[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Facebook Menjadikanku Katolik – Kisah Meghan Foshay

Meghan Foshay (Sumber: chnetwork.org)
Saya dibesarkan di Gereja Katolik oleh kedua orang tua yang mencintai imannya. Kami mengikuti Misa setiap hari Minggu, saya menerima sakramen, tetapi saya tidak pernah sungguh-sungguh menganggap diri saya sebagai seorang Kristiani. Bahkan, saya tidak tahu apakah saya mempercayai Tuhan. Saya tidak suka ikut Misa untuk menyembah Tuhan yang saya bahkan tidak yakin Tuhan itu ada. Dan Alkitab tampaknya bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh sains di sekolah negeri. Intinya: agama tampak konyol dan membuang-buang waktu.
Sikap skeptis dan tempat bagi Tuhan
Pada tahun 2016, perubahan keyakinan saya kepada Kristus dimulai. Saya menyadari bahwa kejahatan benar-benar ada di dunia ini dan juga ada di banyak institusinya. Kemudian saya mengalami perjumpaan dengan Roh Kudus. Tak lama kemudian saya mengalami perubahan hati yang drastis dan penyesalan mendalam atas dosa-dosa yang saya lakukan, dan saya merasa “tahu” (melalui anugerah yang diberikan) bahwa Tritunggal dan Alkitab itu benar adanya. Saya tahu kalau kebingungan yang saya alami mengenai Alkitab bertentangan dengan ilmu pengetahuan hanyalah: kebingungan dari diri saya sendiri. Saya langsung tahu bahwa Iblis adalah penguasa dunia ini. Maka, saya memesan Alkitab pertama saya dan mulai membada Perjanjian Baru dengan sungguh-sungguh dan bergaul dengan orang yang lebih unggul secara rohani.
Saya bergabung dengan sebuah grup untuk wanita Kristen di Facebook. Grup itu menekankan Taurat dan Hukum Musa. Karena sangat ingin tahu kebenaran dan masih pemula dalam perjalanan iman saya, saya tidak punya alasan untuk meragukan tafsiran mereka. Saya tidak mengetahui bahwa ada banyak aliran-aliran Kristen yang berbeda-beda. Saya mempelajari Hukum Musa dan keluarga saya merayakan hari-hari raya yang alkitabiah. Saya menutup kepala (yang masih saya lakukan ketika berdoa) dan memanggil Yesus dengan sebutan Yeshua. Sejauh saya mampu, saya hidup menurut Taurat dari tahun 2016 hingga awal 2019.
Saya mulai bicara untuk menentang Gereja Katolik. Topik-topik pilihan saya: “Menyembah” Maria, Yesus dalam rupa “roti wafer,” hierarki Gereja, dan Kepausan. Saya yakin bahwa Gereja Katolik adalah Pelacur Besar Babel, dan saya berdoa dengan sungguh-sungguh supaya Tuhan menolong keluarga saya untuk meninggalkan agama Katolik.
Tantangan diterima
Saya mulai meragukan sikap patuh terhadap Hukum Taurat ketika saya menyadari bahwa Hukum Taurat Musa adalah lereng licin menuju pembenaran diri sendiri, dan saya memperhatikan peringatan Santo Paulus tentang menempatkan diri saya, sebagai seorang Kristen, di bawah Hukum Taurat.
Yesus tidak menunjukkan Hukum Taurat Musa sebagai jalan untuk berjumpa dengan Tuhan. Yesus mengatakan bahwa Ia adalah jalan. Hukum Tuhan, dan memang seluruh sejarah keselamatan, yang mengarah kepada Yesus dan mengungkapkan Yesus sebagai sumber keselamatan kita.
Saya sadar kalau sola Scriptura tidak dapat diandalkan. Terlalu banyak orang Kristen menafsirkan Alkitab sendiri-sendiri, saling berdebat, dan saling menuduh satu sama lain karena penafsiran yang keliru, namun semuanya mengaku dipimpin oleh Roh Kudus.
