[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Allah-Ku, Allah-Ku, Mengapa Engkau Meninggalkan Aku
Oleh Dr. Brant Pitre

Eli, Eli, Lama Sabakhtani dari The Passion of the Christ (Sumber: YouTube DJ Anthony)
Sesudah Tuhan Yesus disidang dan didera di sepanjang jalan menuju Golgota, Matius mengisahkan kisah sebenarnya dalam penyaliban dan wafat Yesus. Dalam Minggu Sengsara dikisahkan dalam Injil Matius 27:32 demikian:
Ketika mereka berjalan ke luar kota, mereka berjumpa dengan seorang dari Kirene yang bernama Simon. Orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus. Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya: Tempat Tengkorak. Lalu mereka memberi Dia minum anggur bercampur empedu. Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya.
Kita berhenti sejenak, mengapa tempat itu disebut Golgota, Tempat Tengkorak. Sebenarnya kita tidak tahu, namun beberapa Bapa Gereja kuno mengatakan bahwa tempat itu merupakan tempat eksekusi. Jadi ketika orang Romawi melakukan eksekusi mereka akan melakukan salah satu dari dua cara. Jika orang itu bukan warga negara, contohnya seperti Yesus, maka akan disalibkan. Namun jika orang itu prajurit Romawi atau warga negara Romawi, maka ia akan dipenggal, contohnya St. Paulus. Beberapa ahli dan orang Kristen kuno berpendapat bahwa tempat ini disebut Golgota karena prajurit Romawi yang melakukan eksekusi akan meninggalkan tengkorak-tengkorak dari para korban yang dipenggal di sana, juga dalam beberapa kasus, ada juga tulang belulang orang-orang yang dieksekusi dengan disalibkan di tempat itu. Intinya tempat itu adalah tempat kematian. Ada pendapat lain yang menyatakan karena ada satu bukit di Yerusalem yang bentuknya terlihat seperti tengkorak. Kita bisa ke sana dan melihatnya pada hari ini. Anda harus sedikit meregangkan tubuh, tapi Anda bisa melihatnya. Jadi itulah saran lain tentang Golgota. Bagaimanapun juga, Golgota adalah tempat yang berhubungan dengan kematian. Ada tradisi yang ketiga tentang Golgota, beberapa orang Bapa Gereja berkata bahwa tempat itu adalah kuburan Adam. Maka bisa dikatakan bahwa Adam dan Hawa memang pernah menetap di Yerusalem. Bahwa di Yerusalem adalah tempat Eden dahulu dan Adam dikuburkan di bawah bukit Golgota. Jadi kadang-kadang, dalam penggambaran ikon salib, Anda bisa melihat satu kuburan di bawah kaki salib dengan bentuk tengkorak atau kadang-kadang Anda bisa melihat gambar Adam dan Hawa. Itulah bagian tradisi yang menghubungkan Golgota dengan kematian Adam. Jadi, ketika Adam yang lama mati dan dikuburkan, Adam yang baru akan menghidupkan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Setidaknya satu penafsiran itu ada dalam ayat itu sebagai makna kuno tentang tempat tengkorak. Kemudian Matius dalam ayat 35 menuliskan demikian.
Sesudah menyalibkan Dia mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi. Lalu mereka duduk di situ menjaga Dia. Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: “Inilah Yesus Raja orang Yahudi.” Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya. Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka berkata: “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!” Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah.” Bahkan penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela-Nya demikian juga.
Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?”* Artinya: /Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: “Ia memanggil Elia.” Dan segeralah datang seorang dari mereka; ia mengambil bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam, lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum. Tetapi orang-orang lain berkata: “Jangan, baiklah kita lihat, apakah Elia datang untuk menyelamatkan Dia.” Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya.
Pada saat ini dalam Misa, kita selalu berlutut dan hening sejenak untuk menghormati detik-detik kematian Yesus. Sekarang mari kita lanjutkan dalam Matius ayat 51, dan hal ini hanya ada dalam Injil Matius:
Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang. Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.”
