Hal Pertama yang Dilakukan Yesus yang Bangkit

oleh Matthew Becklo

Kain peluh (Sumber: jarrettfletcher.com)

Pada Minggu Paskah, Yesus baru saja bangkit dari kematian. Jadi mengapa Dia repot-repot melipat kain?

Dalam bacaan Injil pada hari Minggu Paskah, kita mendengar detail yang menarik tentang kubur Yesus yang kosong. Maria Magdalena berlari menemui Yohanes dan Petrus untuk memberitahukan bahwa batu makam telah digulingkan dan tubuh Tuhan telah hilang, kemudian kedua rasul itu berlari ke kubur untuk melihat dengan mata mereka sendiri. Yohanes, yang tiba lebih dulu, melihat kain kafan, tetapi Petrus, yang tiba lebih belakangan, juga melihat “kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kafan itu, tetapi terlipat tersendiri di tempat yang lain” (Yohanes 20:7 TB2).

Gambaran yang aneh dan sangat spesifik, yang mudah untuk dianggap sebagai hiasan belaka. Tetapi hal ini perlu mendapat perhatian serius, karena ini menyoroti apa yang, sejauh yang kita ketahui adalah tindakan pertama dari Yesus yang telah bangkit. Kebangkitan Kristus dari kematian, yang tanpanya iman kita akan menjadi “sia-sia” (1 Korintus 15:20). Tentu saja, seluruh waktu sakral antara kebangkitan dan kenaikan-Nya, ketika kemuliaan ciptaan yang baru bersinar di dalam ciptaan yang lama diawali dengan tindakan sederhana yang sangat misterius ini.

Apa artinya? Gregorius Agung pada abad keenam menawarkan tiga makna rohani yang menarik dari ayat ini, terutama berfokus pada kain peluh (atau “kain serbet”). Dia menulis,

Kain penutup kepala Tuhan kita tidak ditemukan pada kain kafan, yang berarti Allah, Kepala Kristus, dan misteri-misteri ke-Allah-an yang tidak dapat dipahami telah disingkirkan dari pengetahuan kita yang terbatas. Kuasa-Nya melampaui kodrat ciptaan.

Dan kain itu ditemukan bukan hanya terpisah, tetapi juga terbungkus bersama. Karena kain yang terbungkus bersama, tidak ada awal dan akhir yang dapat dilihat, dan tingkat kodrat ilahi tidak memiliki awal dan akhir.

Dan berada dalam satu tempat: karena di mana ada perpecahan, di situ tidak ada Allah, dan mereka layak mendapatkan rahmat-Nya yang tidak menimbulkan skandal yang memecah-belah diri mereka sendiri menjadi beberapa sekte.

 Tetapi seperti kain serbet yang digunakan untuk menyeka keringat di dahi, maka dengan kain serbet di sini kita dapat memahami kerja keras Allah, yang mana kain itu ditemukan terpisah, karena penderitaan Penebus kita jauh berbeda dengan penderitaan kita, karena Ia menderita tanpa berbuat dosa seperti penderitaan yang pantas kita tanggung, Ia menyerahkan diri-Nya sendiri ke dalam maut dengan sukarela, sedangkan kita menanggungnya karena keharusan.

Lalu apa makna harfiahnya? Mengapa Yesus meninggalkan kain kafan bekas pemakaman-Nya, menggulung kain peluh dan meletakkan kain kafan di tempat yang terpisah? Dan mengapa para rasul memperhatikan hal ini bahkan Yohanes mencatatnya?

  1. Peristiwa ini bukanlah perampokan makam.

Sebuah jawaban klasik, yang berasal dari Yohanes Krisostomus pada abad keempat, adalah bahwa kain kafan itu diposisikan untuk menyanggah hipotesis perampok makam yang dikemukakan oleh Maria Magdalena: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya” (Yohanes 20:2).

Yohanes Krisostomus bertanya dalam homilinya, “Jika ada orang yang memindahkan jenazah Yesus, apakah mereka akan menanggalkan kain kafannya sebelum melakukannya? Atau jika ada orang yang mencuri jenazah Yesus, apakah mereka akan bersusah payah melepaskan kain kafan, menggulungnya, dan meletakkannya di suatu tempat? Mereka akan mengambil jenazah itu apa adanya.” Krisostomus menjelaskan, mur “merekatkan kain kafan pada tubuh bahkan lebih kuat daripada timbal”; dengan demikian, membuka kain kafan akan menjadi proses yang sangat sulit. Tidak ada perampok makam yang bisa memakan waktu selama itu atau secermat itu. Krisostomus menyimpulkan, “Dari peristiwa itu para murid percaya akan kebangkitan.” Injil menambahkan bahwa setelah “murid yang lain” masuk ke dalam kubur bersama Petrus, “ia melihatnya dan percaya” (Yohanes 20:8).

