[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Persekutuan Para Kudus
Oleh Randall B. Smith

Para Kudus (Sumber: stpaulcenter.com)
Apa yang ditakuti oleh banyak orang dalam kematian, baik kematian mereka sendiri maupun kematian orang yang mereka cintai, yaitu hilangnya hubungan dengan orang yang mereka cintai. Jika kita berpikir bahwa pergi ke surga seperti pergi ke Jakarta (hanya lebih baik), maka kita sedih karena mereka atau kita “pergi,” meskipun kita berharap itu adalah “tempat yang lebih baik.” Tetapi jika surga adalah persatuan dengan Bapa di dalam Kristus melalui Roh, dan jika Kristus hidup dan hadir di dalam diri kita masing-masing, maka kita pun tetap terhubung dengan orang-orang yang kita kasihi, bahkan secara lebih erat dan lebih penuh dalam persatuan dengan Tubuh Kristus dan persekutuan orang-orang kudus. Kita percaya bahwa Kristus hidup dan Dia terus menjaga kita, mengutus Roh Kudus-Nya untuk membimbing dan menguatkan kita. Ketika orang-orang yang kita kasihi masih hidup, terkadang kita meminta mereka untuk mendoakan kita, karena kita tahu bahwa mereka akan mendoakan kita karena kasih mereka kepada kita. Janji Kristiani adalah bahwa kasih seperti ini tidak akan pernah mati (lihat Roma 8:38). Kasih itu hidup di dalam Kristus.
Sejauh kasih kita tidak mementingkan diri sendiri dan benar serta diarahkan untuk kebaikan orang lain, maka kasih itu berasal dari Allah dan untuk Allah, dan seperti yang ditegaskan oleh St. Paulus, tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih itu. Dan perlu diingat, kita tidak mengasihi hanya dengan kasih kita yang tidak sempurna. Sesungguhnya, apa pun yang kurang dalam keadilan atau kebaikan dari kasih itu dimurnikan dalam persatuan kita dengan Allah. Kita mengasihi dengan kasih Allah yang sempurna, bukan hanya dengan kasih kita yang tidak sempurna. Keturunan kita hanya perlu bertanya apakah yang mereka lakukan itu sesuai dengan kehendak Allah, bukan apakah itu sesuai dengan ukuran-ukuran yang terbatas dan tidak sempurna yang kita pegang selama hidup kita. Karena jika mereka melakukan kehendak Allah, mereka akan menikmati kasih yang sempurna dari semua orang yang bersatu dengan Allah di dalam persekutuan para kudus.
Memasuki persekutuan surgawi dengan Allah bukan berarti saya sekarang hanya dapat mengasihi Allah saja, seperti halnya menjadi seorang Kristen bukan berarti saya tidak dapat lagi mengasihi istri dan anak-anak saya. Hubungan-hubungan istimewa yang diwujudkan itu adalah suatu permulaan dari persekutuan para kudus. Kebangkitan Kristus menyatakan dan memungkinkan bahwa mereka yang telah meninggal masih terhubung dengan kita dan kita dengan mereka. Kita tidak hanya mengasihi arwah atau kenangan. Kristus telah bangkit dan begitu juga dengan semua orang yang adalah “anggota” dari Tubuh-Nya yang satu. Ketika kita mengasihi Dia, dan mereka yang ada di dalam Dia, kita mengasihi orang yang hidup yang kini hidup dengan lebih sejati karena mereka tidak menjalani kehidupan di bawah bayang-bayang kematian; mereka tidak menjalani kehidupan yang akan mengalami penuaan dan berakhir. Bagi mereka, hidup bukan hanya sekedar berlalunya waktu atau bertahan hidup. Melainkan adalah kasih yang tak terbatas, yang tidak lagi terikat oleh batasan-batasan ruang dan waktu, sama seperti Kristus yang telah bangkit tidak lagi terikat oleh batasan-batasan ruang dan waktu. Ia menampakkan diri kepada para Rasul secara jasmaniah di Ruang Atas; mereka menyentuh-Nya dan makan bersama-Nya meskipun pintu-pintu dan jendela-jendela tertutup dan terkunci. Dan Ia tetap hadir bagi kita sekarang, bahkan berabad-abad kemudian.
