[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Surga Membosankan?
Oleh Paul Senz

Boring (Sumber: catholic.com)
Bukankah di surga itu hanyalah tempat bersenang-senang dan duduk di atas awan? Atau ada sesuatu yang lebih daripada itu semua?
Kerinduan terbesar bagi setiap orang beriman adalah masuk surga. Kita yang percaya akan adanya kehidupan setelah kematian biasanya percaya akan adanya dua kemungkinan tempat tujuan, setidaknya yang satu lebih diinginkan daripada yang lain. Tapi mengapa kita ingin ke surga? Apakah hanya untuk menghindari pilihan yang lain? Apakah kita ingin masuk surga supaya kita tidak menderita siksaan neraka? Apa yang begitu indah tentang surga?
Lagipula, bukankah surga hanya berupa sekumpulan orang yang duduk-duduk di atas awan, memetik harpa sepanjang hari, dan bersikap sebaik mungkin? Bukankah ini agak membosankan?
Awan dan harpa kadang-kadang dianggap sebagai gambaran surga, seperti pada karya seni, tetapi tidak dimaksudkan untuk dipahami secara harfiah. Masalahnya adalah kita perlu keluar dari pola pikir yang biasa untuk istilah kehidupan dan keberadaan dalam konteks ini.
Pertama, kita tidak dapat beranggapan bahwa kehidupan setelah kematian akan sama dengan kehidupan sebelum kematian. Kita tidak boleh membayangkan diri kita menghabiskan waktu di suatu tempat tertentu, misalnya di atas awan, di dalam gereja, atau melayang-layang di suatu tempat dengan sayap yang tumbuh dari punggung kita. Keberadaan menimbulkan masalah lain: surga bukanlah tempat lain, lokasi fisik lain di mana kita akan atau tidak akan mendapatkan kenyamanan sebagai makhluk ciptaan yang sama seperti yang kita alami di bumi, di suatu tempat yang dekat atau jauh dari orang-orang yang kita cintai. Sebelum kita dapat menjelajahi apa itu surga, kita harus mempersiapkan diri kita dengan mengakui bahwa surga tidak seperti apa pun yang kita ketahui.
Cukup umum bagi sebagian orang untuk berspekulasi tentang apa yang akan terjadi setelah mereka meninggal, termasuk hal-hal seperti “Jika Anda membuang pusaka ini setelah saya meninggal, saya akan sangat sedih” atau “Jika Anda jarang mengunjungi makam saya, saya akan sangat sedih.” Saya sering menjawab pertanyaan itu dengan setulus yang saya mampu, “Percayalah, kamu tidak akan peduli.” Dan itulah kebenarannya. Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan surga sebagai berikut: “Surga adalah tujuan terakhir dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia, keadaan bahagia tertinggi dan definitif” (1024). Jika demikianlah surga, bagaimana mungkin kita bisa tertarik dengan hal-hal lain?
Hal yang sama juga menyatakan bahwa surga itu membosankan. Sama sekali tidak! “Hati kami diciptakan untuk-Mu, dan hati kami tidak tenang hingga menemukan ketenangan di dalam Engkau,” demikianlah yang ditulis oleh St. Agustinus dalam bukunya yang terkenal, Pengakuan-pengakuan. Jika kita berada di surga, kita tidak akan teralihkan oleh hal-hal duniawi seperti kebosanan.
Tetapi jika kita benar-benar ingin mengetahui mengapa surga tidaklah membosankan, kita harus melihat lebih dekat pada apa yang diajarkan Gereja tentang surga. Katekismus mengatakan, “Orang yang mati dalam rahmat dan persahabatan Allah dan disucikan sepenuhnya, akan hidup selama-lamanya bersama Kristus. Mereka serupa dengan Allah untuk selama-lamanya, karena mereka melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya ‘dari muka ke muka’” (1023). Melihat Allah secara langsung untuk selama-lamanya, inilah pandangan yang membahagiakan (visio beatifica) yang ada di surga.
Lebih lajut lagi Katekismus menjelaskan demikian, “Kehidupan yang sempurna bersama Tritunggal Mahakudus ini, persekutuan kehidupan dan cinta bersama Allah, bersama Perawan Maria, bersama para malaikat dan orang kudus, dinamakan ‘surga.’ Surga adalah tujuan terakhir dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia, keadaan bahagia tertinggi dan definitif” (1024).
Pada tahun 1336, Paus Benediktus XII membahas hal yang sama dalam Benedictus Deus: “Jiwa-jiwa ini telah melihat dan sedang melihat esensi ilahi dengan penglihatan intuitif, dan bahkan secara langsung, tanpa perantaraan makhluk apa pun.” Ini luar biasa! Ingatlah ketika Musa, seorang tokoh yang sangat penting dalam sejarah keselamatan, tidak dapat melihat wajah Allah:
Lalu TUHAN berfirman, “Aku akan membuat seluruh kegemilangan-Ku lewat di hadapanmu, dan akan menyerukan nama TUHAN di hadapanmu. Aku akan memberi kasih karunia kepada orang yang Kuberi kasih karunia dan Aku mengasihani orang yang Kukasihani.” Firman-Nya lagi, “Engkau tidak dapat melihat wajah-Ku, sebab tidak mungkin manusia melihat Aku dan tetap hidup” (Keluaran 33:19-20 TB2)
Tuhan mengungkapkan diri-Nya dengan cara ini menjadi penting untuk menghadirkan pengalaman yang begitu intim. “Oleh karena Allah itu Maha agung, maka Ia hanya dapat dilihat, dalam keadaan-Nya yang sebenarnya, apabila Ia sendiri membiarkan manusia melihat misteri-Nya secara langsung dan menyanggupkannya untuk itu” (KGK 1028).
Selama pelayanan-Nya di bumi, Tuhan Yesus memberikan gambaran yang menggugah tentang hubungan Allah dengan kita di surga, dalam perkataan perpisahan-Nya di malam sebelum Ia dikhianati: “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab, Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Apabila Aku telah pergi dan menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat Aku berada, kamu pun berada” (Yohanes 14:2-3 TB2). Tempat-tempat di rumah Bapa telah disediakan bagi kita, dan Yesus akan membawa kita ke sana untuk tinggal bersama Bapa. Sungguh sebuah gambaran yang indah dan menghibur.
Meski begitu, Anda mungkin bisa memaklumi jika berpikir bahwa ada banyak hal penting atau bahkan luar biasa, tetapi tetap saja membosankan. Tentu saja surga itu indah, tetapi begitu juga perjalanan udara, dan melesat di udara dengan kecepatan ratusan mil per jam telah menjadi salah satu pengalaman paling biasa yang dimiliki banyak dari kita. Tentu saja, kalkulus itu penting, tetapi bagi kebanyakan orang kalkulus juga sangat membosankan.
Meskipun kita tidak tahu persis seperti apa surga nantinya, kita dapat menduga banyak hal tentang surga. Kita tahu banyak hal tentang Allah, karena Dia telah menyatakan diri-Nya kepada kita. Kita tahu bahwa Dia adalah Bapa kita, misalnya, dan bahwa Dia mengasihi kita dengan sempurna dan lengkap (lebih sempurna dan lengkap daripada yang dapat kita pahami).
Jadi, bagaimana rasanya menjalani kekekalan berhadapan langsung dengan Allah? Mari kita coba satu analogi, untuk membawa hal ini keluar dari dunia abstrak dan menjadi pengalaman yang lebih akrab dan nyata.
Bayangkan Anda sedang bersama teman yang paling Anda sayangi, mengobrol hingga larut malam. Seiring berjalannya waktu, ada suara di dalam kepala Anda yang mengomel kepada Anda: “Sudah larut malam. Kamu harus pulang. Kamu punya tanggung jawab, kewajiban, dan kamu tidak bisa hanya berada di sini bersama temanmu selama sisa hidupmu.” Surga sedikit mirip dengan kunjungan agung bersama teman Anda… tetapi tanpa suara yang mengomel.
Jangan lupa bahwa satu analogi hanya dapat memberikan banyak hal, terutama untuk sesuatu yang tidak dapat dimengerti seperti surga. “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: Semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Korintus 2:9 TB2). Jadi pada akhirnya, kita tidak dapat mengetahui seperti apa surga itu nantinya, selain mengetahui bahwa surga itu akan menjadi tempat tinggal yang kekal bersama Allah. Dan pastinya tidak akan membosankan.
Sumber: “‘But Heaven Sounds So Boring!’”
Posted on 30 July 2024, in Kenali Imanmu and tagged St. Agustinus, Surga. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0