[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beato Martinus In Eon-min
Profil Singkat
- Tahun dan tempat Lahir: 1737, Deoksan, Chungcheong-do
- Gender: Pria
- Posisi/Status: Sarjana dari keluarga kelas bangsawan
- Usia: 63 tahun
- Tanggal Kemartiran: 9 Januari 1800
- Tempat Kemartiran: Haemi, Chungcheong-do
- Cara Kemartiran: Dipukuli
Martinus In Eon-min lahir pada tahun 1737 di Jurae, Deoksan, Chungcheong-do (Sekarang, Yongdong-ri, Sapgyo-eup, Yesan-gun, Chungnam) pada keluarga bangsawan. Dia orang yang lembut tetapi memiliki karakter yang kuat. Dan sejak muda dia belajar dengan rajin dan mendapatkan banyak pengetahuan. Suatu hari dia mendengar tentang agama Katolik dari Alexius Hwang Sa-yeong, yang merupakan salah satu teman baiknya dan tak lama kemudian Martinus In belajar Katekismus darinya. Dia berangkat ke Seoul dan dibaptis oleh Pastor Yakobus Zhou Wen-mo.
Martinus In meminta putra sulungnya, Yosef, untuk tinggal bersama Pastor Yakobus Zhou. Sedangkan putranya yang kedua menikah dengan seorang anak perempuan dari seorang Katolik ternama. Demi panggilan untuk menghidupi kehidupan beragamanya dengan lebih leluasa, dia meninggalkan rumah dan kekayaannya, kemudian dia pindah ke Gongju. Dia menjelaskan (agama Katolik) secara terang-terangan kepada kerabatnya, yang mereka pikir bahwa alasan kepindahannya adalah suatu perilaku yang aneh. Dia mewartakan semua ajaran Katolik kepada mereka, namun mereka tidak mendengarkannya.
Martinus In ditangkap ketika Penganiayaan Jeongsa pada tahun 1797 yang pada saat itu sangat gencar digalakan di daerah Gongju. Disana dia tanpa ragu-ragu mengakui bahwa dia seorang Katolik dan ingin memberikan hidupnya untuk Tuhan. Dia dipindahkan ke Cheongju dan disiksa dengan berat. Setelah itu, gubernur memerintahkan agar dia dipindahkan ke kampung halamannya , di Haemi.
Selama dia di Cheongju, dia dihukum sangat berat, sehingga dia kesulitan untuk berjalan. Sehingga dia diperbolehkan untuk menunggang kuda ketika dia dipindahkan ke Haemi, walaupun berdasarkan kebiasaaan bahwa seekor kuda hanya boleh digunakan oleh pejabat pemerintah.
Di penjara Haemi, Martinus In bertemu dangan seorang Kristen yang masih muda yang bernama Fransiskus Yi Bo-hyeon. Mereka berdoa bersama dan menguatkan satu sama lain untuk setia pada Tuhan. Walaupun seluruh bentuk hukuman dilakukan, mereka menyatakan imannya kepada Tuhan dengan iman yang tak tergoyahkan. Hakim menyadari bahwa dia tidak dapat mengubah pikiran mereka, dan kemudian memerintahkan agar mereka berdua dipukuli sampai mati.
Berdasarkan kebiasaan disana, penjaga penjara memberikan makanan terakhir kepada Martinus In, kemudian mereka membawanya keluar dan memukulinya sampai mati. Salah satu penjaga penjara mengambil sebuah batu besar dan memukulkannya tanpa ampun ke bagian dada Martinus In. Tak lama kemudian, rahangnya patah dan dadanya hancur.
Martinus In meninggal dengan cara yang sadis demi menyatakan imannya kepada Tuhan Yang Mahatinggi. Pada saat itu tanggal 9 Januari 1800 (5 Desember 1799 pada penanggalan Lunar). Dan dia berusia 63 tahun. Dikatakan bahwa ketika dipukuli untuk terakhir kalinya, dia mengulangi kata-kata berikut: “Ya, saya memberikan hidup saya kepada Tuhan dengan bebas dan bahagia.”
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 26 October 2014, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0