Salib Terbalik – Simbol Iblis kah?
Oleh Hector Molina

Crucifixion of Saint Peter karya Caravaggio (c. 1600) (Sumber: wikipedia.org)
Selama bertahun-tahun saya sering bertemu dengan orang-orang yang anti-Katolik. Argumen mereka yang menentang iman Katolik cukup mudah ditebak, salah satu yang paling populer adalah tuduhan bahwa Paus itu adalah Antikristus. Salah satu bukti yang khas atas tuduhan ini adalah simbol Kepausan yaitu salib terbalik, yang para anti-Katolik yakin sebagai lambang Iblis. Oleh karena itu, menurut mereka, Paus sendiri bersekutu dengan Iblis.
Kebenaran masalah ini adalah salib terbalik adalah simbol kuno mengenai penyaliban St. Petrus. Tradisi mengatakan ketika St. Petrus menjadi martir, ia bersikeras bahwa ia ingin disalibkan secara terbalik karena ia percaya kalau dirinya tidak layak untuk disalibkan dengan cara yang sama dengan Tuhannya.
Kita bisa melihat alusi mengenai hal ini dalam Injil Yohanes, ketika Tuhan membicarakan cara kematian yang akan dialami Petrus:
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: “Ikutlah Aku” (Yohanes 21:8-19).
“Engkau akan mengulurkan tanganmu.” Di dunia kuno, secara khusus dalam tradisi Kristen, “mengulurkan tangan” merupakan istilah umum untuk penyaliban. Kata-kata ‘Ikutilah Aku’ meniru teladan Kristus yaitu dengan ‘taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib’ (Filipi 2:8). Kepala gembala akan mengikuti Gembala yang Baik bahkan dalam cara kematiannya. Pada saat Injil Yohanes ditulis, kemartiran Petrus sudah terjadi, yang dibuktikan dengan baik oleh para pembacanya.
Kita bisa menelusuri kembali kesaksian mengenai kemartiran Petrus hingga para penulis Kristen paling awal, termasuk Origenes, Eusebius dari Kaisarea, St. Klemens dari Roma, St. Ignatius dari Antiokhia, St. Irenaeus, dan Tertulianus.
Dalam De Præscriptione 36 (sekitar 200 M), Tertulianus menulis:
Jika engkau ada di dekat Italia, engkau akan merasakan Roma di mana kekuasaan pernah ada dalam jangkauannya. Betapa beruntungnya Gereja yang karenanya para Rasul telah mencurahkan kepenuhan ajaran mereka dalam darah mereka, di mana Petrus sudah meniru Sengsara Tuhan, di mana Paulus dimahkotai dengan kematian Yohanes.
Dalam Scorpiace 15 (sekitar 204 M), Tertulianus menuliskan lagi tentang penyaliban Petrus:
Dan jika seorang bidat ingin meyakinkan dirinya berdasarkan tulisan publik, maka arsip kekaisaran akan berbicara, sebagaimana batu-batu Yerusalam. Kita baca kehidupan para Kaisar: Di Roma Nero menjadi orang pertama yang menodai kebangkitan iman dengan darah. Kemudian Petrus diikat oleh seorang lain, ketika ia dikencangkan di atas kayu salib. Kemudian Paulus memperoleh satu kelahiran yang sepadan dengan kewarganegaraan Romawi, ketika di Roma ia hidup kembali dengan dimuliakan oleh kemartiran.
Dalam Historia Ecclesiastica (sekitar 325 M), Eusebius dari Kaisarea menuliskan:
Sepertinya Petrus telah berkhotbah di Pontus, Galatia, Bitinia, Kapadokia, dan Asia kepada orang-orang Yahudi diaspora. Dan yang terakhir, mendatangi Roma, ia disalibkan dengan kepala di bawah, karena ia memohon supaya ia menderita dengan cara yang dikehendakinya…. Fakta-fakta ini berkaitan oleh Origenes dalam Komentar terhadap Kejadian volume ketiga (III. 1).
Oleh karena itu, secara terbuka mengumumkan dirinya sendiri [Nero] sebagai musuh utama Allah, ia memulai pembantaian para rasul. Maka dari itu, dicatat pula Paulus dipenggal di Roma, dan juga Petrus disalibkan di bawah pemerintahan Nero. Catatan mengenai Petrus dan Paulus ini didukung oleh fakta bahwa nama-nama mereka dilestarikan di kuburan di tempat itu bahkan sampai hari ini (II.25.5).
Oleh karena itu, dengan cara Petrus disalibkan, Gereja menggunakan salib terbalik (tanpa corpus, maka bukan salib crucifix) untuk menunjuk pada Petrus, bukan Kristus. Maka, Paus yang menjadi penerus Petrus, menggunakan simbol salib terbalik (upside down cross) sebagai pengingat simbolis akan kerendahan hati dan kemartiran heroik St. Petrus. Tidak seperti salib crucifix terbalik, yang berusaha membalikkan dan menumbangkan maknanya. Maka salib (cross/tanpa corpus) terbalik tidak bermakna satanik.
Posted on 17 November 2020, in Apologetika and tagged Eusebius dari Kaisarea, Salib, St. Petrus, Tertullian. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0