Persoalan-persoalan yang tidak mereka sepakati sangat serius. Dengan cara apa dan dengan nama siapa seseorang dibaptis? Apakah berbicara dalam bahasa roh menjadi bukti seseorang telah dibaptis oleh Roh Kudus, dan oleh sebab itu ia sudah diselamatkan? Haruskah orang Kristen merayakan hari raya seperti Natal dan Paskah?
Banyak kecaman di antara sekte-sekte yang berbeda, sementara itu, ada banyak teman saya yang belum beriman yang ingin menjadi orang beriman, tetapi mereka sering mengirim pesan kepada saya bahwa mereka tidak bisa menjadi Kristen karena kemunafikan dan kekacauan yang ada di dalamnya. Hal ini mengingatkan saya akan doa Yesus pada malam Perjamuan Terakhir. Perpecahan yang terjadi di antara kita membuat dunia yang tidak percaya tidak dapat mengenali Kristus dan Gereja-Nya. Perpecahan yang terjadi pada kita mengacaukan pikiran orang-orang yang belum beriman
Saya hanya ingin melakukan apa yang benar di mata Tuhan, tetapi saya tidak tahu bagaimana caranya, dan saya tidak tahu bagaimana seseorang bisa mengetahuinya. Bagaimana saya bisa menyatakan bahwa Roh Kudus memimpin saya ke dalam kebenaran tetapi orang lain (yang mengaku dipimpin Roh Kudus) salah memahami Roh Kudus ketika ia menafsirkan ayat-ayat kunci yang sangat berbeda dari penafsiran saya?
Akhirnya Tuhan membuka pintu untuk pembicaraan dengan keluarga saya tentang Katolik. Bibi saya dibesarkan secara Katolik, menjadi Protestan selama 20 tahun, dan kemudian kembali ke Katolik. Dia memasukkan saya ke grup Facebook Katolik. Awalnya saya kesal karena dia berusaha untuk mengubah keyakinan saya. Dia tahu kalau saya membenci agama Katolik.
Dia juga memahami Alkitab dengan baik. Bagaimana dia bisa kembali ke Gereja Katolik? Sejujurnya saya percaya bahwa umat Katolik hanya menjadi Katolik karena mereka tidak membaca Alkitab.
Kami saling berdebat tentang Kitab Suci, dan akhirnya saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan meneliti dengan pikiran terbuka dan meminta rekomendasi di mana saya dapat memulai studi yang akan saya lakukan. Saya sangat menantikan untuk menyangkal Gereja Katolik.
Pasir yang goyah
Dia merekomendasikan satu buku berjudul Rome Sweet Home. Buku ini adalah kisah seorang pendeta Presbyterian (yang juga sangat anti-Katolik) yang menjadi Katolik. Buku itu menarik dan memberikan pembelaan yang baik terhadap ajaran-ajaran Katolik, tetapi saya menginginkan sumber-sumber dari Gereja perdana.
Saya menemukan adanya tulisan-tulisan bersejarah dari para bapa gereja perdana dan para martir. Ignatius (uskup Antiokhia ke-3) dan Polikarpus (uskup Smirna), yang merupakan murid Rasul Santo Yohanes dan keduanya menjadi martir – mereka meninggalkan dokumen tertulis.
Irenaeus, seorang murid Polycarpus dan uskup di Gereja Lyon, adalah seorang martir. Yustinus Martir, seorang yang bertobat menjadi Kristen pada tahun 130 Masehi dan seorang apologis Kristen, menjadi martir pada tahun 165 Masehi. Keduanya juga meninggalkan dokumen tertulis.
Klemens dari Roma yang ditahbiskan oleh Petrus dan juga menjadi martir bersama Petrus bagi Gereja perdana. Ada dokumen yang masih tersimpan darinya.
Inilah generasi yang punya kaitan dengan para pejuang Kristus yang asli.
