Apakah Awalnya Kitab Injil itu Anonim?

Oleh Dr. Brant Pitre

The Four Evangelists karya Jacob Jordaens (Sumber: wikipedia.org)

Ada pertanyaan, “Apakah kitab-kitab Injil itu anonim?” Nah, salah satu hal yang perlu kita lakukan setiap kali kita meninjau sejarah. Nah sekarang kita akan meninjau hal ini dari perspektif sejarah dan juga akal budi. Kita abaikan sementara hal mengenai iman. Kita hanya akan melihatnya dari sisi sejarah. Mengenai pertanyaan ini kita harus memastikan: siapa yang menulis kitab-kitab ini yang kemudian kita menyebutnya keempat Injil? Dan pada dasarnya ada dua cara untuk mengetahui siapa yang menulis buku apa pun itu. Anda harus melihat (1) bukti internal dari dalam buku itu sendiri atau (2) bukti eksternal, dari orang-orang yang ada di sekitar buku itu ditulisakan. Contohnya, ambillah buku saya sendiri. Jika Anda ingin tahu siapa yang menulis buku ini, maka ada dua cara mengetahuinya. Pertama, Anda bisa membuka buku itu dan lihat sampulnya, “Apa yang tertulis? Brant Pitre.” Nah, itulah yang menjadi bukti kalau saya yang menulis buku itu. Seperti yang Anda tahu, kalau buku juga bisa dipalsukan, bukan? Anda bisa menulis buku yang dipalsukan dan diatributkan kepada orang lain, melalui nama orang lain. Jadi, ada alasan untuk curiga, maka kita gunakan bukti eksternal. Dengan kata lain, Anda berkonsultasi dengan orang yang sezaman dengan penulis atau orang yang kenal dengan penulisnya dan berkata kepada mereka, “Apakah orang itu menulis buku ini?” untuk menguatkan bukti internalnya. Maka, Anda bisa bertanya kepada istri saya, “Apakah Brant menulis buku tahun lalu?” Dan istri saya akan memberi tahu, “Ya.” Karena itulah yang membuat istri saya sakit kepala (karena saya bekerja hingga larut malam, dan berbagai macam hal seperti itu, yang berusaha untuk menyelesaikan buku saya).

Jadi begitulah cara mengetahui bukti dalam buku modern dan berlaku sama dengan kitab-kitab kuno. Kita melihat bukti internalnya, dan juga melihat bukti eksternalnya. Mari kita lihat buktinya.

Bukti internal dari Injil itu sendiri sangat mencolok. Jika kita kembali meneliti manuskrip kuno yang berbahasa Yunani dan melihat apa sebenarnya isinya, kita akan menemukan sesuatu yang sangat menarik. Saya ingat ketika saya masih menjadi mahasiswa doktoral di Notre Dame, saya mulai mempelajari hal ini untuk pertama kalinya dan saya menerima teori bahwa kitab-kitab Injil itu pada awalnya anonim. Namun karena saya sudah dilatih untuk mempelajari bahasa Yunani, Ibrani, dan Aram, maka saya ingin berkata, “Oh, bolehkah saya melihat sendiri manuskripnya, saya ingin melihat salinan yang anonim itu.”

Dan tebak ada berapa salinan anonim yang saya temukan? Tidak ada sama sekali. Tidak ada manuskrip anonim dalam kitab-kitab Injil bahasa Yunani, meskipun kita punya ratusan salinan, pada kenyataannya ada ribuan manuskrip Perjanjian Baru. Tak ada satu pun yang anonim.

Dan ada masalah dengan teori Injil anonim ini. Yang pertama, tidak ada manuskrip yang anonim. Mengapa? Karena manuskrip-manuskrip anonim itu tidak ada dan tidak pernah ada bukti kalau manuskrip anonim itu ada. Kedua, jika kita memikirkan teori ini sejenak, maka gagasan bahwa Injil itu anonim adalah teori yang luar biasa. Menurut, teori standar, kitab-kitab Injil pada mulanya disusun tanpa judul. Dan kemudian kitab-kitab itu diedarkan. Kitab-kitab itu disalin dengan tangan, dekade demi dekade, selama seratus tahun hingga abad ke-2 sebelum ada yang berkata, “Apakah Anda tahu? Untuk memberikan otoritas pada kitab-kitab ini, kita perlu mengatributkannya dengan para rasul atau dengan orang-orang yang punya otoritas.” Jadi menurut teori ini, seratus tahun kemudian, judul-judul itu ditambahkan pada kitab-kitab ini oleh para juru tulis yang ingin memberikan otoritas yang sangat diperlukan pada kitab itu.

Masalahnya, jika seperti itu yang terjadi, masalah yang pertama, kita akan memperkirakan adanya beberapa salinan anonim dan kenyataanya salinan anonim itu tidak ada satu pun. Masalah kedua dengan teori anonim, jika kitab-kitab Injil itu benar-benar sudah diedarkan selama seratus tahun sebelum ada penambahan judul, maka bagaimana semua juru tulis bisa memberikan atribut yang sama persis? Apakah Anda memahaminya yang saya maksudkan? Jika Anda adalah seorang juru tulis di Afrika dan ada juru tulis di Italia pada abad ke-2 Masehi, dan kalian berdua mendapatkan dokumen anomim, bagaimana kalian berdua tahu kalau dokumen itu beratribut Matius? Dan bagaimana kalian berdua tahu kalau dokumen itu beratribut Lukas? Dan bagaimana kalian tahu kalau dokumen itu beratribut Yohanes? Apa yang bisa Anda harapkan jika manuskrip-manuskrip itu anonim, pasti ada juru-juru tulis yang memberikan atribut pada manuskrip pada orang yang berbeda. Masuk akal, kan? Maka diperlukan keajaiban untuk semua manuskrip yang kita punya yang secara kebetulan diatributkan kepada orang yang sama.

Jadi teori Injil anonim ini luar biasa. Namun juga tidak masuk akal. Dengan kata lain, secara logis, teori ini tidak mungkin. Dan juga, kita bisa membandingkan dengan kitab lain dalam Perjanjian Baru, yaitu Surat kepada Orang Ibrani. Surat kepada Orang Ibrani ini sebenarnya anonim. Surat ini tidak ada judulnya, dan tidak ada nama di kitab itu. Jadi coba tebak apa yang terjadi dengan manuskrip itu? Beberapa orang mengatributkannya dengan Paulus, beberapa orang lagi mengatributkannya dengan Lukas, beberapa orang lain lagi mengatributkannya dengan Titus, beberapa orang lagi mengatakan bahwa Titus menuliskannya kepada Paulus, jadi dengan kata lain ada perdebatan mengenai hal itu karena sebenarnya surat itu anonim. Tapi, jika kita menerapkan hal serupa dengan kitab-kitab Injil, maka tidak ada perdebatan seperti itu.

Dan permasalahan ketiga yang juga terakhir adalah, jika Anda ingin memberikan otoritas pada buku Anda dan Anda memalsukannya (maka Anda hanya memalsukannya), mengapa diatributkan kepada Markus atau Lukas? Waktu saya masih kecil saya mengira mereka itu adalah rasul, namun sebenarnya bukan. Markus adalah rekan Petrus, dan Lukas adalah rekan Paulus. Tidak seorang pun dari mereka adalah saksi mata Yesus, mereka adalah rekan para rasul. Jadi, jika Anda mencoba memberikan otoritas pada buku Anda, mengapa dipilih Markus atau Lukas? Orang ini bukan siapa-siapa. Jadi jika Anda ingin memberikan otoritas pada buku Anda, mengapa Injil itu tidak diatributkan secara palsu kepada Petrus? Atau kepada Thomas? Atau para rasul lainnya, atau langsung menyebut Injil menurut Yesus sendiri. Dan tuliskan di atasnya, “Yesus menulis kitab ini.” Hal itu akan memberikan kitab itu otoritas. Namun, mereka tidak melakukannya. Mengapa? Karena kitab-kitab Injil itu tidak anonim dan tidak dipalsukan. Dan juga tidak diatributkan dengan salah. Kenyataannya, semua manuskrip Yunani yang kami miliki sepenuhnya sepakat dalam mengatributkan keempat Injil dengan keempat orang ini:

Nomor 1, Matius. Si pemungut cukai, dan seorang dari 12 rasul.

Nomor 2, Markus, rekan sekerja Paulus, dan juru tulis St. Petrus.

Nomor 3, Lukas, seorang tabib non-Yahudi dan rekan sekerja Paulus.

Dan yang terakhir, Yohanes. Murid yang dikasihi, nelayan, dan seorang dari 12 rasul.

Jadi semua bukti internal yang kita miliki dengan bulat suara mengatributkannya dengan orang-orang ini. Di sini, saya bisa menambahkan satu hal singkat di sini. Jika Anda ingin orang lain percaya pada penulisnya, Anda tidak akan menghubungkannya dengan Matius. Ia seorang pemungut cukai, yang mempunyai stigma negatif pada zaman kuno. Jika ingin dipercaya maka jangan diatributkan pada orang yang punya cap buruk. Mengapa Matius menjadi salah seorang yang menulis Injil? Nah, ada keberatan lain yang kadang-kadang dikemukakan oleh para ahli, seperti “bagaimana mungkin para penjala ikan kepunyaan Yesus yang buta huruf bisa menulis sebuah kitab?” Ada satu ahli yang bernama Bart Ehrman yang mengemukakan klaim seperti ini berulang kali, “Bahkan jika para rasul ingin menulis sebuah Injil, mereka tidak akan bisa karena mereka hanyalah sekelompok nelayan buta huruf.” Hal ini membuat saya frustasi karena hal itu benar adanya, empat dari 12 rasul Yesus adalah nelayan. Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes. Namun tidak semua Rasul adalah nelayan. Dan itu benar, dan memang dikatakan dalam Kisah Para Rasul bahwa Petrus dan Yohanes “bukan orang terpelajar” mereka bukan orang terdidik, mereka tidak sekolah, dan mereka (secara teknis) buta huruf. Namun para Rasul bukan mereka berempat. Ada seorang Rasul yang bernama Matius, yang merupakan seorang pemungut cukai. Dan tebak apa yang harus dituliskan pemungut cukai? Ya, dokumen perpajakan. Sesuatu yang akan segera dilakukannya di masa yang akan datang. Jadi, pekerjaan perpajakan perlu bisa baca tulis dan Matius adalah Rasul yang melek huruf. Mari kita pikirkan: Jika Anda duduk bersama Yesus, belajar bersama Yesus selama tiga tahun, dan Anda seorang seperti Matius, dan ada yang berbicara kepada Anda “Hai, Yesus itu guru yang sangat hebat. Mungkin seseorang harus membuat catatan. Kita lihat: nelayan, nelayan, nelayan, nelayan, pemungut cukai.” Nah, siapa yang mungkin menulis dari beberapa orang ini? Ya, Matius tentunya. Masuk akal kan? Jadi, jika masalah itu bukan menjadi pemecah kebuntuan. Dan bahkan jika Yohanes juga buta huruf, bahkan jika ia juga tidak bisa menulis, seperti yang dikatakan dalam Kisah Para Rasul, Anda tidak perlu menjadi ilmuwan hebat untuk meneliti hal ini: Jika Anda tidak bisa menulis sendiri, tapi Anda ingin menulis sebuah buku. Apa yang bisa Anda lakukan? Cara apa yang bisa menjadi pilihan Anda? Terutama jika Anda adalah Uskup di gereja di Efesus, apa yang Anda lakukan? Anda akan memilih seorang sekretaris untuk menuliskannya buat Anda dan kemudian Anda mendiktekannya, kan? Nah orang-orang kuno juga punya sekretaris seperti orang-orang modern, dan itulah yang para Bapa Gereja katakan mengenai Yohanes.

