Lagu Natal di Masa Adven?

oleh Michael Schmeising

Man listening to music at home by Elnur Amikishiyev (Sumber: catholic.com)

Cobalah bersikap baik hati ketika para penentang Natal yang mulai mengeluh tentang lagu Mariah Carey itu terlalu dini di bulan Desember.

Beberapa tahun yang lalu, sehari setelah Natal saya sedang mengisi bensin untuk bersiap-siap mengunjungi keluarga di bagian lain negara bagian Ohio. Mungkin bukan kebiasaan yang sehat secara psikologis atau spiritual untuk membentak radio mobil, tapi tidak ada satu pun dari stasiun radio yang menyebalkan itu memutar lagu “Sleigh Ride,” tak satu pun radio yang memutar satu lagu, pujian, atau lagu Natal yang bisa saya senandungkan, semua radio sudah memutarnya sepekan setelah Halloween, dan lagu-lagu itu sirna sehari sesudah Natal. Jadi, saya kesal.

Setiap tahun, saya mengeluh tentang serbuan lagu Natal, lampu, dan hiasan pekarangan yang bermunculan pada bulan November. Kemudian, saya menyesali hilangnya semua itu terlalu dini pada tanggal 26 Desember, karena saya sangat menyukai lagu-lagu Natal dan perayaan Natal, dan menganggapnya sangat penting. Lagu-lagu Natal sekuler dan karya seni yang merayakan keajaiban musim dingin dan kehangatan pertemuan keluarga menumbuhkan apresiasi terhadap hal-hal yang baik dan indah. Dan kita dapat melihat secuil surga dan kasih serta kemuliaan Allah dalam lagu-lagu Natal dan pujian yang secara langsung mengajak kita masuk ke dalam misteri Inkarnasi.

Melalui jalan berliku ini, saya kini hampir sampai pada hal utama yang ingin saya sampaikan, yaitu bahwa umat Katolik sebaiknya tidak memainkan lagu-lagu Natal dan melakukan dekorasi Natal secara besar-besaran hingga akhir masa Adven, atau setidaknya tidak melakukannya sebelum kita sempat merayakan Thanksgiving.

Namun, ini sebenarnya hanyalah “bayangan” atau ruang negatif di sekitar pemikiran yang sebenarnya (dan sebenarnya menyenangkan) bahwa bagi orang Kristen, masa Natal seharusnya dipenuhi dengan rasa hormat yang nyata, mistis, dan bahkan hampir ajaib yang merasuki ruang-ruang kehidupan kita seperti rumah, kantor, dan gereja. Hal ini memang seharusnya terjadi karena masa ini sudah didedikasikan untuk mengingat fakta historis dan mengguncang dunia bahwa Allah mengambil kodrat kita (manusia) untuk menyelamatkan kita dari kematian kekal dan menawarkan kita kehidupan kekal. Menikmati perayaan Natal sebelum waktua yang seharusnya dapat melemahkan persiapan kita menyambut masa suci ini, sama seperti makan beberapa batang permen pada jam 5 sore dapat merusak kenikmatan makan malam steak yang seharusnya lezat.

Hal ini bukan sekadar preferensi pribadi. Gereja sudah menetapkan masa liturgi yang spesifik, yaitu Masa Adven, untuk mempersiapkan hati kita memasuki masa liturgi berikutnya, yaitu Masa Natal. Musik yang kita pilih untuk didengarkan dan apa yang kita isi di rumah kita merupakan bagian penting dari cara kita mengikuti (atau menghalangi) persiapan ini.

Terbawa suasana musik dan hiasan Natal terlalu jauh dari waktu yang seharusnya dapat menyebabkan semacam “inflasi,” membuat lagu-lagu dan pujian yang kita sukai ini kehilangan dampak atau makna yang seharusnya. Tidak bijaksana bagi seorang imam untuk mengenakan busana liturgi saat beraktivitas sehari-hari atau saat tidur. Busana liturgi memang baik, tetapi diperuntukkan untuk sesuatu yang sakral. Mengeluarkannya dari zona liturgi yang semestinya tidak akan menyebarkan kekudusan; justru akan merendahkan dan membuat kita menjadi kurang peka akan hal itu.

Salah satu faktor utama yang mendorong perubahan besar dalam preferensi umat Katolik muda (imam dan awam) akan liturgi yang lebih tradisional dalam beberapa dekade terakhir adalah keinginan mereka agar Misa dan kehidupan doa Gereja menjadi “penuh hormat.” Penghormatan adalah menunjukkan sikap hormat yang pantas terhadap seseorang, tempat, atau benda. Dan menunjukkan sikap hormat biasanya dilakukan dengan berpakaian, berbicara, dan bertindak dengan cara yang tidak biasa.

Ketika kita memilih untuk merayakan Natal pada Masa Natal (baik itu lagu-lagu Natal Kristiani atau lagu-lagu sekuler, dekorasi kelahiran Yesus, atau karangan daun cemara), kita memperkuat bahwa masa ini adalah masa yang suci, berbeda, dan patut dihormati. Berpartisipasi dalam perayaan tersebut terlalu dini dapat merusak sikap dan praktik penantian yang penuh harapan yang seharusnya mengisi masa persiapan dan masa pertobatan ringan selama Masa Adven. Dan membuangnya begitu saja setelah 25 Desember berisiko menutup hati kita terhadap kehendak Allah agar kita masuk ke dalam misteri ini dan dibentuk darinya.

Kita membuat tempat-tempat suci dalam bentuk gereja dan ruang doa di rumah kita karena kita adalah makhluk fisik, dan akan bermanfaat bagi kita untuk memiliki area terpisah untuk berbagai aktivitas. Olahraga adalah hal yang baik, tetapi melakukan latihan beban atau jogging di gereja akan mengganggu orang lain dan membuat Anda kehilangan fokus pada apa yang seharusnya Anda perhatikan di sana. Demikian pula, kita menetapkan masa-masa tertentu di sepanjang tahun supaya kita bisa fokus dan kembali memasuki misteri ilahi, serta supaya hati dan pikiran kita dibentuk oleh Sang Pencipta. Kita berpuasa dan tidak menyanyikan “Alleluya” pada Jumat Agung karena baik bagi kita dengan hening memasuki sengsara dan wafat Tuhan, sama seperti kita tidak melakukan hal-hal tersebut pada Minggu Paskah karena baik bagi kita pada saat itu untuk terbuka terhadap sukacita-Nya dan harapan serta kuasa Kebangkitan pada hari itu.

Jadi, kapan bagi seorang Katolik boleh mendengarkan lagu klasik Frank Sinatra atau Mariah Carey? Saya pribadi lebih suka pada hari Minggu Adven keempat. Namun, saran yang jauh lebih bermanfaat untuk meningkatkan penghayatan akan masa suci dan bahagia ini adalah dengan bertanya pada diri sendiri,

  • Apakah rumah saya dan apa yang saya dengar pada tanggal 1 November tidak dapat dibedakan dari penampilan dan suaranya pada pagi hari tanggal 25 Desember?
  • Apakah saya sudah benar-benar bosan dengan lagu-lagu Natal dan hiasan-hiasan Natal sebelum Tahun Baru?

Jika jawaban untuk salah satu pertanyaan di atas adalah “ya,” Anda mungkin ingin menunda memasang pohon Natal dan daftar musik Spotify selama seminggu atau dua minggu lebih lama dari biasanya, agar Anda dapat fokus pada Masa Adven dan benar-benar menghayati serta menikmati seluruh Masa Natal.

Saya sengaja mengatakan “menunda“ dan bukan ”mengurangi.” Natal adalah waktu untuk menghayati dan merayakan. Kita seharusnya lebih bersukacita dari masa-masa lainnya, kecuali mungkin pada Masa Paskah. Namun, merayakan dalam realitas yang nyata membutuhkan usaha dan tenaga, dan sungguh menyedihkan ketika kita kelelahan sebelum pesta benar-benar dimulai. (Saya menduga hal ini akan berbeda di surga, tapi kita belum sampai di sana!)

Jadi, saat Anda mendengarkan ceramah para penentang Natal di lingkungan Anda yang mengatakan, “Lagu Natal masih terlalu dini,” tolong maafkan mereka dengan penuh kasih sayang. Anggaplah itu sebagai ajakan untuk merenungkan kebenaran indah yang sebenarnya ingin mereka bagikan. Kita seharusnya dengan gembira namun serius memanfaatkan Masa Adven untuk mempersiapkan diri menyambut hari kelahiran Tuhan, karena dalam banyak hal, masa ini adalah “masa yang paling indah dalam setahun.”

 

Sumber: “No Christmas Songs During Advent?”

Posted on 16 December 2025, in Kenali Imanmu and tagged , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.