Mantan jemaat Baptis Steve Ray dan teolog Brant Pitre membantu saya menemukan suksesi apostolik dengan melihat lebih dekat pada perubahan nama Petrus (dari Simon ke Petrus) dan makna di balik Yesus memberikan kunci kerajaan kepada Petrus dan kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa.
Para Rasul dan penerus mereka mewartakan Injil dan menetapkan penatua-penatua di setiap gereja. Ketika orang-orang dibaptis, sebenarnya mereka memasuki institusi gereja yang ada di bawah otoritas para uskup ini. Ketika seorang uskup tidak bisa lagi menjalankan tugasnya, jabatan itu diserahkan kepada uskup yang lain. Pertama kali suksesi apostolik muncul dalam Alkitab adalah dalam Kisah Para Rasul 1, setelah Yudas bunuh diri. Sebelas Rasul lainnya berkumpul untuk menunjuk seseorang untuk menggantikannya.
Saya menemukan 1 Timotius 3:1-15, yang menggambarkan syarat seseorang yang mendambakan jabatan penilik jemaat (uskup). Bagian ini diakhiri dengan klaim yang mengejutkan. Dalam ayat 15, Paulus menulis bahwa, jika ia terlambat, kita akan tahu bagaimana hidup di dalam keluarga Allah, yaitu Gereja, tiang penopang dan dasar kebenaran. Menurut Alkitab, Gereja adalah tiang kebenaran, bukan Alkitab!
Saya melihat banyak ayat, seperti Kisah Para Rasul 20:28, yang menunjuk pada kepemimpinan Gereja. Titus bab dua menjelaskan seorang penilik jemaat sebagai pelayan Tuhan dan orang yang tidak bercela. Dalam 1 Petrus 5:2, para gembala dari kawanan domba diperingatkan mengenai cara mereka menjalankan otoritas mereka, bahwa otoritas itu tidak berada di bawah paksaan dan bukan untuk keuntungan yang hina. Ibrani 13:17 memberitahu kita untuk menaati para pemimpin ini dan tunduk kepada mereka, karena mereka sedang menjaga jiwa kita, sebagai orang-orang yang harus memberikan pertanggungjawaban. Ayat-ayat ini dan masih banyak lagi (1 Timotius 4:14, Yakobus 5:14, 1 Tesalonika 5:12, Efesus 4:11-14, Kisah Para Rasul 15) menepis segala keraguan tentang otoritas yang diberikan Tuhan kepada mereka.
Para Bapa Gereja perdana juga menggemakan hal-hal ini dalam tulisan-tulisan mereka:
Surat Pertama Klemens kepada jemaat Korintus (187-189) mengatakan bahwa para rasul menyadari akan ada perselisihan karena jabatan episkopat, sehingga mereka mengangkat para pelayan dan memberikan instruksi bahwa, ketika mereka meninggal dunia, orang-orang lain yang sudah disepakati harus menggantikan mereka.
Dalam surat Ignatius kepada jemaat Efesus, Ignatius menjelaskan bahwa setiap orang harus hidup sesuai dengan kehendak uskupnya. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa kita harus memandang uskup seperti kita memandang Tuhan sendiri. Ignatius juga mengulangi persyaratan mutlak dari sikap tunduk umat beriman kepada para uskup sesuai dengan kehendak Allah dalam surat-suratnya kepada jemaat Tralles, Smirna, Filadelfia, dan Filipi.
Saya juga sudah menemukan kasus yang kuat mengenai suksesi apostolik, tetapi bagaimana dengan kepausan? Apakah itu tradisi buatan manusia? Dulu saya berpikir demikian, tetapi Alkitab membuktikan bahwa saya salah.
Dalam Matius 16, Yesus membawa murid-murid-Nya ke Kaisarea Filipi, di mana Ia mengganti nama Simon, memberinya nama Petrus, yang artinya Batu Karang, dan di sanalah Ia memberi Petrus kunci kerajaan. Dulu saya percaya bahwa ayat ini berarti kita semua memiliki kunci kerajaan, kunci itu adalah Injil. Tetapi bukan begitu yang dipercayai oleh Gereja perdana, dan bukan begitu pula yang dipahami oleh orang Yahudi abad pertama.
Dalam Yesaya 22:20-22, raja memilih orang kepercayaan (yang dikenal sebagai pelayan kerajaan atau perdana menteri) yang secara harfiah mengenakan kunci besar sebagai simbol jabatannya dan orang yang berbicara atas otoritas raja, meskipun tidak pernah bertentangan dengan apa yang diinginkan raja. Saya tidak tahu tentang Elyakim bin Hilkia. Ia mengenakan jubah, selempang yang diikatkan di sekelilingnya, dan diberi kuasa. Ia akan menjadi bapa bagi mereka yang tinggal di Yerusalem dan yang berasal dari kaum Yehuda. Kunci rumah Daud diletakkan di atas bahunya. Apa yang ditutupnya, tidak ada yang bisa membukanya. Apa yang ia buka, tidak ada yang bisa menutupnya.
Bukankah Yesus menggunakan bahasa yang sama di Kaisarea Filipi? Jika demikian, apa hubungan antara jabatan yang lama dan yang baru?
Dalam Matius 16:13-19 Yesus menunjuk Petrus sebagai pelayan kerajaan-Nya dan memberikan kunci kerajaan kepadanya sebagai lambang otoritasnya untuk berbicara dalam nama Kristus. Saya menyadari hal ini, karena Yesus adalah raja yang kekal, jabatan pelayan kerajaan tidak akan pernah berakhir, bahkan ketika Petrus meninggal.
Tapi siapa yang akan menggantikan Petrus? Dan apa yang dikatakan oleh Gereja perdana tentang seseorang yang adalah “Petrus” di setiap generasi? Saya akan mencari tahu dari sumber-sumber lain:
Siprianus dari Kartago (Kesatuan Gereja Katolik 4; edisi pertama, 251 M): “Jika seseorang tidak berpegang teguh pada kesatuan Petrus, dapatkah ia membayangkan bahwa ia masih memegang iman? Jika ia [harus] meninggalkan kursi Petrus yang di atasnya Gereja dibangun, dapatkah ia masih yakin bahwa ia berada di dalam Gereja?”
Efraim orang Siria (Homili 4:1, 351 M): “[Yesus berkata,] Simon, pengikut-Ku, Aku telah menjadikan engkau sebagai dasar Gereja yang kudus…. Engkau adalah pengawas bagi mereka yang akan membangun Gereja bagi-Ku di muka bumi. Jika mereka ingin membangun apa yang palsu, engkau, sang fondasi, akan menghukum mereka. Engkau adalah kepala sumber air yang darinya ajaran-Ku mengalir; engkau adalah kepala dari murid-murid-Ku.”
Paus Leo I (Surat 10:1, 445 M): “[Yesus] telah meletakkan tanggung jawab utama kepada yang terberkati Petrus, kepala dari semua rasul … sehingga siapa pun yang berani memisahkan diri dari batu karang Petrus yang kokoh akan mengerti bahwa ia tidak memiliki bagian atau hak dalam misteri ilahi.”
Paus Leo I (ibid., 10:2-3): “[Yesus] menghendaki supaya karunia-karunia-Nya mengalir dari Petrus ke seluruh tubuh, seakan-akan dari kepala, yang dengan sedemikian rupa membuat siapa pun yang berani memisahkan diri dari solidaritas Petrus akan menyadari bahwa dirinya sendiri tidak lagi menjadi bagian dari misteri ilahi.”
Jelas sekali saya keliru tentang hirarki dan otoritas Gereja. Saya sudah keliru bahwa dulu tidak ada institusi Gereja dalam arti sebenarnya. Saya sudah keliru tentang Paus.
Saya pun pindah ke pokok ketidaksetujuan saya berikutnya dengan ragu-ragu, yaitu tentang Maria perawan abadi dan kedudukannya sebagai ratu surga. Edward Sri menjelaskan semua hal tentang Maria. Dengan cepat saya menemukan bahwa Maria perawan abadi tidak dipersoalkan selama 1500 tahun pertama Gereja. Bahkan Martin Luther percaya bahwa Maria adalah perawan abadi, dan gelar ratu Maria tidak pernah dipersoalkan.
Di Israel kuno, sang ratu bukanlah istri raja. Melainkan ibu dari raja. Kebanyakan raja mempunyai banyak istri. Raja Salomo memiliki 700 istri dan 300 gundik (1 Raja-raja 11:3). Tidak mungkin istri Salomo bisa memerintah sebagai ratu tanpa ada sekelompok wanita lain yang berdiri dengan cemburu di sampingnya. Namun, karena setiap raja hanya memiliki satu ibu, maka jabatan ratu diberikan kepada ibu raja. Masalah pun terpecahkan.
Ketika Perjanjian Lama mengumumkan seorang raja baru dari Yehuda, nama ibu raja disebutkan bersama dengan keturunan kerajaannya. Saya mengetahui bahwa ibu raja adalah anggota terbesar dari istana kerajaan. Dia mengenakan mahkota (Yeremia 13:18). Dia berada di urutan teratas dalam daftar pejabat istana (2 Raja-raja 24:12-15). Dia ikut serta dalam pemerintahan putranya (Yeremia 13:18-20) dan menjadi penasihat raja (Amsal 31). Ibu suri adalah pembela rakyat. Dia mendengar permohonan mereka dan menyampaikannya kepada raja. Edward Sri sangat membantu saya dalam upaya mencari dukungan alkitabiah terhadap Maria sebagai Bunda Ratu.
Ia merujuk kepada Batsyeba untuk memahami peran yang harus dilakukan oleh Maria . Ketika Daud bertakhta, Batsyeba memasuki kamar raja dan mendekatinya seperti yang dilakukan oleh rakyat pada umumnya: dia menundukkan wajahnya ke tanah sebagai penghormatan dan berkata, “Hidup tuanku raja Daud untuk selama-lamanya!” (1 Raja-raja 1:16, 31). Setelah Daud wafat, Salomo putranya menjadi raja. Segera ada seorang dari kerajaan yang mengakui peran Batsyeba sebagai pembela dan memintanya untuk membawa permohonan kepada raja. Kita melihat bahwa peran Batsyeba sudah sangat meluas dengan peran baru dari putranya.
Batsyeba memasuki ruang kerajaan, tetapi kali ini dia menerima perlakuan kerajaan sebagai ibu suri. Raja berdiri, lalu bersujud di hadapannya. Ia memerintahkan agar sebuah singgasana disediakan baginya, dan Batsyeba didudukkan di sebelah kanannya (1 Raja-raja 2:19-20; bdk. Mazmur 110:1). Salomo mengundangnya untuk menyampaikan permohonannya dan meyakinkannya bahwa ia akan menerima permohonan itu dan mengabulkannya dengan murah hati.
Dalam bab pertama Injil Lukas, malaikat Gabriel memberitahukan Maria bahwa dia akan menjadi ibu dari seorang Putra Raja yang akan menggenapi janji Perjanjian Lama tentang seorang Mesias. Lukas dengan jelas menyatakan bahwa anak ini akan mendapatkan kekuasaan yang kekal sebagai keturunan dan penggenapan dari Kerajaan Daud. Malaikat itu berkata: “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (Lukas 1:31-33).
Elizabeth membantu saya untuk melihat Maria sebagai Bunda Ratu. Pada saat Visitasi, Elisabet memberi salam kepada Maria dengan berkata, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Lukas 1:43).
Pencarian saya tentang Maria membantu saya mengenali ungkapan ini sebagai bahasa kerajaan yang berasal dari Israel kuno. Dengan menggunakan gelar “Tuhanku,” Elizabeth menghubungkan monarki Israel kuno dengan Mesias-Raja dalam rahim Maria.
Mungkin dukungan terbesar untuk status ratu Maria ada dalam kitab Wahyu 12: “Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Ia sedang mengandung …” (Wahyu 12:1-2).
Dulu saya percaya bahwa ayat ini merujuk pada Israel atau Gereja, tetapi mungkinkah juga merujuk pada Maria? Jika tidak dapat disangkal bahwa anak laki-laki itu merujuk kepada Yesus, maka wanita itu bisa jadi hanya seorang wanita. Tidak perlu diragukan lagi, Maria adalah wanita dalam Wahyu 12.
Mahkota menegaskan status ratu dari kerajaannya. Serangan kepada Maria dan anaknya menandakan bahwa Iblis menggunakan Herodes untuk membinasakan sang bayi-raja. Dua belas bintang pada mahkotanya menetapkan pemerintahannya di dalam Gereja yang mengalir dari 12 suku Israel dan didirikan di atas 12 Rasul.
Sungguh, Maria adalah Bunda Ratu dari Perjanjian Baru dan kerajaan kekal. Semuanya menyatu bagi saya. Keibuannya, kedudukannya sebagai ratu, peran perantaraannya, dan otoritasnya.
Topik terakhir yang saya selidiki adalah klaim Kehadiran Nyata Yesus dalam Ekaristi. Sekali lagi, saya menyadari bahwa kepercayaan ini tidak pernah diperdebatkan di Gereja perdana. Mereka percaya bahwa roti yang mereka pecahkan selama Misa adalah benar-benar daging Yesus dan anggur yang mereka minum adalah benar-benar darah Kristus. Kepercayaan ini alkitabiah. Yesus menyatakannya tujuh kali, dengan tujuh cara yang berbeda dalam Yohanes 6. Mereka yang telah Ia beri makan pada malam sebelumnya mengikuti-Nya pada keesokan paginya. Bukannya Yesus melipatgandakan makanan lagi bagi mereka, Ia malah membawa mereka ke dalam pembicaraan tentang Ekaristi. Pengikut-pengikut Yesus meninggalkan-Nya karena pengajaran ini. Hanya tersisa yang Dua Belas saja.
Peristiwa ini merupakan kejadian yang luar biasa. Yesus memberi makan orang banyak, dan mereka menginginkan lebih banyak makanan mudah ini. Yesus berkata bahwa mereka akan menerima makanan yang lebih besar daripada manna di padang gurun. Mereka menginginkan makanan ini sampai mereka menyadari bahwa Yesus sedang berbicara tentang darah dan daging-Nya sendiri.
St. Paulus banyak berbicara tentang Tubuh dan Darah Kristus dalam Komuni di 1 Korintus bab 10 dan 11. Satu-satunya cara seseorang dapat membaca kedua bab ini dan berpegang teguh pada gagasan bahwa Komuni hanyalah simbol belaka adalah dengan mempelajari bab-bab ini dengan gagasan simbolisme yang sudah dipersepsikan sebelumnya dan hasrat membandel untuk mendapatkan penafsiran yang tidak berubah.
Tetapi apa yang dikatakan oleh generasi pertama setelah peristiwa Kenaikan Yesus? Dalam bab tujuh dari Surat Ignatius kepada jemaat di Smirna, Ignatius mengatakan bahwa para bidat menjauhkan diri dari Ekaristi dan doa karena mereka tidak mempercayai bahwa Ekaristi adalah daging Yesus Kristus.
Mungkin salah satu catatan di luar Alkitab yang paling meyakinkan tentang Kehadiran Nyata berasal dari St. Yustinus Martir pada tahun 151 Masehi:
Karena bukan roti dan minuman biasa yang kita terima; melainkan karena Yesus Kristus, Juruselamat kita, telah berinkarnasi oleh firman Allah dan memperoleh daging dan darah demi keselamatan kita, maka demikian juga, seperti yang sudah diajarkan kepada kita, makanan yang telah menjadi Ekaristi oleh doa Ekaristi yang ditetapkan oleh-Nya … adalah daging dan darah Yesus yang berinkarnasi (Apologia Pertama 66).
Mungkin agak berlebihan, tetapi saya terus mempelajari dan menyadari bahwa Irenaeus, Tertullianus, Hippolitus, Origenes, Sirilus dari Yerusalem, dan Siprianus dari Kartago, semuanya menulis tentang kehadiran Yesus yang nyata dalam rupa roti dan anggur. Mereka berbicara tentang perlunya menerima ajaran ini dan bahaya jika mengabaikan atau menyangkalnya.
Penelitian saya membawa saya ke bagian lain dari Injil Yohanes. Yohanes 17 menyampaikan kata-kata Yesus di meja perjamuan. Dengan mengetahui bahwa Ia akan mati, bangkit, dan akhirnya naik ke surga, Yesus menetapkan sebuah ritual yang paling menakjubkan. Ia meninggalkan Tubuh dan Darah-Nya sendiri bagi mereka.
Afrahat, orang bijak dari Persia ( Treatises 12:6, A.D. 340): “Setelah berbicara demikian [pada Perjamuan Terakhir], Tuhan bangkit dari tempat di mana Ia telah mengadakan Paskah dan telah memberikan tubuh-Nya sebagai makanan dan darah-Nya sebagai minuman … Dengan tangan-Nya sendiri Tuhan mempersembahkan tubuh-Nya sendiri untuk dimakan, dan sebelum disalibkan, Ia memberikan darah-Nya sebagai minuman.”
Agustinus (Penjelasan Kitab Mazmur 33:1-10, 405 M): “Kristus membawakan dengan tangan-Nya sendiri ketika Ia merujuk pada tubuh-Nya sendiri, dengan berkata, ‘Inilah tubuh-Ku.’”
Agustinus (Khotbah-khotbah 227, 411 M): “Apa yang engkau lihat adalah roti dan piala; itulah yang disampaikan oleh matamu sendiri kepadamu. Tetapi apa yang diwajibkan oleh imanmu untuk engkau terima adalah bahwa roti itu adalah tubuh Kristus, dan piala itu adalah darah Kristus.”
Segala sesuatu yang sudah saya coba untuk menyanggah Gereja Katolik, saya menemukan bahwa itu benar. Selalu ada hierarki, yang ada atas kehendak Tuhan. Maria selalu diyakini sebagai seorang perawan abadi dan Ratu Surga. Dan akhirnya, Gereja perdana percaya akan kehadiran Yesus secara harfiah dan nyata dalam Ekaristi. Hanya para heretik yang tidak setuju.
Ketika saya menceritakan penemuan saya kepada suami saya (seorang Protestan yang berpegang teguh pada Alkitab saja, seperti saya), ia tidak terbuka untuk mendengar informasi tersebut, dan ia tidak mau saya menyelidikinya lebih lanjut. Saya pernah merasakan hal yang sama, jadi saya bersikap hati-hati. Pada akhirnya, saya memutuskan bahwa lebih penting untuk tunduk kepada suami saya, maka saya menghentikan penelitian itu pada bulan April 2019.
Seiring berjalannya waktu, perpecahan di antara teman-teman Protestan saya semakin memburuk. Sekitar Natal 2019, keadaan menjadi tak terkendali. Satu kejadian terakhir yang menjadi pemicu terjadi ketika saya membuat postingan tentang membuat kue kering dan mendengarkan lagu Natal. Seolah-olah Perang Dunia III berkecamuk di halaman Facebook saya. Setiap minggu beberapa kali saya dikirimi pesan oleh orang-orang dari berbagai aliran Kristen yang menanyakan mengapa saya ikut merayakan Natal yang “kafir”? Mengapa saya tidak lagi mengikuti Hukum Musa? Mengapa saya memakai riasan? Mengapa saya memakai celana panjang? Apakah saya sudah berbahasa roh untuk mengetahui bahwa saya sudah menerima Roh Kudus dan sudah diselamatkan?
Ada juga kasus seorang gadis kecil yang meninggal dunia, dan banyak orang berdoa untuk kebangkitannya. Orang Kristen lain ikut campur, mengatakan bahwa doa seperti itu salah. Perdebatan itu sangat sengit dan kasar.