Umat Katolik percaya bahwa mereka dapat berdoa kepada St. Fransiskus dan St. Thomas Aquinas karena mereka percaya bahwa orang-orang kudus tersebut masih hidup di dalam Kristus, masih mengasihi dan mendoakan kita. Warga di Italia dan Asisi dapat memiliki devosi khusus kepada St. Fransiskus karena hubungannya dengan tempat kelahirannya dan dengan orang-orang yang diutusnya tidak pernah surut. Dia tidak berkurang sebagai orang kudus di Asisi sekarang dibandingkan ketika dia masih hidup. Namun saya tahu bahwa kasihnya, yang terhubung melalui Kristus dengan Tritunggal Mahakudus, kini diperluas kepada saya juga meskipun saya tinggal di benua lain berabad-abad setelah wafatnya. Ketika saya merangkul semangat kemiskinan dan menolak untuk dikendalikan oleh harta benda yang saya miliki, St. Fransiskus hidup di dalam diri saya. Ketika saya duduk untuk menulis dan meminta bimbingan St. Thomas, dia berdoa untuk saya. Saya dapat ikut ambil bagian dalam Roh kebijaksanaan dan kasih yang sama yang menjiwainya.
Ada beberapa perkembangan dalam ilmu pengetahuan modern yang bisa menggoda kita untuk berpikir bahwa alam semesta itu kosong. Penelitian yang terkini menunjukkan bahwa alam semesta ini jauh dari kosong. Banyak hal luar biasa yang terjadi di alam yang kita sebut luar angkasa, yang dulunya kita anggap dingin dan kosong. Demikian juga dalam pandangan Kristen, alam semesta ini penuh dengan berbagai hal lain di luar apa yang dapat kita amati dan kita ukur secara langsung. Alam semesta ini penuh dengan para malaikat dan serafim serta roh-roh dan jiwa-jiwa orang benar, yang semuanya menjaga kita, mendukung kita, mendoakan kita, dan menyemangati kita. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kita masing-masing memiliki banyak sekali orang yang menyemangati kita, yang bekerja dan berdoa untuk keselamatan dan kebaikan kita. Bukan hanya nenek dan paman tercinta yang telah tiada, tetapi juga orang-orang yang bahkan tidak pernah kita kenal. Dipersatukan dengan Kristus di dalam Tubuh-Nya yang telah bangkit, mereka ada bersama kita, sebagaimana Kristus ada bersama kita di setiap saat dalam hidup kita, terutama ketika kita lemah atau menderita dan secara khusus membutuhkan pertolongan dan bimbingan mereka.
Kita perlu berdoa bagi mereka dan memohon doa mereka bagi kita. Maka kita hendaknya berusaha untuk tetap sadar akan semua orang yang dipersatukan dengan Allah dan para orang kudus dan mencari bukti-bukti penyertaan mereka yang terus berlanjut di dalam hidup kita. Kita “berdoa” kepada mereka hanya dalam pengertian bahwa kita memohon supaya mereka mendoakan kita kepada Bapa, yang kepada-Nya mereka telah dipersatukan dengan dipersatukan dengan Kristus. Pertama-tama, kita berdoa karena doa itu sangat berharga untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga supaya di kemudian hari kita menjadi apa yang kita harapkan, yaitu menjadi orang-orang kudus, yaitu mereka yang mengasihi dan berdoa kepada Bapa di dalam Kristus “sampai akhir zaman,” in saecula saeculorum, demi penebusan seluruh umat manusia dan seluruh ciptaan.
Oleh karena itu, kita tidak boleh berpikir bahwa surga hanya sebagai sebuah tempat, seolah-olah mati dan masuk surga adalah sesuatu yang sama seperti kehilangan pekerjaan dan harus meninggalkan teman-teman dan pindah ke kota lain di mana kita tidak mengenal siapa pun. Surga adalah suatu persekutuan orang-orang yang penuh kasih. Anda masuk ke dalam persekutuan kasih Tritunggal yang kekal. Dan sama seperti masuk ke dalam suatu persekutuan pribadi-pribadi yang penuh kasih di bumi ini dapat mengubah Anda dan menantang Anda untuk menjadi seseorang yang lebih daripada yang pernah Anda impikan, demikian juga di dalam persatuan dengan Bapa, Putra, dan Roh dan persekutuan orang-orang kudus dalam persekutuan dengan mereka, Anda tidak mengasihi dunia ini dengan lebih sedikit; tetapi Anda akan lebih mengasihi dunia ini dengan cara-cara yang melampaui keterbatasan ruang dan waktu kita sekarang ini.
