Keberatan Protestan tentang Orang Kudus

Oleh Tim Staples

Para Kudus foto oleh Sailko (Sumber: church.mt)

Alkitab menyebut kita semua yang ada di bumi ini sebagai “orang-orang kudus.” Jadi, mengapa kita memperlakukan mereka yang ada di surga terlalu berlebihan?

Setiap tanggal 1 November kita merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus. Bagi umat Protestan, kepercayaan kita akan persekutuan para kudus dapat menjadi sumber perdebatan dalam berbagai hal: misalnya, kemampuan para kudus untuk mendengar doa-doa kita, kuasa mereka untuk menjadi perantara bagi kita di hadapan Allah, dan devosi yang kita lakukan untuk menghormati mereka. Mungkin pertanyaan yang paling mendasar bagi mereka adalah mengapa kita memilih orang-orang kudus di surga. Banyak orang Protestan mengatakan bahwa tidak ada yang benar-benar istimewa dari mereka, karena Alkitab mengatakan bahwa semua orang Kristen adalah orang-orang kudus.

Misalnya, dalam Kolose 1:1-2, St. Paulus berkata demikian,

Dari Paulus, rasul Kristus Yesus atas kehendak Allah, dan Timotius saudara kita. Kepada saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di Kolose. Anugerah dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu (TB2).

Hal ini kelihatannya cukup meyakinkan. Mengapa umat Katolik hanya menyebut orang-orang kudus yang dikanonisasi di surga sebagai orang-orang kudus, sementara Paulus tampaknya menyebut orang-orang Kristen di Kolose dengan sebutan itu?

Wahyu 5:8 menambahkan,

Ketika Ia [Anak Domba, Yesus Kristus] mengambil gulungan kitab itu, sujudlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan dupa. Itulah doa orang-orang kudus (TB2).

Di sini kita memiliki “dua puluh empat tua-tua,” yang mewakili umat Allah dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (dua belas bapa bangsa ditambah dua belas rasul berjumlah dua puluh empat tua-tua), yang menerima dan menyampaikan “doa orang-orang kudus” yang naik dari bumi sebagai dupa. Dengan demikian, kita memiliki orang-orang Kristen di bagian tabir ini yang disebut sebagai “orang-orang kudus.”

Beberapa umat Katolik akan berpendapat bahwa istilah orang-orang kudus digunakan dalam arti sebuah harapan. Paulus menghendaki jemaat di Kolose untuk menjadi orang-orang kudus, sehingga ia menyebut mereka sesuai dengan panggilan utama mereka dan bukan keadaan mereka saat ini. Saya tidak pernah menemukan alasan yang kuat untuk tafsiran ini. Tampaknya tafsiran itu tidak cocok untuk naskah mana pun, terutama Wahyu 5:8.

Tetapi yang lebih penting lagi, hal itu tampaknya tidak sesuai dengan ajaran Gereja.

Jadi apa yang menjadi alasannya?

Ketika Kolose 1 dan Wahyu 5 mengatakan tentang “orang-orang kudus,” tampaknya jelas bahwa keduanya merujuk kepada orang-orang Kristen yang saat ini, setidaknya dalam beberapa hal orang-orang Kristen ini seperti yang dikatakan oleh Pemazmur  sedang “berjalan dalam lembah kekelaman.” Tetapi saya menemukan banyak di antara orang-orang non-Katolik yang sering saya ajak bicara terkejut ketika saya mengatakan kepada mereka bahwa Gereja Katolik mengakui bahwa semua orang yang dibaptis dapat disebut sebagai “orang-orang kudus.” Katekismus mengatakan,

Dalam persekutuan para kudus, “diantara para beriman apakah mereka telah ada di dalam tanah air surgawi atau masih menyilih di tempat penyucian atau masih berziarah di dunia – benar-benar terdapat satu ikatan cinta yang tetap dan satu pertukaran kekayaan yang berlimpah.”