Kita berhenti sejenak di bagian ini. Apa yang sedang terjadi sekarang? Di sini kita melihat bahwa Yesus telah menggenapi Paskah Yahudi, Ia adalah Adam yang baru, Ia adalah hamba yang menderita, Ia adalah Yusuf (Kejadian) yang baru, Ia ada adalah Putra Bapa yang sejati. Apa yang terjadi dalam kisah kematian Yesus ini? Saya ingin menyoroti satu elemen kunci yang disebut sebagai seruan keputusasaan. Dalam Injil Matius, perkataan terakhir Yesus di kayu salib yang tercatat adalah, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” atau “mengapa Engkau meninggalkan Aku.” Selama bertahun-tahun mengajar kisah sengsara, saya menyadari bahwa ini dalah perikop yang meresahkan bagi banyak orang karena ketika mereka mendengar Yesus menyerukan kata-kata ini, terdengar seperti Yesus putus asa di saat-saat terakhir hidup-Nya. Seolah-olah Yesus bukan hanya merasa ditinggalkan Allah, tetapi berpikir kalau Allah sudah memalingkan wajah-Nya dari Yesus, meninggalkan atau melupakan Yesus. Kenyataannya beberapa orang Kristen bukan Katolik, beberapa orang Kristen Protestan benar-benar mengatakan bahwa itulah yang terjadi. Mereka berkata bahwa pada waktu kematian Yesus, Bapa memalingkan wajah-Nya dan membalikkan badan dari Kristus karena Ia tidak dapat memandang dosa dan tidak sanggup melihat Kristus menanggung dosa dunia. Saya pikir hal itu salah. Saya tidak berpikir demikian dalam peristiwa ini. Saya tidak berpikir kalau Yesus putus asa atau Allah memalingkan diri dari Yesus, dan alasan saya berpikir kalau kedua tafsiran itu salah karena ada konteks Yahudi dari perkataan Yesus itu. Kita lihat ketika Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Ia bukan hanya berteriak karena penderitaan salib-Nya, meskipun Ia berteriak dalam penderitaan, namun Ia sedang mengutip Perjanjian Lama. Ia mengutip Mazmur 22 yang jika kita perhatikan menjadi Mazmur Tanggapan Minggu Sengsara. Jika kita melihat Mazmur 22 kita akan menemukan sesuatu yang sangat menarik, yakni dimulai dengan perasaan hancur dan pengalaman Daud merasa diri ditinggalkan oleh Allah, dan mazmur itu berakhir dengan pertobatan bangsa-bangsa. Berakhir dengan pertobatan orang-orang pagan. Berakhr dengan pertobatan semua keluarga di muka bumi. Mari kita melihat sejenak pembukaan Mazmur Tanggapan itu:
Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang.
Jadi memang benar bahwa mazmur ini dimulai dengan perasaan Daud ditinggalkan oleh Allah. Maka jika kita membaca seluruh bab Mazmur ini, maka kita bisa melihat bahwa Daud melanjutkan dengan mengatakan hal-hal yang tidak mungkin terjadi padanya. Daud mengatakan hal-hal seperti ini:
mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.
Kapan tangan dan kaki Daud ditusuk? Ya, Daud tidak pernah mengalaminya! Tapi Kristus mengalaminya. Ia menggenapi Mazmur 22 melalui penyaliban dengan ditusuk tangan dan kakinya. Dengan kata lain, Yesus yang berada di kayu salib adalah Daud yang baru, namun Yesus melampaui penderitaan yang pernah dialami Daud. Apa yang digambarkan secara simbolis dan metaforis, dialami oleh Yesus secara harfiah dengan dihukum mati dengan dipaku di kayu salib. Ketika kita menelusuri mazmur ini, apa yang sangat menarik dari Mazmur 22 adalah apa yang Yesus kutip sebenarnya dikatakan dalam ayat 24:
Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya.
Jadi dengan mengutip mazmur ini, Yesus mengutip sebuah Kitab Suci yang berkata bahwa seruan seseorang yang tampaknya ditinggalkan Allah sebenarnya didengar oleh Allah Bapa, bahwa Bapa tidak memalingkan wajah-Nya dari orang yang menderita, malahan sebaliknya Ia mendengarkan doanya dan menjawab doanya, maka ketika Anda sampai pada akhir bagian mazmur ini, bab ini berakhir dengan cara demikian:
Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya. Sebab Tuhanlah yang empunya kerajaan.
Dengan kata lain, seluruh keluarga di muka bumi akan bertobat ketika Allah menjawab doa orang yang menderita. Mari kita kembali ke Injil Matius dan apa yang Anda temukan? Ketika Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” di kaki salib ada seorang kepala pasukan (Centurion) pagan, prajurit Romawi, berdiri di sana sambil menatap Yesus dan mendengarkan seruan Yesus. Kepala pasukan ini tidak berkata, “sungguh Ia ini putus asa akan Allah,” namun berkata, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah.” Dan tepat di kaki salib pertobatan bangsa-bangsa dimulai. Pertobatan orang bukan Yahudi dimulai. Jadi Yesus bukan hanya mengutip Kitab Mazmur, tapi Ia menggenapinya, dimulai dengan pertobatan bangsa-bangsa dengan perkataan perwira. Perkataan yang sangat kuat dan sangat penting. Maka, apa yang Gereja katakan mengenai seruan Yesus ini, Katekismus mengatakan:
Dalam seruan Sabda yang menjadi manusia ini tersimpul segala kesusahan manusia dari segala zaman yang dikungkung oleh dosa dan kematian, dan setiap permohonan serta syafaat sejarah keselamatan. Bapa menerima semuanya dan mengabulkan-Nya dengan satu cara yang melampaui segala harapan manusia, melalui kebangkitan Putera-Nya (KGK 2606).
Dengan kata lain, apa yang Ketekismus katakan, seruan Yesus “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” jauh sekali dari sikap putus asa. Apa yang sebenarnya Yesus lakukan adalah berbicara atas nama seluruh umat manusia. Jangan salah paham, Ia berseru dalam penderitaan. Ia merasakan salib yang menyakitkan, namun Ia menggunakan kata-kata yang penuh inspirasi dari Kitab Suci untuk berseru kepada Allah atas nama seluruh umat manusia. Umat manusia yang merasakan ditinggalkan oleh Allah dalam penderitaanya, umat manusia yang merasa ditinggalkan Allah karena kegelapan lembah air mata ini, dengan demikian pula setiap doa yang dipanjatkan dari awal mula sampai akhir zaman, semua penderitaan seluruh umat manusia terangkum dalam perkataan Yesus, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” yang diucapkan sebagai doa kepada Bapa. Dan Bapa menjawab doa itu dengan membangkitkan Yesus dari kematian.
Jadi jika Anda pernah merasa ditinggalkan Allah atau seolah-olah Allah meninggalkan Anda, ingat selalu bahwa Yesus tahu rasanya seperti apa. Ia merasakannya dalam kodrat manusiawi-Nya di kayu salib, namun Ia juga berseru kepada Allah dengan Mazmur 22, yang memberi tahu kita bahwa Allah tidak meninggalkan orang-orang benar kepunyaan-Nya dan Ia hendak menjawwab doa mereka dan membawa keselamatan bagi dunia. Itulah yang terjadi ketika Daud yang baru mengucapkan seruan keputusasaan sambil tergantung di kayu salib.
Sumber: “Why Have You Forsaken Me”
Posted on 9 September 2020, in Apologetika and tagged Brant Pitre, Salib, Yesus Kristus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0