Faktor yang rumit dalam penjelasan Krisostomus adalah klarifikasi yang aneh dalam ayat berikutnya: “Karena mereka belum mengetahui Kitab Suci, bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati.” Seorang yang tidak kalah otoritasnya dengan Agustinus menarik kesimpulan yang tidak menyenangkan dari kedua ayat ini jika digabungkan: “Ia melihat kubur itu kosong dan ia percaya apa yang dikatakan perempuan itu-yaitu bahwa Yesus telah diambil dari kubur.” Menurut Agustinus, “kepercayaan” Yohanes sama sekali bukan pada kebangkitan, melainkan pada laporan Maria bahwa seseorang telah mencuri jenazah Yesus; oleh karena itu, setidaknya pada saat itu kain kafan tidak dapat menjadi bukti untuk kebangkitan. Untuk mendukung pandangan Agustinus, kita mendengar bahwa para murid segera kembali ke rumah dan mengunci pintu (Yohanes 20:10, 19), yang menunjukkan sikap kekalahan dan ketakutan yang berkelanjutan.

Thomas Aquinas, dalam komentarnya mengenai ayat ini, mengedepankan pendapat Krisostomus dan Agustinus, tetapi tampaknya lebih memilih pendapat yang pertama dengan memberikan kata terakhir. Dan inilah yang menjadi pandangan mayoritas: bahwa kepercayaan Yohanes adalah pada Kebangkitan, dan oleh karena itu kain kafan menjadi buktinya.

Untuk memahami ayat selanjutnya, ada berbagai usulan. Mungkin “mereka” merujuk kepada Petrus dan Maria Magdalena, bukan Petrus dan Yohanes; atau mungkin itu hanya konteks penuh kitab suci tentang Kebangkitan yang belum mereka pahami, yang berarti kepercayaan Yohanes masih sangat kecil; atau mungkin kalimat itu hanya berarti bahwa ia belum percaya sampai saat itu.

Terlepas dari pendapat kita tentang reaksi Yohanes, satu hal yang jelas: Kain kafan itu sendiri menyampaikan bahwa ini bukanlah perampokan makam.

  1. Kebangkitan, bukan resusitasi1.

Namun, bukankah hal ini saja belum cukup untuk menjelaskan tindakan pertama Kristus yang telah bangkit? Bukankah Yohanes, seperti murid-murid lainnya, akan segera melihat Dia dengan matanya sendiri dan bersukacita (Yohanes 20:20, 1 Yohanes 1)? Dan bukankah kita, berabad-abad kemudian, akan percaya tanpa melihat Dia (atau kubur yang kosong), terlepas dari apakah Yohanes melihat kain kafan itu atau tidak? Dalam kilas balik, kain kafan tentu saja merupakan bukti lebih lanjut yang mendukung Kebangkitan, tetapi bukti itu tampaknya tidak penting bagi Yohanes maupun kita.

Di sini, makna kedua muncul dengan sendirinya: kontras dengan kebangkitan Kristus atas Lazarus, dan dengan demikian kualitas khas dari kebangkitan Kristus sendiri. Sebelumnya, kita membaca dalam Injil Yohanes bahwa Lazarus dikuburkan dengan kain peluh dan kain kafan, dan ia keluar dari kuburnya dalam keadaan masih terikat dengan kain kafan. Yesuslah yang memerintahkan supaya Lazarus dibuka ikatannya (Yohanes 11:44). Kebangkitan Lazarus hanya bersifat parsial dan sementara; ia telah dibangunkan kembali, tetapi suatu hari nanti ia akan dijerat lagi oleh “tali maut” yang sama ( Mazmur 18:4).

Sebaliknya, Yesus meninggalkan semua ikatan di dalam kubur, dan sepenuhnya memegang kendali atas setiap detailnya. Kebangkitan ini secara kualitatif berbeda dengan kebangkitan Lazarus, dan dengan apa pun yang ada dalam pemikiran para murid. Kristus tidak kembali dari kematian seperti zombie atau hantu; dengan cara yang berbeda, Ia berdiri di sisi lain dari kematian itu sendiri. “Makam kosong dan kain-kain yang terletak di tanah menjelaskan bahwa tubuh Kristus dibebaskan oleh kekuasaan Allah dari ikatan-ikatan kematian dan kehancuran” (KGK 657).

Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa kain penutup kepala mendapat perhatian khusus. Kepala adalah tempat yang khas bagi manusia untuk melihat dan berpikir, dan oleh karena itu juga tempat di mana segala hal yang salah terjadi pada keduanya: nafsu mata, kegelapan pikiran (1 Yohanes 2:16; Efesus 4:18). Kepala juga merupakan pusat “upah dosa” (Roma 6:23) yaitu kematian biologis. Dengan meletakkan kain penutup kepala ke samping dengan rapi, Yesus menekankan pesan harapan dengan sangat halus: dosa dan kematian tidak memiliki berkuasa atas diri-Nya dan juga kepada kita. “Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut” (Wahyu 1:17-18).

  1. “Komuni/persekutuan pertama” antara surga dan bumi.

Namun, apakah dua makna di atas membuat kita mencari lebih dalam lagi? Sepertinya Yesus dapat menyampaikan kebenaran esensial yang sama dengan meninggalkan kain-kain itu dalam dua tumpukan acak. Mengapa ada aktivitas menggulung atau melipat kain kepala? Apakah ini hanya tanda tambahan dari fakta unik Kebangkitan? Atau mungkin ada makna ketiga di sini—satu hal yang yang tidak beralih dari tindakan ke kebenaran Kebangkitan, tetapi sebaliknya?

Bayangkan bagian dalam kubur pada saat sakral pertama di pagi Paskah. Bayangkan keheningan, kegelapan, dan bau darah yang masih tercium. Tiba-tiba, Dia ada di sana: “Maut telah ditelan dalam kemenangan” (1 Korintus 15:54). Perang telah berakhir, dan meskipun Kristus masih membawa luka-lukanya, Ia telah menang atas kegelapan dunia. Bapa memandang-Nya, dan Dia memandang balik. Dunia yang baru telah tiba.

Lalu, apa yang terjadi? Dia bisa langsung menggulingkan batu dan keluar; namun, dia tetap tinggal di sana. Di dalam kubur, hanya ada dua hal: Dia sendiri dan kain kafan-Nya. Dia dimuliakan sedangkan kain kafan tidak. Dia tinggal di dunia baru sedangkan kain kafan tinggal di dunia lama.

Namun, alih-alih mengubahnya menjadi sesuatu yang lain atau bahkan meniadakannya, ia dengan penuh kasih melipat kain penutup kepala dengan tangan yang tertusuk. Dia yang menjadikan “segala sesuatu baru” (Wahyu 21:5) dengan terlebih dahulu membuat kain ini menjadi baru. Seolah-olah ini adalah “komuni pertama” antara langit dan bumi setelah Kebangkitan—sebuah cicipan pertama, di dunia ini dan yang akan datang, dari “yang sulung” dari yang akan datang (1 Korintus 15:20)—dan pergeseran momentum yang samar setelah titik balik besar itu. Meskipun Dia tidak membawa kain itu bersama-Nya, Dia tetap mengakuinya sebagai milik-Nya melalui tindakan damai-Nya terhadap kain itu. Secara bersamaan, inilah tindakan manusia yang sangat sederhana—tanda kecil dari ketertiban yang baik yang familiar bagi siapa pun yang pernah berjuang dengan tumpukan cucian atau selimut tempat tidur—dan dikuduskan melampaui batas oleh keterlibatan Tuhan. Tidak ada hal yang terlalu kecil di tangan-Nya. Masuk ke dalam kehidupan Gereja yang berziarah di bumi adalah masuk ke dalam pekerjaan suci yang dimulai dari kubur, berkumpul bersama-Nya daripada tercerai-berai (Matius 12:30, Lukas 11:23).

Tindakan pertama Kristus terhadap kain kafan memang memberikan bukti tentang Kebangkitan dan menyampaikan makna istimewanya. Hal ini bukanlah perampokan makam atau resusitasi karena jika demikian, kain kafan akan kehilangan maknanya. Namun, mungkin kita juga dapat melihat di dalamnya suatu pernyataan misterius pertama oleh Kristus tentang penciptaan baru—dan kesimpulan yang kuat tentang apa artinya hidup dan mati sebagai seorang Kristiani.

 

Catatan kaki:

  1. tindakan darurat medis ketika pernapasan atau jantung berhenti, dilakukan dengan cara memberikan penekanan pada dada (KBBI Kemendikbud).

 

Sumber: “The First Thing Resurrected Jesus Did”

Posted on 21 August 2025, in Apologetika and tagged , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.