Kekristenan adalah agama yang sangat mengajarkan tentang kedagingan, sebuah karakteristik yang sering kali dalam sejarah membuatnya tampak tidak masuk akal bagi mereka yang memiliki kecenderungan spiritualis gnostik. Kekristenan, sesuai dengan kisah penciptaan dalam agama Yahudi, menegaskan bahwa dunia material ini “baik,” bahkan “amat sangat baik.” Pengakuan iman Kristen mencakup penegasan bahwa Firman telah menjadi manusia dalam Inkarnasi Putra Allah. Dan Kristus yang bangkit menyatakan adanya kehidupan setelah kematian di mana kita akan memperoleh kebangkitan badan. Maka, jika dipahami dengan benar, pandangan Kristiani tentang kehidupan setelah kematian tidak akan menyebabkan seseorang mengurangi nilai dari tubuh manusia atau, lebih jauh lagi, hubungan-hubungan materiel lainnya dalam kehidupan ini, terutama hubungan kita dengan orang lain dan komunitas-komunitas tertentu tempat kita dilahirkan atau yang telah kita dedikasikan untuk kebaikan. Yohanes Paulus II menekankan dalam “teologi tubuh,” persekutuan kita dengan orang lain dicapai di dalam dan melalui tubuh. Ajaran Kristen tentang kebangkitan badan meyakinkan kita bahwa tubuh kita tidak akan dihilangkan manfaatnya setelah kematian. Seperti yang telah kami sampaikan di atas, tidak ada hal baik di dunia ini yang tidak berasal dari Tuhan, yang adalah Sumber segala kebaikan. Indra adalah fungsi dari tubuh. Merasakan kelembutan kulit atau kehangatan mandi air panas, mencicipi perpaduan garam dan tequila yang tajam dan agak pahit dalam margarita atau rasa khas iga panggang, mencium aroma kayu manis dan apel yang lezat dalam kue pai, semua itu bergantung pada keberadaan tubuh. Hantu tidak bisa memeluk (seperti yang diketahui Odiseus saat ia mencoba memeluk ibunya) atau mencium atau makan fajitas yang baru dimasak atau mandi air panas.
Namun cara kita memiliki tubuh saat ini dalam kehidupan ini memiliki batasan. Ketika kita bersama teman-teman kita di New York, kita tidak bisa bersama teman-teman kita di San Francisco. Dan ketika kita bersama kakek-nenek tercinta, kita biasanya juga tidak bisa bersama dengan cucu-cucu tercinta. Kita dibatasi oleh ruang dan waktu. Untuk bebas dari pembatasan-pembatasan itu, tetapi bukan sebagai hantu atau kenangan, adalah janji dari tubuh yang telah dimuliakan. Ini adalah janji yang Kristus perlihatkan kepada kita ketika Ia menyatakan diri-Nya kepada para perempuan di kubur yang kosong dan para murid di jalan menuju Emaus serta kepada Sebelas orang di Ruang Atas yang terkunci. Ini adalah janji yang dinyatakan setiap hari di seluruh dunia ketika Dia yang disalibkan, Kristus yang telah bangkit, menghadirkan diri-Nya dalam Ekaristi di Chicago, Lima, Tokyo, St. Petersburg, Berlin, Abuja, di kota-kota dan desa-desa di seluruh dunia, seperti yang telah Ia lakukan selama berabad-abad dan yang akan Ia lakukan sampai akhir zaman.
Randall B. Smith adalah Profesor Teologi di Universitas St. Thomas di Houston, Texas. Ia menerima gelar B.A. dalam bidang Kimia di Cornell College, gelar M.A. dalam bidang Teologi di University of Dallas, dan gelar M.M.S dan Ph.D. dalam bidang Studi Abad Pertengahan dan Filsafat di University of Notre Dame di bawah bimbingan Ralph McInerny. Ia adalah penulis buku “Reading the Sermons of Thomas Aquinas: A Beginner’s Guide” dan “Aquinas, Bonaventure, and the Scholastic Culture of Medieval Paris.” Dia juga rutin menulis untuk The Catholic Thing.
Sumber: “The Communion of Saints”
Posted on 1 November 2023, in Kenali Imanmu and tagged Kebangkitan, Orang Kudus, Surga. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0