Jadi semua bukti internal merujuk pada Matius dan Yohanes (dua orang Rasul) dan kemudian Markus dan Lukas (rekan sekerja para Rasul), sebagai penulis naskah itu. Nah, itu baru bukti internal. Secara teoritis, bisa saja semua itu palsu atau pada prinsipnya semua itu bisa dipalsukan, jadi sekarang kita ingin melihat, “Bagaimana dengan bukti eksternalnya?” Dalam buku “The Case for Jesus: The Biblical and Historical Evidence for Christ” ada satu bab yang judulnya “The Early Church Fathers” di mana saya membaca berbagai tulisan kuno di luar Perjanjian Baru, yang ditulis oleh orang-orang yang mengenal para Rasul, atau juga dari orang lain yang kenal dengan orang yang mengenal para Rasul, mereka disebut sebagai para Bapa Apostolik. Dan ada buku-buku yang menarik yang berasal dari abad ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4 M, yang waktu masih kecil saya sendiri tidak tahu kalau buku-buku itu ada. Dulu saya mengira kalau Perjanjian Baru adalah satu-satunya kitab yang kita miliki, kemudian saya mulai membaca tulisan para Bapa Gereja mula-mula, dan mengubah cara pandang saya mengenai pertanyaan ini. Karena ketika saya masuk ke tulisan para Bapa Gereja dan mengharapkan apa yang saya pelajari sewaktu sarjana (yaitu tentang tidak tahu siapa yang menulis Injil dan kitab-kitab itu anonim), saya kira kalau para Bapa Gereja mengatakan demikian. Saya mengira orang-orang terdekat dengan peristiwa itu tidak akan tahu, bahwa mereka (agak) kabur atau tidak jelas siapa yang menuliskan Injil, justru yang saya temukan itu sebaliknya? Para Bapa Gereja sepenuhnya sepakat tentang Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes dan Injil-injil itu ditulis oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.

Saya akan ambil contoh dari satu bab yang membahas hal ini dalam buku “The Case for Jesus: The Biblical and Historical Evidence for Christ.” Yaitu satu bukri eksternal dari St. Irenaeus. Ia adalah seorang murid dari seseorang yang bernama Polikarpus.  Polikarpus sendiri adalah murid dari Yohanes.  Dan Irenaeus ini terselang satu orang dari Rasul Yohanes. Dan apa yang ia tulis pada abad ke-2:

Juga Matius menerbitkan satu Injil tertulis bagi orang Ibrani dalam dialeknya sendiri, sementara itu Petrus dan Paulus berkhotbah di Roma …

Jadi Petrus dan Paulus masih hidup ketika Matius menuliskan Injilnya.

Setelah kepergian mereka,  Markus yang merupakan murid dan penerjemah dari Petrus, juga menyampaikan kepada kami secara tertulis apa yang telah dikhotbahkan oleh Petrus. Dan juga Lukas, rekan sekerja Paulus, mencatat satu kitab Injil yang dikhotbahkan olehnya. Setelah itu, Yohanes yang merupakan murid Tuhan, yang dahulu bersandar di dada-Nya, menerbitkan sendiri satu Injil selama ia tinggal di Efesus di Asia (Against Heresies, 3.1).

Asia di sini adalah Asia Kecil, atau pada zaman sekarang ini di Turki. Nah itulah yang kita dapatkan dalam tulisan Irenaeus yang berjudul Melawan Bidah buku III, bab 1. Nah, kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Iranaeus di sini. Matius dan Yohanes, dua-duanya Rasul dan saksi mata,  yang merupakan penulis Injil yang pertama dan keempat, dan kemudian dua Injil lagi ditulis oleh orang-orang yang kenal dengan para Rasul. Dan yang menarik khususnya adalah Markus. Meskipun Markus sendiri bukan bagian murid, dari mana ia memperoleh informasinya? Menurut Irenaeus, Markus memperolehnya dari Petrus. Maka, meskipun Markus bukan saksi mata, ia menuliskan kesaksian dari saksi mata. Umpamanya jika Anda ingin mewawancarai seseorang yang bertempur pada Perang Vietnam, Perang Korea, atau bahkan Perang Dunia II, Anda tidak pernah berada dalam perang itu tapi Anda mendapatkannya dari kesaksian saksi mata dari orang itu.

Singkat cerita, baik bukti internal maupun eksternal menunjukkan bahwa kitab-kitab Injil dituliskan oleh para Rasul dan para pengikutnya, oleh para saksi mata dan para penerusnya . Tidak ada sedikit pun bukti kalau Injil itu pernah tidak ada nama penulisnya (anonim).

 

Referensi buku bacaan: The Case for Jesus: The Biblical and Historical Evidence for Christ

 

Sumber: “Were the Gospels Really Anonymous?”

Advertisement

Posted on 8 October 2020, in Kenali Imanmu, Kitab Suci and tagged , , , , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: