[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Beata Agatha Magdalena Kim Yun-deok
Profil Singkat
- Tahun lahir: 1765
- Tempat Lahir: Sangju, Gyeongsang-do
- Gender: Wanita
- Posisi/Status: Tidak diketahui
- Usia: 50 tahun
- Tanggal Kemartiran: Akhir April (atau awal Mei) 1815 (Penanggalan Lunar)
- Tempat Kemartiran: Daegu, Gyeongsang-do
- Cara Kemartiran: Dipukuli
Agatha Magdalena Kim Yun-deok lahir di Eunjae, Sangju, Gyeongsang-do (sekarang, Jeoeum-ri, Ian-myeon, Sangju-gun, Gyeongbuk). Ketika dia tumbuh dewasa, dia mendengar tentang pewartaan Injil yang berlangsung di sekitar kampung halamannya, dan dia menerima iman akan agama Katolik. Dia pindah ke Desa Kristen Noraesan (sekarang, Norae 2-dong, Andeok-myeon, Cheongsong-gun, Gyeongbuk) untuk tinggal bersama umat beriman.
Agatha Magdalena Kim ditangkap oleh polisi pada Minggu Paskah tanggal 22 Februari 1815, ketika di desa merayakan Hari Raya Kebangkitan Yesus Kristus. Dia dibawa ke Gyeongju bersama dengan umat Katolik lainnya. Dia harus menjalani interogasi dan siksaan yang kejam, namun imannya kepada Tuhan tetap teguh dan tak tergoyahkan. Petugas bertanya kepada dia, ‘Untuk apa kamu mati setelah semua ini?’ Dia menjawab sebagai berikut:
“Bagaimana seseorang bisa sepicik dan sebodoh itu, tak seorangpun dapat menyangkal dan mengkhianati Tuhan yang menciptakan surga dan bumi dan seluruh isinya.”
Agatha Magdalena Kim yang mengakui imannya kepada Tuhan dengan berani dipindahkan ke Daegu bersama sesama umat Katolik lainnya.
Dia menjadi lemah karena siksaan yang kejam dan perlakuan buruk sehingga dia mengkhianati agamanya. Gubernur memeritahkan agar dia dibebaskan. Ketika dia melangkah keluar pintu gerbang kantor gubernur, tak sengaja dia bertemu dengan Andreas Kim Jong-han yang dibawa dari Andong. Melihat Agatha Magdalena Kim, Andreas Kim mengeluh dan menguatkan dia dengan keras dengan berkata, “Mohon jangan melewatkan kesempatan yang baik untuk mengakui imanmu kepada Tuhan.”
Selama perbincangan singkat bersama Andreas Kim, imannya kembali dan membara di dalam dirinya. Dia melangkah ke dalam pintu gerbang kantor gubernur, dia mendorong polisi dan dengan tekad yang penuh keberanian dia ikut berbaris menuju kepala petugas. Kepala petugas yang terkejut dan bertanya kepada dia, “Anda baru saja meninggalkan tempat ini. Apa yang membuat Anda kembali kesini?” Dia menjawab:
“Siksaan begitu menyakitkan untuk menahannya. Sehingga saya meninggalkan Tuhan untuk sementara waktu, namun, saya menyadari bahwa itu adalah sebuah kesalahan besar. Saya menyesal dan bertobat, sehingga saya berada di sini lagi untuk menhadap Anda. Bunuh saya jika Anda menginginkannya. Sekarang, saya menjadi seorang Katolik yang lebih setia daripada sebelumnya.”
Gubernur menjadi sangat marah, sehingga dia memerintahkan agar wanita gila itu dikeluarkan. Namun Agatha Magdalena Kim datang kembali, dan menarik kembali penyangkalan dia terhadap agama Katolik dengan suara yang keras. Kepala petugas menjadi sangat marah dan memerintahkan agar dia dipukuli dengan kejam. Seluruh dagingnya rusak dan lepas saru per satu dari tubuhnya, dan tulang-tulangnya patah. Dia pingsan di tempat. Dia meninggal ketika dia dipenjarakan kembali. Pada saat itu akhir bulan April atau awal bulan Mei tahun 1815. Agatha Magdalena Kim pada saat itu berusia sekitar 50 tahun.
Sumber: koreanmartyrs.or.kr
Posted on 13 March 2015, in Orang Kudus and tagged Korea, Martir, Orang Kudus. Bookmark the permalink. 1 Comment.
Pingback: Beato Andreas Kim Jong-han | Terang Iman