Dalam pertukaran yang mengagumkan ini kekudusan seseorang dapat berguna untuk orang lain, dan malahan lebih daripada dosa seseorang dapat merugikan orang lain. Dengan demikian penggunaan persekutuan para kudus dapat membantu pendosa yang menyesal, bahwa ia lebih cepat dan lebih berdaya guna dibersihkan dari siksa-siksa dosanya. (KGK 1475)

Suatu bagian sebelumnya di dalam Katekismus semakin memperjelas bahwa semua umat Allah dapat disebut sebagai orang-orang kudus:

Sesudah pengakuan akan “Gereja Katolik yang kudus” menyusul dalam syahadat “persekutuan para kudus.” Artikel iman ini dalam arti tertentu adalah pengembangan dari yang terdahulu: “Apa itu Gereja, kalau bukan perhimpunan semua orang kudus?” Persekutuan para kudus itu adalah Gereja … Ungkapan “persekutuan para kudus” dengan demikian mempunyai dua arti, yang berhubungan erat satu dengan yang lain: “Persekutuan dalam hal-hal kudus” [sancta] dan “persekutuan antara orang-orang kudus” [sancti]. (KGK 946; 948)

Dari kata sancti atau “yang kudus,” kita mendapatkan kata saints (orang-orang kudus).

Katekismus melanjutkan demikian:

Sancta sanctis! [yang kudus bagi orang-orang kudus] demikian selebran menyerukan dalam kebanyakan liturgi Gereja Timur, apabila ia mengangkat rupa-rupa kudus sebelum pembagian komuni. Umat beriman [sancti] diberi makan tubuh dan darah Kristus [sancta], supaya tumbuh dalam persekutuan [koinonia] Roh Kudus dan melanjutkannya ke dunia.

Karena Gereja mengajarkan bahwa umat beriman di dunia ini dapat disebut sebagai orang kudus, mengapa umat Katolik menggunakan istilah ini untuk merujuk kepada sekelompok orang istimewa yang berada di surga dan telah dikanonisasi?

Saya rasa St. Paulus adalah jawaban terbaik untuk pertanyaan ini. Dalam Kolose 1:1-2, seperti yang telah kita lihat di atas, Paulus secara definitif menyebut semua orang beriman di Kolose sebagai “saudara-saudara/orang-orang kudus.” (Bahasa Yunani hagioi sebanding dengan sancti dalam bahasa Latin, yang berarti “disucikan,” “dipisahkan,” atau “kudus.”)

Dari sudut pandang Katolik, tentu saja Paulus merujuk kepada orang-orang Kristen ini, dan dengan kiasan semua orang Kristen, dengan cara ini karena “dipisahkan dan dikuduskan” adalah hal yang dicapai oleh baptisan dalam kehidupan setiap orang Kristen. Kita “telah dibaptis dalam Kristus Yesus” (Roma 6:3 TB2), yang adalah sumber dari segala kekudusan.

Namun, inilah masalahnya: Gereja Katolik juga mengakui apa yang dikatakan dalam Kolose 1:12:

Mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam terang (TB2).

Kata Yunani untuk “ambil bagian” dalam ayat ini adalah merida, yang berarti “untuk ikut ambil bagian atau suatu bagian.” Menurut Paulus, orang-orang kudus di bumi memiliki sebagian dari apa yang dimiliki oleh orang-orang kudus di surga secara penuh. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika Gereja Katolik memberikan gelar orang kudus kepada mereka yang telah dinyatakan sudah berada di surga. Hanya mereka (orang-orang kudus di surga) yang memiliki kekudusan dalam kepenuhannya. Mereka sudah mencapai tujuan yang kita harapkan sebagai orang-orang kudus di bumi dan sedang berjuang untuk mencapainya, yaitu orang-orang kudus berdasarkan rahmat yang Allah berikan kepada kita untuk perjalanan ini.

 

Sumber: “Aren’t We All ‘Saints’?”

Posted on 6 November 2023, in Apologetika and tagged . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.