Keselamatan dalam Kristus yang Tersembunyi Sejak Dahulu Kala

Romo Timothy V. Vaverek

Yesus Kristus (Sumber: stpaulcenter.com)

Jika kita ditanya untuk menjelaskan karya penyelamatan Yesus, barangkali banyak orang Kristen yang akan mengatakan sesuatu seperti ini: “Ia wafat untuk menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita,” mungkin juga menambahkan, “Ia mengajarkan kita supaya kita mengasihi Allah dan sesama.” Meskipun sejauh ini benar, jawaban semacam ini mengabaikan misteri yang sepenuhnya istimewa dalam inti keselamatan yang ditawarkan Kristus kepada kita. Bagaimanapun juga, pengampunan dosa dan dua perintah agung telah diwartakan melalui Musa dan para nabi berabad-abad sebelum kelahiran-Nya. Apa yang belum dinyatakan adalah penggenapan janji Allah yang penuh kasih untuk menaruh Roh-Nya di dalam diri umat-Nya, memberikan hati yang baru kepada mereka dan menjadikan mereka setia kepada-Nya (lihat Yeh 36:26-27). Karunia yang sudah lama dinanti-nantikan ini akan menciptakan hubungan yang baru, Perjanjian Baru dan Kekal, yang dengannya Allah akan mempersatukan diri dalam ikatan perkawinan dengan umat-Nya yang tidak setia dan menuliskan hukum-Nya di dalam hati mereka (lihat Yeremia 31:31-34; Yesaya 62:4-5). Bangsa-bangsa lain juga dijanjikan untuk ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan-Nya (lihat Kejadian 22:18; Yesaya 2:2-3, 49:6). Allah menggenapi pendamaian perkawinan ini di dalam dan melalui Yesus, mempersembahkan persatuan pribadi yang intim yang jauh melebihi pengampunan dosa yang sudah dimungkinkan melalui korban-korban dan upacara-upacara lain dalam Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Baru, Allah hadir untuk berdiam di dalam umat-Nya, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi, dan dengan demikian memungkinkan mereka untuk ikut ambil bagian di dalam kehidupan ilahi-Nya dan karya penyelamatan-Nya. Itulah inti dari keselamatan yang dibawa Kristus, sebuah cara hidup baru yang dinyatakan dalam Perintah Baru untuk mengasihi seperti Ia mengasihi dan ditetapkan melalui pengorbanan-Nya yang sekali untuk selamanya di kayu salib yang terus dirayakan dalam ritus perjanjian yang Ia nyatakan dalam Perjamuan Terakhir (lihat Yohanes 15:12; Ibrani 10:10; Lukas 22:19-20; 1 Korintus 11:26).

Dengan demikian, Perjanjian Kekal menegaskan dan sekaligus melampaui kebenaran yang sudah ada melalui hukum Taurat dan para nabi. Inilah makna sabda bahagia Yesus dan ajaran-Nya bahwa hidup kerajaan surga menggenapi hukum Taurat, melampaui kebenaran Yohanes Pembaptis, dan mencapai kesempurnaan Bapa Surgawi kita (lihat Matius 5, khususnya ayat 28; Matius 11:11). Tidak lagi cukup untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran, jiwa, dan kekuatan kita dan untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, dengan demikian mengikuti kebenaran Allah berdasarkan kapasitas manusiawi kita. Melalui persatuan perkawinan dengan Allah di dalam Kristus, kita dimampukan untuk mengasihi sebagaimana Yesus mengasihi, karena kita mengambil bagian di dalam kasih ilahi yang kekal sebagaimana Bapa mengasihi Dia dan Dia mengasihi kita (lihat Yohanes 1:16-17, 15:9-12). Persatuan dan ikut ambil bagian dalam kehidupan dan kasih Allah ini muncul dari kenyataan bahwa Dia sekarang tinggal di dalam kita dan kita di dalam Dia (lihat Yohanes 15:17, 23). St. Petrus dan St. Paulus menggambarkan kehidupan baru ini dengan istilah-istilah yang mengejutkan: “kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi”; “supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”; “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (2 Petrus 1:4; 2 Korintus 5:21; Galatia 2:20). Para Bapa Gereja perdana membuat penegasan yang sama beraninya, yang dicerminkan dalam perkataan St. Athanasius yang terkenal: “Karena Ia telah menjadi manusia supaya kita dapat menjadi Allah” (yaitu, Allah Putra mengambil kodrat manusia melalui Inkarnasi sehingga kita dapat mengambil bagian dalam kodrat ilahi-Nya melalui persatuan perkawinan dengan-Nya). Peran ikut ambil bagian dalam kehidupan Allah yang mentransformasi ini disebut divinisasi (atau deifikasi) dalam Gereja Katolik dan theosis di Gereja-gereja Ortodoks. Sayangnya, banyak orang Katolik kontemporer yang tidak terbiasa dengan istilah teknis tersebut dan, lebih buruk lagi, realitas yang ditunjukkannya. Di antara sebagian besar kelompok Kristen lainnya, peran ikut ambil bagian seperti itu secara historis tidak diketahui bahkan ditolak.

Meskipun kita menjadi satu dengan Allah dan ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi-Nya, kita tidak menjadi makhluk ilahi atau kehilangan identitas kita yang berbeda dengan Allah, sebagaimana seorang suami dan istri yang menjadi satu kesatuan atau kehilangan identitas mereka ketika mereka menikah. Keikutsertaan kita dalam kehidupan dan karya Allah terjadi melalui sebuah hubungan pribadi yang menyatukan kita dengan-Nya, bukan dengan mengambil sifat-Nya secara harfiah. Bahasa perkawinan adalah bahasa yang paling cocok untuk memahami hubungan ini karena Allah telah membuat pola “dua menjadi satu” dalam perkawinan setelah persatuan Kristus dan Gereja:

Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. (Efesus 5:31-32, mengutip Kejadian 2:24)

Itulah sebabnya Allah memilih untuk menggunakan gambaran pertunangan [istilah pertunangan ini berbeda dengan pertunangan zaman sekarang/engagement yang tidak memiliki ikatan perkawinan sehingga ketika berpisah tidak diperlukan adanya perceraian, berbeda dengan pertunangan orang Yahudi/betrothal yang artinya sudah mempunyai ikatan perkawinan namun belum tinggal satu rumah, sehingga ketika berpisah akan terjadi perceraian]  dan perkawinan di seluruh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru untuk menggambarkan hubungan perjanjian-Nya dengan umat-Nya (lihat Yesaya 54, 62:1-5; Yeremia 2:2-5, 3:1-5; Hosea 1-3; Matius 9:15, 22:1-10, 25:1-13; Wahyu 19:6-9). Persatuan perkawinan ini adalah misteri yang tersembunyi di masa lampau, tetapi dinyatakan dalam kepenuhan waktu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan (lihat Kolose 1:26-27).

Dasar dari hubungan perkawinan adalah Inkarnasi, yang melaluinya Allah mengaruniakan pemenuhan peran serta dalam kehidupan ilahi dalam kemanusiaan Yesus. Yesus menjadi kepala umat manusia dengan mengambil bagian dalam kodrat kita dan dengan persatuan pribadi-Nya dengan kita di dalam kasih ilahi, Kristus merangkul setiap kehidupan kita sebagai milik-Nya sehingga kehidupan kita dapat menjadi sebuah bentuk peran serta di dalam kehidupan-Nya. Dengan demikian, Ia menyatukan kita dengan diri-Nya di tengah-tengah banyak kejahatan yang kita alami: dosa-dosa kita dan akibatnya, kejahatan yang dilakukan oleh orang lain dan kerusakan dunia yang telah jatuh, penderitaan orang lain yang kita pikul dengan penuh belas kasihan, dan permusuhan yang kita hadapi demi nama-Nya. Kerelaan Yesus yang penuh penderitaan dan pengorbanan untuk menerima kejahatan-kejahatan ini memungkinkan apa yang sebelumnya mustahil: bahwa kita memiliki hubungan yang benar terhadap kejahatan melalui persatuan dengan-Nya yang menghilangkan keterpisahan yang ditimbulkannya, dengan demikian membawa pemulihan pribadi dan rekonsiliasi dengan Allah dan sesama. Demikian juga, Ia menjadikan sukacita hidup kita sebagai milik-Nya dan menganugerahinya dengan nilai yang kekal, mengubah kebaikan yang kita lakukan dan kebaikan yang dilakukan bagi kita menjadi perjumpaan dengan-Nya. Dengan cara ini, melalui kehidupan, wafat, dan Kebangkitan-Nya, Kristus membawa kita ke dalam hati-Nya dan mampu mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai persembahan yang berkenan kepada Bapa. Ia dimuliakan di surga, Ia mengutus Roh Kudus supaya Ia tinggal di dalam kita dan kita di dalam Dia, membuat kita menjadi satu tubuh dan satu roh di dalam Dia. Inilah kehidupan kekal dari Perjanjian Baru.

 

Romo Timothy V. Vaverek adalah seorang imam Keuskupan Austin yang melayani sebagai pastor di Paroki Assumption di kota West. Ia berasal dari San Marcos, tempat ia lulus dengan meraih gelar sarjana fisika dari Texas State University. Selama di seminari, ia belajar di Universitas Dallas dan Universitas Gregoriana (Roma). Ia menerima gelar doktor dari Universitas Angelicum (Roma) pada tahun 1996. Studinya berfokus pada Eklesiologi, Pelayanan Kerasulan, Newman, dan Ekumenisme. Sejak ditahbiskan pada tahun 1985, ia berkarya di paroki-paroki kecuali selama tiga tahun sebagai pejabat keuskupan. Ia pernah menulis di berbagai jurnal dan menulis untuk TheCatholicThing.org.

 

Sumber: “The Mystery Hidden from Ages Past: Our Salvation in Christ”

Advertisement

Posted on 28 February 2023, in Kenali Imanmu and tagged , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: