[…] Catholic Answers Staff, Terang Iman: Allah Mengubah Nama Saulus Menjadi Paulus? […]
Saksi-saksi Yehuwa dan Nama Ilahi
oleh D.A. Shane

(Sumber: catholic.com)
Apakah Saksi-saksi Yehuwa satu-satunya aliran yang menghormati nama Allah? Tidak sepenuhnya.
Saksi-saksi Yehuwa dikenal dengan berbagai praktik dan kepercayaan mereka yang berbeda dari agama Kristen pada umumnya. Contohnya adalah penolakan mereka terhadap Tritunggal, pengabaran Injil dari rumah ke rumah, dan disiplin jemaat yang ketat serta penolakan terhadap aturan-aturan tertentu. Namun, jika Anda bertanya kepada mereka, mungkin penanda yang paling jelas yang membedakan mereka sebagai agama yang “benar” adalah penggunaan nama “Yehuwa (Jehovah dalam bahasa Inggris)” untuk Allah.
Sedikit latar belakang tentang nama ini, yang mungkin sudah sering didengar oleh banyak orang namun tidak banyak yang mengetahuinya. Faktanya, lebih dari 6.000 kata dalam Perjanjian Lama, nama ilahi – yang juga dikenal sebagai Tetragrammaton (yang berarti “empat huruf”), yang paling dekat dieja sebagai YHWH yang pengucapannya digantikan dengan Adonai dalam bahasa Ibrani yang artinya “TUHAN” [dalam Alkitab bahasa Indonesia ditulis dengan huruf kapital semua]. Untuk menghormati nama itu, tidak ada yang tahu bagaimana nama itu diucapkan karena nama itu hanya diucapkan oleh Imam Besar setahun sekali, pada Hari Pendamaian, dan praktik itu berhenti dengan hancurnya Bait Suci Kedua. Begitu pula, pada zaman Tuhan Yesus, orang Yahudi pada umumnya tidak akan pernah berani [segan] untuk mengucapkannya, dan tidak ada contohnya di dalam Perjanjian Baru bahasa Yunani (meskipun Saksi-saksi Yehuwa sudah dengan bebas menyisipkan nama itu ketika Perjanjian Lama dikutip dalam terjemahan mereka [dalam bahasa Indonesia adalah Terjemahan Dunia Baru]).
Sementara itu, Saksi-saksi Yehuwa melihat bahwa Tetragrammaton sebenarnya telah diterjemahkan dan dibiarkan ada di beberapa tempat dalam versi King James (misalnya, di Mazmur 83:18). “JEHOVAH” begitulah pengucapannya dalam Alkitab King James, satu versi nama yang dapat ditelusuri hingga Abad Pertengahan, tetapi para ahli telah secara pasti mengesampingkannya pendapat itu. [Dalam bahasa Indonesia kita bisa melihat hal yang serupa dalam Alkitab versi FAYH dengan sebutan Yahweh]
Namun demikian, Saksi-saksi Yehuwa bersikeras untuk menggunakan nama ini, dan mereka berpendapat bahwa inilah tanda pembeda dari kebenaran kepercayaan mereka, karena mereka satu-satunya denominasi besar yang melakukan hal ini. Mereka beralasan, “Jika Anda mencoba untuk mengenal seseorang, apa hal pertama yang Anda lakukan? Anda akan mempelajari nama orang tersebut, dan Anda akan mengulanginya sesering mungkin saat berbicara dengan orang tersebut untuk membangun keakraban. Cukup mencurigakan bukan? Jika semua gereja di dunia [yang mereka sebut sebagai ‘Kekristenan’ dan ‘Babel Besar’] justru mengabaikan dan bahkan mengaburkan nama ini! Sepertinya ini adalah perbuatan Iblis, dan karena itu gereja-gereja ini pasti bersekutu dengannya, baik disadari maupun tidak. Selain itu, Kristus sendiri menyuruh kita untuk ‘menguduskan’ atau menyucikan nama Bapa, bukan? Organisasi mana selain Saksi-Saksi yang melakukan hal ini?”
Hal yang satu ini bisa menjadi ganjalan bagi umat Katolik. Kita menguduskan nama Yesus dengan cukup mencolok, jadi mengapa kita tidak menguduskan Tetragrammaton, bahkan jika kita mungkin berdalih dengan terjemahan khusus “Yehuwa”?
Beberapa alasan historis diperlukan di sini. Para sejarawan berpendapat bahwa penggunaan Tetragrammaton secara umum telah berakhir pada abad ketiga SM. Hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa Tetragrammaton hanya muncul beberapa kali dalam kitab Daniel (yang tidak diragukan lagi berasal dari nabi Daniel berabad-abad sebelumnya, dan mungkin dituliskan dalam bentuk finalnya pada abad kedua SM). Pada zaman Tuhan Yesus hidup, kata ini sudah pasti tidak digunakan.
Lalu, mengapa Kristus tidak membahas kekeliruan yang begitu penting dari umat Allah ini, jika memang hal itu merupakan kesalahan? Dia berdoa agar nama Bapa dikuduskan, tetapi setiap orang Yahudi pasti setuju dengan sentimen itu. Namun, pertanyaan tentang penggunaan kata itu secara umum, tidak pernah sekalipun muncul dalam pelayanannya, yang jelas merupakan pelayanan yang penuh dengan panggilan yang tidak nyaman bagi para pendengarnya. Jika penggunaan nama “Yehuwa” secara umum dan harfiah (atau beberapa variannya) merupakan “uji lakmus” bagi agama yang benar, Kristus pasti akan mewariskan petunjuk tersebut kepada para pengikut-Nya yang pertama.
Sebagai umat Katolik, kita memiliki keuntungan untuk mempercayai penyelenggaraan Allah dalam membimbing Gereja sepanjang sejarah, sehingga kita tidak perlu mempertanyakan praktik-praktik iman kita sebagaimana yang telah diteruskan kepada kita. Tetapi karena kita tahu bahwa tradisi-tradisi ini juga sejalan dengan apa yang Kristus ajarkan, dan apa yang diajarkan oleh orang-orang Kristen pertama dengan perlindungan Roh Kudus, saya akan menawarkan sebuah penafsiran tentang tuduhan ini.
Salah satunya, nama Allah dikuduskan justru dengan tidak mengucapkannya, kecuali pada acara-acara ritual tertentu. Bukanlah hal yang tidak wajar untuk menyelubungi yang kudus, dan Allah sebelum Inkarnasi (dalam arti yang sesungguhnya) terselubung dari mata manusia, “bersemayam dalam terang yang tak terhampiri” (1 Timotius 6:16). Meskipun keagungan Allah yang tak terbayangkan tentu saja tidak berkurang oleh Inkarnasi, pengambilan rupa oleh Allah ini menciptakan keintiman yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Pencipta dan ciptaan. Allah dapat dilihat dan diraba (1 Yohanes 1:1), dan relasi yang penuh kasih ini akan diperluas kepada seluruh umat manusia di dalam sakramen Ekaristi Kudus.
Maka hal ini dipahami oleh para penulis Perjanjian Baru, bahwa Putra Ilahi ini telah “mewarisi” nama Allah yang tidak dapat digambarkan. Sejalan dengan akses fisik yang baru kita temukan kepada Allah melalui tubuh Kristus, kita juga mendapatkan pengenalan akan nama Allah melalui nama Yesus. St. Petrus menyatakan, “Tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12).
Nama Allah – Tetragrammaton yang berarti “AKU ADALAH AKU” – bersemayam di dalam diri Sang Putra, dan di dalam daging-Nya dan di dalam nama-Nya, kita menemukan persatuan dan persahabatan dengan Allah yang untuk-Nya kita diciptakan. Nama Yesus adalah jalan masuk kita kepada nama Allah, sama seperti Ekaristi-Nya adalah jalan masuk kita kepada hadirat Allah. Oleh karena itu, “berseru kepada nama Tuhan” (sebuah praktik yang umum dilakukan pada masa-masa awal Alkitab; lihat Yoel 2:32), menjadi berseru kepada nama Yesus bagi umat Kristiani mula-mula (Roma 10:13). Tidak ada perbedaan.
Jadi, jika Anda ditanya oleh salah seorang pengikut Saksi-saksi Yehuwa mengapa Anda tidak menggunakan nama Allah, katakanlah kepadanya bahwa Anda sebenarnya memanggil nama Tuhan. Bersama dengan Santo Petrus (yang penggantinya kami akui), Anda percaya bahwa dalam nama Yesus sebagai satu-satunya sumber keselamatan.
Posted on 14 June 2025, in Apologetika and tagged Saksi Yehuwa, Tertagrammaton, YHWH. Bookmark the permalink. Leave a comment.


Leave a comment
Comments 0