[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beato Paulus Yi Guk-seung
Profil Singkat
- Tahun dan tempat Lahir: 1772, Eumseong, Chungcheong-do
- Gender: Pria
- Posisi/Status: Guru dari keluarga kelas bangsawan
- Usia: 29 tahun
- Tanggal Kemartiran: Akhir Mei 1801 (penanggalan Lunar)
- Tempat Kemartiran: Gongju, Chungcheong-do
- Cara Kemartiran: Dipenggal
Paulus Yi Guk-seung juga dipanggil dengan nama ‘Seong-gyeom’ lahir di keluarga bangsawan di Eum-seong, Chungcheong-do. Kemudian dia pindah ke Chungju. Nama dalam karya tulisnya adalah ‘Miam’.
Ketika dia bertambah dewasa, Paulus Yi mendengar tentang agama Katolik yang diwartakan di wilayah Chungju. Guna mempelajari lanjut mengenai agama baru itu, dia mengunjungi Fransiskus Xaverius Kwon Il-sin yang tinggal di Yanggeun, Gyeonggi-do. Ketika dia mempelajari Katekismus, dia tergerak oleh rahmat Tuhan, dan mulai menjalankan tugas keagamaannya dengan sungguh-sungguh.
Ketika dia pulang ke rumahnya, gurunya mencoba untuk mengubah pikirannya, namun semuanya sia-sia. Imannya kepada Tuhan belum cukup kuat untuk memberikan hidupnya bagi Tuhan dalam kemartiran. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa dia dibebaskan setelah dia ditangkap oleh polisi di Chungju ketika Penganiayaan Eulmyo pada tahun 1795.
Namun demikian, setelah kepulangannya ke rumah, dia sangat menyesali kesalahan dan kelemahannya, kemudian dia mencoba untuk menebus dosa-dosanya. Kedua orang tuanya menginginkan dia untuk menikah, namun dia menolaknya karena dia takut bahwa dia tidak dapat memenuhi tugas keagamaanya, kemudian dia memutuskan untuk tetap selibat. Meskipun demikian, orang tuanya bersikeras mengenai pernikahan. Sehingga, Paulus Yi pindah ke Seoul untuk menghindari tekanan dari orang tuanya.
Paulus Yi menjadi seorang guru dan dia menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan iman Katolik kepada banyak orang. Dia belajar Katekismus bersama para pemimpin Gereja diantaranya Yohanes Choe Chang-hyeon dan Agustinus Jeong Yak-jong. Dia membantu Gereja dengan penuh bakti dan dia menerima sakramen dari Pastor Yakobus Zhou Wen-mo.
Oleh, karena itu nama Paulus Yi dikenal luas. Ketika Penganiayaan Shinyu terjadi pada tahun 1801, namanya dilaporkan kepada polisi oleh orang Katolik yang telah ditangkap dan diinterogasi. Polisi mencari dia dan kemudian menemukan dia. Mereka membawa dia ke Pusat Kepolisian. Selama perjalanan kesana, Paulus Yi terus menerus berdoa.
Ketika Paulus Yi tiba di penjara, dia bertemu dengan Ko Gwang-seong dari Hwanghae-do yang akan meninggalkan penjara setelah menyangkal agamanya. Paulus Yi menasihati dia dengan imannya yang penuh semangat untuk menyatakan kepada kepala petugas, “Bukan saya yang mengkhianati agama saya, tetapi setan yang menipu saya dan berbicara melalui mulut saya.” Karena dikuatkan oleh Paulus Yi, Ko Gwang-seong meninggal sebagai martir. Ketika menjalani interogasi dan siksaan berat, Paulus Yi mengalami juga godaan seperti yang dialami Ko Gwang-seong.
Tuhan mengetahui ketulusan hati Paulus Yi dan memberikan dia kekuatan untuk menyatakan imannya. Tetapi setelah dia dimurnikan oleh berbagai cobaan yang Tuhan izinkan sehingga dia memperoleh rahmat kemartiran. Berikut ini pernyataan yang dia buat kepada Departemen Hukum:
“Saya sangat dalam menjiwai agama Katolik selama sepuluh tahun terakhir sehingga seolah-olah sudah menjadi bagian dalam tubuh saya. Walaupun saya dijatuhi hukuman mati, saya tidak dapat menyangkal iman saya kepada Tuhan. Sebelumnya, ketika saya ditangkap di Chungju, saya setuju untuk mengubah pikiran saya, tetapi itu bukanlah niat saya yang sebenarnya. Namun oleh karena hukuman yang berat.”
Akhinya, Paulus Yi dijatuhi hukuman mati pada tanggal 2 Juli 1801 (22 Mei pada penanggalan Lunar). Beberapa hari sebelumnya, dia dipindahkan ke Gongju, Chungcheong-do. Disana dia dipenggal dan meninggal sebagai martir. Paulus Yi saat itu berusia 29 tahun. Dikatakan bahwa keponakannya mengambil jenazahnya dan memakamkannya di Gongju.
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 11 December 2014, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. Leave a comment.
Leave a comment
Comments 0