Setiap orang mengklaim bahwa tafsiran mereka berasal dari Roh Kudus. Jika Anda tidak setuju dengan tafsiran mereka, karena Anda belum cukup belajar. Teori itu membantah teori itu sendiri. Jika Roh Kudus memimpin orang kepada kebenaran, maka tidak akan ada banyak denominasi. Bahkan, kita semua akan menjadi satu.
Kurangnya persatuan itu bertentangan dengan Kitab Suci: 1 Korintus 1:10, Roma 16:17-18, Titus 3:9-11, belum lagi doa Tuhan kita dalam Yohanes 17 supaya kita semua menjadi satu sama seperti Yesus dengan Bapa adalah satu.
Kita tidak bisa begitu saja mengesampingkan hal ini. Para Bapa Gereja perdana sudah jelas. Ignatius (Surat kepada jemaat di Filadelfia 3, 8, 108 M) mengatakan bahwa jika ada orang yang mengikuti seorang skismatik, ia tidak akan mewarisi Kerajaan Allah. Ia juga mengatakan bahwa Roh Kudus menyatakan bahwa kita tidak boleh melakukan apa pun tanpa adanya uskup, tetapi kita harus menjadi bait Allah, mengasihi persatuan, dan menghindari perpecahan. Sekali lagi, dalam suratnya kepada jemaat di Smirna, Ignatius berkata, “Di mana ada uskup berada, di situlah umat berada; sama seperti di mana Yesus Kristus berada, di situlah Gereja Katolik berada.”
Perubahan dalam diri saya
Ketika imam berarak masuk untuk Misa, hati saya diliputi sukacita sampai menangis. Ada Mazmur, lagu pujian, dan Kitab Suci. Ada doa-doa bagi orang-orang yang membutuhkan dan ada Perjamuan Paskah dari Perjanjian Baru yang ditetapkan Yesus sendiri: Ekaristi. Saya tidak pernah merasakan kehadiran Roh Kudus seperti yang saya rasakan sekarang!
Penolakan yang saya alami setelah menjadi Katolik sangat kuat. Saya kehilangan teman-teman dekat; namun demikian, saya tidak pernah merasakan kedamaian seperti ini. Suami saya tidak pindah keyakinan bersama saya, tetapi ia ikut menghadiri Misa bersama saya dan sedang mempertimbangkan ikut RCIA (‘Rite of Christian Initiation of Adults’ atau kita mengenalnya sebagai Katekumen Dewasa –red.). Sungguh melegakan ketika saya menjadi tahu, setelah semua pencarian dan banyak membaca, saya tidak lagi harus menebak-nebak apa yang harus saya lakukan sebagai seorang Kristen. Kita memiliki guru-guru masa kini yang diberi kuasa oleh Kristus sendiri! Saya masih mencari; saya masih membaca; saya masih belajar. Namun sekarang dengan keyakinan penuh akan Iman Katolik kita.
Hal pertama yang dilakukan Iblis di Taman Eden adalah membuat Hawa mempertanyakan apa yang sebenarnya dikatakan Tuhan. Inilah tipuan yang sesungguhnya dari Sola Scriptura. Hal ini menyebabkan kita membuang-buang waktu untuk berdebat dan bukannya menjadi Gereja, melayani orang miskin, membantu mereka yang membutuhkan, menerima Ekaristi, berbagi kabar sukacita.
Dulu saya bertekad untuk membantah Gereja Katolik dan membebaskan keluarga saya dari Gereja Katolik, dan akhirnya saya kembali ke Gereja dan bahkan menerima hal-hal yang pernah saya olok-olok dan tolak.
Meghan Foshay adalah seorang istri dan ibu homeschooling dari tujuh anak. Dia secara resmi kembali ke iman Katolik pada bulan Desember 2019.
Sumber: “Facebook Made Me Catholic”
Posted on 23 December 2022, in Kisah Iman and tagged Revert Katolik, Yahudi Mesianik. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0