[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Bapa Gereja Mengajarkan Sola Scriptura?
Oleh Casey Chalk

Patung St. Yohanes Krisostomus di Eglise Saint-Augustin de Paris (Sumber: catholic.com)
Beberapa kalangan Protestan mengatakan ya. Tulisan-tulisan para Bapa Gereja mengatakan tidak.
Perspicuitas adalah doktrin Protestan bahwa Kitab Suci cukup jelas sehingga setiap orang Kristen yang rendah hati dan tekun berdoa, tanpa memandang latar belakang akademis, kemampuan intelektual, atau otoritas gerejawi, dapat memahami apa yang diperlukan untuk keselamatan. Tetapi apakah para Bapa Gereja mengajarkan doktrin ini?
Hal ini mungkin menjadi tanggapan yang paling sering diajukan terhadap buku saya yang terbit pada tahun 2023, The Obscurity of Scripture: Disputing Sola Scriptura and the Protestant Notion of Biblical Perspicuity, di mana saya memaparkan berbagai masalah filosofis, teologis, historis, dan sosiologis dari doktrin ini. Jika Gereja memang mengajarkan doktrin perspicuitas, maka hal ini tentu saja akan meruntuhkan tesis buku saya, meskipun tidak harus selalu meruntuhkannya. Jadi, mari kita lihat buktinya.
Ketika pihak Protestan berargumen bahwa para Bapa Gereja memang mengajarkan perspicuitas (kejelasan) Alkitab, mereka akan merujuk pada kutipan-kutipan dari beberapa Bapa Gereja yang tampaknya menegaskan kejelasan Alkitab. Di sini saya akan mengutip beberapa yang paling umum.
St. Irenaeus dalam Adversus Haereses (Melawan Ajaran Sesat) menyatakan,
Ketika … mereka disesatkan dari Kitab Suci, mereka berbalik dan menuduh Kitab Suci yang sama, seolah-olah Kitab Suci itu tidak benar atau tidak memiliki otoritas, dan [menyatakan] bahwa Kitab Suci itu ambigu, dan bahwa kebenaran tidak dapat digali dari Kitab Suci itu oleh mereka yang tidak memahami tradisi (3.2.1).
Demikian pula, dalam On Christian Doctrine (Tentang Doktrin Kristen) karya St. Agustinus, kita membaca ini:
Hal-hal yang dengan jelas dinyatakan di dalamnya [Kitab Suci], baik peraturan-peraturan tentang hidup maupun peraturan-peraturan tentang iman, harus diselidiki dengan lebih teliti dan lebih tekun, sebab makin banyak orang menemukannya, makin luaslah pengertiannya. Karena di antara hal-hal yang dengan jelas dinyatakan dalam Kitab Suci, dapat ditemukan segala sesuatu yang berkaitan dengan iman dan cara hidup (2.9.14).
Yohanes Krisostomus, dalam sebuah homilinya tentang surat kedua Paulus kepada jemaat di Tesalonika, menegaskan, “Segala sesuatu yang jelas dan gamblang dalam Kitab Suci, segala sesuatu yang penting sudah jelas.”
Sebelum menganalisis hal-hal di atas, ada beberapa pertanyaan yang muncul. Yang pertama adalah apakah ketika para Bapa Gereja berbicara bahwa Kitab Suci itu jelas atau tidak ambigu, apakah yang mereka maksudkan adalah hal yang sama dengan yang dimaksud oleh pihak Protestan dengan kejelasan Kitab Suci. Yang kedua, meskipun kita beranggapan bahwa Protestan benar, apakah yang diyakini oleh para Bapa Gereja diperlukan untuk keselamatan, mengingat bahwa hal ini adalah bagian integral dari definisi Protestan tentang perspicuitas?
Jadi, apa yang dimaksud oleh para Bapa Gereja tentang kejelasan Kitab Suci? Di bagian lain dalam buku Melawan Ajaran Sesat, uskup Lyon pada abad kedua ini mendorong kita untuk memperoleh kebenaran “dari Gereja,” bahwa kita harus “berpegang teguh pada tradisi kebenaran,” dan bahwa kita harus “mencari jalan keluar kepada Gereja-gereja yang paling kuno yang sudah terus-menerus menjalin relasi dengan para rasul, dan belajar dari mereka apa yang pasti dan jelas.” Kita harus melakukan hal ini untuk “mengikuti jalur tradisi yang telah mereka wariskan kepada mereka yang telah mereka serahkan kepada Gereja-gereja” (3.4.1). Sekali lagi, Irenaeus berargumen bahwa “semua gereja harus setuju” dengan gereja di Roma, “karena suatu keharusan bagi setiap gereja untuk setuju dengan gereja ini, atas dasar otoritasnya yang tertinggi” (3.3.2).
Singkatnya, Irenaeus mengimbau institusi-institusi gerejawi sebagai otoritas penafsiran Kitab Suci dan tradisi apostolik. Namun, jika Kitab Suci itu jelas dalam pengertian yang didefinisikan oleh pihak Protestan, mengapa kita membutuhkan otoritas gerejawi seperti para uskup untuk menafsirkan Alkitab bagi kita? Mengapa kita perlu “mempelajari kebenaran … dari mereka yang memiliki suksesi Gereja yang berasal dari para rasul,” seperti yang ditulis oleh Irenaeus di tempat lain bukunya (4.26.5)?
Kita menemukan himbauan yang serupa terhadap otoritas penafsiran dari Gereja institusional dalam tulisan-tulisan Agustinus. Dalam bukunya Tentang Doktrin Kristen, ia menulis, “Jika, ketika memperhatikan suatu ayat yang kelihatannya tidak jelas dengan cara apa ayat tersebut harus diberi tanda baca atau diucapkan, hendaklah pembaca merujuk kepada kaidah-kaidah iman yang telah ia kumpulkan dari ayat-ayat Kitab Suci yang lebih jelas dan dari otoritas Gereja” (3.2.2). Di buku lain kita membaca ini: “Seseorang tidak dapat memiliki [keselamatan] kecuali di dalam Gereja Katolik. . . Tidak pernah seseorang dapat menemukan keselamatan kecuali di dalam Gereja Katolik” (Khotbah kepada Umat Gereja di Kaisarea, 6)
Yang terakhir, Yohanes Krisostomus mendesak umat beriman untuk “berpegang teguh pada tradisi-tradisi yang telah diajarkan kepadamu, baik dengan perkataan maupun dengan surat-surat dari kami. Dengan demikian jelaslah bahwa mereka tidak menyampaikan segala sesuatu dengan surat, tetapi banyak hal yang tidak tertulis, dan dengan cara yang sama, baik yang tertulis maupun yang lisan, keduanya layak untuk dihargai” (Homili-homili, Mengenai 2 Tesalonika, 4:2). Dalam suratnya kepada Inosensius, uskup Roma, Krisostomus meminta Inosensius untuk “membujuk untuk mengerahkan semangatmu demi kami, karena dengan melakukan hal itu engkau akan memberikan suatu kebaikan bukan hanya kepada dirimu sendiri tetapi juga kepada Gereja secara keseluruhan … Semoga engkau selalu sehat, dan berdoalah untukku, Tuan yang paling terhormat dan kudus.”
Dengan demikian, setidaknya terkait dengan Irenaeus, Agustinus, dan Krisostomus, kita melihat para Bapa Gereja ini memohon kepada otoritas gerejawi dan penafsiran para uskup, dan terutama, uskup Roma. Jika memang demikian, maka akan tampak aneh jika sumber-sumber Patristik yang sama ini menegaskan sebuah doktrin yang menyatakan bahwa orang Kristen secara individu memiliki otoritas tertinggi atas doktrin Alkitab, bukan para uskup (terutama uskup Roma).
Lalu, bagaimana kita memahami pernyataan-pernyataan Bapa Gereja yang menegaskan kejelasan Kitab Suci? St. Robertus Bellarminus dan St. Fransiskus de Sales berpendapat bahwa para Bapa Gereja menegaskan kejelasan Kitab Suci sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan moral tertentu, atau ketika berada di bawah pengawasan doktrinal dan penafsiran otoritas gerejawi. Berkenaan dengan yang pertama, misalnya larangan-larangan perzinahan atau pembunuhan yang memiliki kejelasan tertentu, karena kita semua berdasarkan hukum kodrati setidaknya memiliki beberapa pemahaman tentang seperti apa kejahatan-kejahatan itu. Sedangkan untuk yang kedua, setelah kita menerima pengajaran dengan benar, makna dari banyak teks kitab suci memang menjadi “jelas” bagi kita, dalam arti bahwa kita dapat dengan mudah memahami dan menerapkannya.
Terakhir, mari kita pertimbangkan apa yang diajarkan oleh para Bapa Gereja yang sama tentang keselamatan. Irenaeus mengajarkan bahwa “sejauh menyangkut iman, manusia berada di bawah kendalinya sendiri” (4.37.5) dan bahwa ada “hal-hal yang dengannya manusia dibenarkan dan mendekat kepada Allah” (4.17.1-4). Agustinus dalam bukunya On Faith and Works (Tentang Iman dan Perbuatan) memperingatkan tentang “keyakinan yang keliru bahwa iman saja sudah cukup untuk keselamatan atau bahwa mereka tidak perlu melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk diselamatkan.” Dalam buku yang sama, ia menyatakan, “Perbuatan-perbuatan hukum Taurat tidak berguna sebelum pembenaran, tetapi setelah pembenaran.” Dan Krisostomus menulis, “Ketika kamu mendengar bahwa Ia telah memilih kita, janganlah kamu berpikir bahwa iman saja sudah cukup, tetapi ia juga menambahkannya dengan hidup dan melakukan perbuatan baik” (Homili 1 tentang Efesus), dan sekali lagi ia menyatakan, “Bahkan dari hal ini pun kita tidak menyatakan bahwa iman saja sudah cukup untuk memperoleh keselamatan. Dan petunjuk-petunjuk hidup yang diberikan di banyak tempat dalam Injil menunjukkan hal ini” (Homili 31 tentang Yohanes).
Kutipan-kutipan di atas menunjukkan bahwa para Bapa Gereja yang sama yang disebut-sebut sebagai pendukung paham perspicuitas juga percaya bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa manusia tidak diselamatkan oleh iman saja (yang menjadi kredo dasar Reformasi), tetapi manusia diselamatkan oleh iman dan kasih yang dimanifestasikan dalam perbuatan-perbuatan dan ketaatan kepada hukum. Tentu saja, akan menjadi sebuah pembelaan khusus bagi pihak Protestan untuk mengklaim beberapa kutipan dari Patristik sebagai kutipan yang otoritatif, tetapi kutipan-kutipan lainnya yang berasal dari sumber-sumber Patristik yang sama tidak otoritatif. Hal ini sama saja dengan mengutip sumber-sumber secara selektif ketika sumber-sumber itu kelihatannya sesuai dengan argumen seseorang dan mengabaikan bagian-bagian dari sumber-sumber yang sama ketika sumber-sumber itu tidak sesuai.
Meskipun demikian, suatu pertimbangan terhadap tulisan-tulisan para Bapa Gereja secara keseluruhan mengindikasikan bahwa mereka tidak mengajarkan perspicuitas, tetapi lebih percaya bahwa Kitab Suci jelas dalam pengertian moral, bukannya jelas dalam pengertian mampu mengadili perdebatan teologis tanpa bantuan dari otoritas eksternal gerejawi. Oleh karena itu, bahkan kutipan-kutipan patristik yang sekilas tampak sejalan dengan pemahaman Protestan tentang kejelasan Kitab Suci paling baik dipahami sebagai sesuatu yang berkorelasi dengan posisi Katolik, di mana otoritas penafsiran dan doktrinal tertinggi ada di tangan Magisterium. Seperti yang dikatakan oleh Agustinus, “Sesungguhnya, aku sendiri tidak akan mempercayai Injil jika otoritas Gereja Katolik tidak mendorong saya untuk melakukannya” (Against the Letter of Mani Called “The Foundation”/Melawan Surat Manikeus yang disebut “Fundamental”).
Posted on 11 July 2024, in Apologetika and tagged Bapa Gereja, Sola Scriptura, St. Agustinus, St. Irenaeus dari Lyon, St. Yohanes Krisostomus. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0