Karunia; apakah menghormati Sang Pemberi jika kita bermain-main dengan kotak itu dan mengabaikan Karunianya? Tergantung dengan kawan Katolik mana yang saya ajak bicara, saya mendengar berbagai sifat-sifat yang disematkan kepada Maria yang berkaitan dengan sesuatu yang ilahi, termasuk gelar Ratu Surga dan Bunda Allah. Bagaimana saya bisa mendamaikan antara kasih kepada Yesus yang saya miliki ini bersama dengan saudara-saudari Katolik dengan antagonisme yang saya rasakan kepada Bunda-Nya, Maria?

Akhirnya pada suatu hari saya menyadari bahwa saya tidak pernah bertanya kepada Allah tentang apa yang Ia  pikirkan mengenai Maria. Allah berbicara dalam hati saya melalui gelar-gelar indah dari Kitab Suci yang kemudian saya temukan dalam bait-bait Litani Santa Perawan Maria. Dalam jurnal yang saya buat, saya menuliskan demikian, “bejana yang murni, Tabut Perjanjian, dan putri yang dikasihi.” Allah memberi isyarat kepada saya untuk mengikuti-Nya, dengan melihat Maria melalui sudut pandang-Nya.

Saya menemukan ajaran Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa Maria hanyalah seorang ciptaan, namun Maria adalah satu-satunya ibu yang diciptakan Putranya. Dia menjadi tidak berdosa karena Putranya menyelamatkan Maria dari dosa sejak dalam kandungan. Sama seperti Allah yang telah menyelamatkan kita dari berbagai perbuatan dosa dengan menyelamatkan kita sebelum kita dicobai, maka Allah menyelamatkan Maria dari berbagai perbuatan dosa dengan menyelamatkannya terlebih dahulu. Karunia Maria yang tak berdosa bukanlah kebanggaan bagi dirinya, namun menjadi salah satu kerendahan hatinya. Dia berutang seluruh keselamatan, sebagaimana kita kepada belas kasih Allah. Dia tidak meninggikan dirinya sendiri, melainkan Allahlah yang meninggikan dia untuk kepentingan kita semua.

Kami dengan hati-hati membedakan antara penghormatan kepada Maria yang merupakan tindakan yang baik dan benar, dengan penyembahan Maria yang mana Gereja Katolik mengecamnya sebagai bentuk penyembahan berhala. Bagi umat Protestan, penyembahan itu berupa lagu pujian, doa, dan khotbah. Dalam hari raya yang berkaitan dengan Bunda Maria, karena umat Katolik mempunyai lagu-lagu Maria, doa-doa kepada Maria, dan homili tentang Maria, sehingga beberapa umat Protestan merasa tersinggung bahwa kita “menyembah” Maria. Namun demikian, sebagai seorang Katolik, kita mengartikan penyembahan sebagai kurban sedangkan penghormatan sebagai sikap hormat kepada mereka yang dihormati Allah. Misalnya, kita tidak pernah mempersembahkan tubuh Maria sebagai kurban ataupun kita mengurbankan dia, melainkan kita menghormati Maria dan para kudus sebagaimana kita percaya bahwa Allah menghormati mereka.

Hari raya yang berkaitan dengan Bunda Maria merupakan kesempatan yang baik untuk meningkatkan penghargaan kita sebagai satu keluarga atas karya Allah melalui Maria. Cahaya lilin dan makanan penutup istimewa menjadi tanda hari yang istimewa ini, tidak ada yang menarik perhatian anak kecil selain nyala api dan gula-gula.

Saya merasa terbantu untuk menarik hati anak-anak saya kepada Maria dengan menggambarkan perannya dalam peristiwa-peristiwa dalam doa Rosario atau perannya dalam berbagai perhentian dalam Jalan Salib. Ketika terakhir kali kami melakukan ziarah ke Tanah Suci, kami membicarakan perannya dalam sejarah keselamatan ketika kami mengunjungi Nazaret, Kana, Betlehem, dan Yerusalem. Seiring dengan bertambahnya penghargaan kami terhadap Maria, rasa syukur kami kepada Allah juga bertambah karena Allah telah memberikan Maria bagi kita.

Suatu hari, Scott memanggil anak kami Jeremiah yang masih bayi, “Datanglah pada Ayah!” Kita berdua menyaksikan bagaimana dia dengan berani berusaha merangkak secepat mungkin di lantai kayu yang licin. Melihat perjuangan Jeremiah, saya lari ke sisinya, meraihnya, dan berlari menghampiri Scott, dan saya melepaskannya ke pangkuan Scott. Ketika kami tertawa bersama, tiba-tiba saya dan Scott saling menatap dan berkata “Maria.” Sebelumnya saya tidak pernah memahami mengapa kawan-kawan Katolik akan berkata bahwa Maria adalah cara yang lebih cepat untuk sampai menuju Bapa melalui Putra; sekarang saya baru saja melakukan hal yang secara jasmani mengenai apa yang dilakukan Maria secara rohani. Maria membantu kita dalam perjuangan hidup kita untuk sampai kepada Bapa.

Sama seperti seorang seniman yang dihormati oleh orang lain yang menghargai karya seni terbesarnya, begitu juga Allah yang dimuliakan atas pengakuan kita atas karya-Nya dalam diri Maria, yang merupakan karya agung-Nya. Tujuan Maria bukan supaya kita memandang dirinya, namun bersama dirinya untuk mengarahkan kepada Putranya dan Bapa. Kita tidak mengurangi kemuliaan Allah ketika kita menghormati Maria sebagai bunda kita, justru kita menunjukkan kemuliaan Allah. Dalam meneladani Yesus kita mengasihi dan mengormati Bapa-Nya sebagai Bapa kita. Dalam meneladani Yesus, kita mengasihi dan menghormati bunda-Nya sebagai bunda kita.

Kita seperti para murid yang terkasih yang ada di kaki Salib, mari kita menyambut ibu Tuhan kita sebagai ibu kita dalam hati dan rumah kita. Mari kita meneladani Maria dengan ketaatannya yang penuh iman dengan jawaban “Ya” kita masing-masing dalam menanggapi panggilan Allah dalam kehidupan kita. Dan juga, marilah kita memohon bantuan Maria supaya membimbing kita kepada Putranya, dan melalui Sang Putra menuju kepada Bapa, melalui karya Roh Kudus.

 

Kimberly Hahn adalah seorang pembicara dan penulis yang dikenal secara internasional. Dia menulis beberapa buku dan juga kontributor dalam buku serial “Catholic for a Reason.” Bersama dengan suaminya, dia menjadi penulis bersama dalam buku “Rome Sweet Home.”

Sumber: “How I Embraced Mary as Mother”

Posted on 11 October 2019, in Kisah Iman and tagged , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.